BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini teknologi di bidang industri pengangkutan baik darat, laut maupun udara berkembang dengan pesat. Di Indonesia pun penggunaan hasil-hasil produksi teknologi yang tinggi dibidang alat angkut pesat sekali, meskipun yang menikmati hasil produksi tersebut baru sebhagian golongan masyarakat saaja. Produksi kendaraan bermotor saat ini tidak terbilang jumlahnya disebabkan persaingan harga dan kualitas kendaraan pribadi dan alat angkut penumpang umum, baik yang melalui darat, laut maupun udara, dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya yang merupakan dampak lain yang harus dipeerhitungkan dari segi ekonomi.
Karena itu, bermacam-macam perusahaan telah muncul, khususnya prusahan yang berhubungan dengan kegiatan memberikan jaminan atau tangungan kepada seseorang atau kepada suatu aset tertentu, karena standar suatu saat dapat ditimpa oleh suatu kerugian atau peristiwa.
Karena itu kita menyaksikan puluhan bahkan ratusan perusahan asuransi di Indonesia menawarkan jasanya. Mereka menawarkan jasanya agar seseorang anggota masyarakat bersedia menjadi angota atau nasabah suatu perusahaan asuransi.
Pada kenyatannya kinerja perusahaan asuransi di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan umumnya belum menggembirakan. Belum menggembirakan, yang mana dari pihak pengelola usaha asuransi belum memberikan pelayanan yang baik, bahkan sering kali melakukan penipuan terhadap konsumen atau muncul kesan dipersulit ketika akan menggugat hak, baik dalam asuransi jiwa maupun dalam asuransi kerugian.
Sedangkan dari pihak masyararat industri asuransi kurang diminati, disamping minimnya pengetahuan masyarakat terhadap asuransi, juga disebabkan masih rendahnya income per kapita masyarakat.
Bagi mereka yang akan bergabung atau menjadi nasabah perusahaan asuransi perlu mengetahui apa kriteria, pedoman layak dipertimbangkan ketika akan memilih suatu asuransi. Dalam hubungan ini, beberapa kriteria atau pedoman tersebut dapat dikemukakan antara lain :
1. Perusahaan asuransi hanya menjual program berdasarkan kemampuan nasabah. Jika kemampuan konsumen tak memenuhi implikasinya pertanggungan putus di tengah jalan.
2. Produk yang dijual sesuai dengan kebutuhan, artinya kebutuhan nasabah lebih diutamakan. Logikanya produk yang dibutuhkan masyarakat akan laris di pasaran, oleh sebab itu masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya suatu program asuransi.
3. Pastikan nasabah yang membeli polis dalam keadaan sehat. Ini penting agar tidak terjadi penipuan. Nasabah mengaku sehat, padahal mengidap penyakit, hal ini tentunya akan merugikan pihak asuransi. Hal ini berkaitan dengan pasal 1338 ayat (3) KUH perdata, yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4. Ini berkaitan erat dengan komitmen nasabah dala program atau produk yang dipilih. Tak kalah penting lagi, asuransi harus dijual dengan tatap muka dalam hal ini tidak bisa menjual asuransi hanya lewat telepon.
5. Kondisi keuangan perusahaan asuransi sendiri. Saat ini ada sebagian perusahaan asuransi cenderung mengulur-ulur waktu ketiga akan membayar klaim. Oleh sebab itu faktor permodalan lebih menjadi perhatian perusahaan asuransi tersebut.
Gambaran negatif bahwa perusahaan asuransi yang mempersulit nasabah dalam hal klaim, bukan kebiasaan. Namun kadang kala nasabah mempersulit dirinya sendiri, antara lain dengan tidak jujur dalam mengisi formulir aplikasi (SPAJ) yang mana ketidak jujuran tersebut akan merugikan dirinya sendiri.
Kriteria yang di atas sangat penting. Sebab bila salah pilih, nasabah bisa rugi. Untuk itulah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diterapkan oleh asuransi di Indonesia. Oleh karena itu seorang agen dalam kegiatannya, dalam menyampaikan program program asuransi yang ada di Indonesia harus. memberikan keterangan yang jelas dan benar mengenai perusahaan, produk produk perusahaan asuransi maupun proposal kepada setiap calon pemegang polis, yang mana, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan. Di dalam surat permintaan asuransi jiwa (SPAJ) telah dibutuhkan bahwa setiap keterangan yang diberikan oleh calon pemegang polis dan atau calon Tertanggung, oleh agen tidak boleh menyembunyikan informasi apapun kepada calon pemegang polis dan tidak memberikan keterangan yang bertentangan dengan ketentuan umum dan ketentuan khusus polis PT Asuransi di Indonesia.
Konsekuensi nasabah membeli polis harus dengan cara tanggung jawab. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa dalam perlindungan nasabah peraturan, perundang undangan yang berlaku dan berkaitan dengan desakan perasuransian terutama KUH Perdata dan KUHD sebagai acuan dalam hukum asuransi yang kemudian diberlakukan beberapa ketentuan ketentuan lainnya, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Peraturan peraturan lainnya juga menyangkut polis.
Akan halnya kepada siapa seorang nasabah bisa berharap mendapat jaminan ketenangan, tentunya pertama kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua kepada asuransi. Dengan cara berasuransi maka orang yang menghadapi resiko atas jiwanya bermaksud untuk mengalihkan resikonya itu atau setidak tidaknya membagi resikonya itu kepada pihak lain yang bersedia menerima peralihan atau pembagian resiko tersebut. Peralihan resiko itu tidak terjadi dengan begitu saja, tanpa kewajiban apa apa pada pihak yang memperalihkan. Hal itu harus diperjanjikan terlebih dahulu.
Contoh kasus, Bapak HD, mengaku, sakit hati. Kalim yang dia ajukan benar benar dipersulit pihak asuransi, dan baru diluluskan setelah menunggu setahun. Pengusaha yang berdomisili di Jakarta ini menilai, Asuransi X melakukan wanprestasi alias ingkar janji. Pasalnya, asuransi pendidikan yang hendak ditutup tidak tunduk kepada kurs nilai rupiah yang berlaku, melainkan dipaksakan dengan kurs nilai tukar rupiah yang telah dipatok pihak asuransi.
Padahal, menurut pejanjian mengikuti kurs nilai tukar rupiah yang berlaku, kasus kurang nyaman Bapak HD ini makin memperkuat anggapan bahwa konsumen selalu berada di pihak yang lemah. Apalagi hingga kini tidak ada aturan yang secara khusus mengatur akibat akibat hukum yang timbul antara perusahaan asuransi dengan konsumen. Namun demikian hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 27 ayat (4) PP No. 73 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa agen harus memberikan informasi yang benar.
Kisah kelabu tadi memperpanjang kasusnya bermuara kepada betapa perlakuan perusahaan asuransi masih ada yang tak berubah dari pola pola lama. Kewajiban membayar premi yang sudah ditunaikan dengan baik dan lancar seringkali tidak diikuti dengan kemudahan ketika klaim diajukan. Prosedurya malah rumit, berbelit belit dan lama. Sangat jauh berbeda dibandingkan dengan ketika para konsumen dibujuk rayu untuk bergabung menjadi nasabah. Nasabah mesti pontang panting terlebih dahulu, setelah itu jika beruntung haknya baru dipenuhi oleh perusahaan asuransi.
Namun dari sekian banyak ketentuan ketentuan tersebut, satu hal yang terpenting yaitu perlindungan nasabah yang langsung dapat dijadikan jaminan oleh semua asuransi yang ada di Indonesia, yakni berupa polis. Adapun syarat syarat umum polis harus memperhatikan tiga kepentingan, yakni :
1. Kepentingan nasabah: Kepentingan nasabah di sini agar bisa memberikan sesuatu hal yang jelas untuk kepentingan nasabah atau tertanggung. Nasabah bisa dilindungi, mereka mendapatkan syarat syarat yang sama di perusahaan asuransi.
2. Kepentingan instansi pembina atau pengawas: Yang dimaksud kepentingan instansi pembina, atau pengawas yakni kepentingan pemerintah melalui direktorat asuransi, apa yang tercantum dalam undang undang, peraturan peraturan pemerintah harus menjadi referensi dan syarat syarat umum polis tersebut.
3. Kepentingan industri asuransi: Yang dimaksud dengan kepentingan industri asuransi adalah industri asuransi harus terlindungi dari usaha atau itikad buruk pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan diri dari asuransi.
Seperti yang tersebut dalam Pasal 25 KUHD, bahwa suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis di dalam suatu akta yang dinamakan polis. Di dalam polis itu sendiri tidak boleh merugikan kepentingan pemegang polis (nasabah) seperti disebutkan dalam Pasal 11 (bab 1) undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. yang menimbulkan penafsiran berbeda mengenai hak dan kewajiban penanggung maupun tertanggung, yang tertera dalam Pasal 19 ayat (1) undang-undang No. 2 tahun 1992.
Adapun dalam Pasal 5 (bab 11) Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.O 17/1993, bahwa di dalam polis asuransi dilarang mencantumkan pembatasan upaya hukum begitu pula yang terdapat pada Pasal 6 Kep. Menkeu. No. 225/KMIK.017/1993, yang menyatakan bahwa dalam polis dilarang mencantumkan pembatasan upaya hukum, disamping itu tindakan yang dapat dianggap memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim secara wajar antara lain :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini teknologi di bidang industri pengangkutan baik darat, laut maupun udara berkembang dengan pesat. Di Indonesia pun penggunaan hasil-hasil produksi teknologi yang tinggi dibidang alat angkut pesat sekali, meskipun yang menikmati hasil produksi tersebut baru sebhagian golongan masyarakat saaja. Produksi kendaraan bermotor saat ini tidak terbilang jumlahnya disebabkan persaingan harga dan kualitas kendaraan pribadi dan alat angkut penumpang umum, baik yang melalui darat, laut maupun udara, dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya yang merupakan dampak lain yang harus dipeerhitungkan dari segi ekonomi.
Karena itu, bermacam-macam perusahaan telah muncul, khususnya prusahan yang berhubungan dengan kegiatan memberikan jaminan atau tangungan kepada seseorang atau kepada suatu aset tertentu, karena standar suatu saat dapat ditimpa oleh suatu kerugian atau peristiwa.
Karena itu kita menyaksikan puluhan bahkan ratusan perusahan asuransi di Indonesia menawarkan jasanya. Mereka menawarkan jasanya agar seseorang anggota masyarakat bersedia menjadi angota atau nasabah suatu perusahaan asuransi.
Pada kenyatannya kinerja perusahaan asuransi di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan umumnya belum menggembirakan. Belum menggembirakan, yang mana dari pihak pengelola usaha asuransi belum memberikan pelayanan yang baik, bahkan sering kali melakukan penipuan terhadap konsumen atau muncul kesan dipersulit ketika akan menggugat hak, baik dalam asuransi jiwa maupun dalam asuransi kerugian.
Sedangkan dari pihak masyararat industri asuransi kurang diminati, disamping minimnya pengetahuan masyarakat terhadap asuransi, juga disebabkan masih rendahnya income per kapita masyarakat.
Bagi mereka yang akan bergabung atau menjadi nasabah perusahaan asuransi perlu mengetahui apa kriteria, pedoman layak dipertimbangkan ketika akan memilih suatu asuransi. Dalam hubungan ini, beberapa kriteria atau pedoman tersebut dapat dikemukakan antara lain :
1. Perusahaan asuransi hanya menjual program berdasarkan kemampuan nasabah. Jika kemampuan konsumen tak memenuhi implikasinya pertanggungan putus di tengah jalan.
2. Produk yang dijual sesuai dengan kebutuhan, artinya kebutuhan nasabah lebih diutamakan. Logikanya produk yang dibutuhkan masyarakat akan laris di pasaran, oleh sebab itu masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya suatu program asuransi.
3. Pastikan nasabah yang membeli polis dalam keadaan sehat. Ini penting agar tidak terjadi penipuan. Nasabah mengaku sehat, padahal mengidap penyakit, hal ini tentunya akan merugikan pihak asuransi. Hal ini berkaitan dengan pasal 1338 ayat (3) KUH perdata, yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4. Ini berkaitan erat dengan komitmen nasabah dala program atau produk yang dipilih. Tak kalah penting lagi, asuransi harus dijual dengan tatap muka dalam hal ini tidak bisa menjual asuransi hanya lewat telepon.
5. Kondisi keuangan perusahaan asuransi sendiri. Saat ini ada sebagian perusahaan asuransi cenderung mengulur-ulur waktu ketiga akan membayar klaim. Oleh sebab itu faktor permodalan lebih menjadi perhatian perusahaan asuransi tersebut.
Gambaran negatif bahwa perusahaan asuransi yang mempersulit nasabah dalam hal klaim, bukan kebiasaan. Namun kadang kala nasabah mempersulit dirinya sendiri, antara lain dengan tidak jujur dalam mengisi formulir aplikasi (SPAJ) yang mana ketidak jujuran tersebut akan merugikan dirinya sendiri.
Kriteria yang di atas sangat penting. Sebab bila salah pilih, nasabah bisa rugi. Untuk itulah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diterapkan oleh asuransi di Indonesia. Oleh karena itu seorang agen dalam kegiatannya, dalam menyampaikan program program asuransi yang ada di Indonesia harus. memberikan keterangan yang jelas dan benar mengenai perusahaan, produk produk perusahaan asuransi maupun proposal kepada setiap calon pemegang polis, yang mana, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan. Di dalam surat permintaan asuransi jiwa (SPAJ) telah dibutuhkan bahwa setiap keterangan yang diberikan oleh calon pemegang polis dan atau calon Tertanggung, oleh agen tidak boleh menyembunyikan informasi apapun kepada calon pemegang polis dan tidak memberikan keterangan yang bertentangan dengan ketentuan umum dan ketentuan khusus polis PT Asuransi di Indonesia.
Konsekuensi nasabah membeli polis harus dengan cara tanggung jawab. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa dalam perlindungan nasabah peraturan, perundang undangan yang berlaku dan berkaitan dengan desakan perasuransian terutama KUH Perdata dan KUHD sebagai acuan dalam hukum asuransi yang kemudian diberlakukan beberapa ketentuan ketentuan lainnya, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Peraturan peraturan lainnya juga menyangkut polis.
Akan halnya kepada siapa seorang nasabah bisa berharap mendapat jaminan ketenangan, tentunya pertama kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua kepada asuransi. Dengan cara berasuransi maka orang yang menghadapi resiko atas jiwanya bermaksud untuk mengalihkan resikonya itu atau setidak tidaknya membagi resikonya itu kepada pihak lain yang bersedia menerima peralihan atau pembagian resiko tersebut. Peralihan resiko itu tidak terjadi dengan begitu saja, tanpa kewajiban apa apa pada pihak yang memperalihkan. Hal itu harus diperjanjikan terlebih dahulu.
Contoh kasus, Bapak HD, mengaku, sakit hati. Kalim yang dia ajukan benar benar dipersulit pihak asuransi, dan baru diluluskan setelah menunggu setahun. Pengusaha yang berdomisili di Jakarta ini menilai, Asuransi X melakukan wanprestasi alias ingkar janji. Pasalnya, asuransi pendidikan yang hendak ditutup tidak tunduk kepada kurs nilai rupiah yang berlaku, melainkan dipaksakan dengan kurs nilai tukar rupiah yang telah dipatok pihak asuransi.
Padahal, menurut pejanjian mengikuti kurs nilai tukar rupiah yang berlaku, kasus kurang nyaman Bapak HD ini makin memperkuat anggapan bahwa konsumen selalu berada di pihak yang lemah. Apalagi hingga kini tidak ada aturan yang secara khusus mengatur akibat akibat hukum yang timbul antara perusahaan asuransi dengan konsumen. Namun demikian hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 27 ayat (4) PP No. 73 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa agen harus memberikan informasi yang benar.
Kisah kelabu tadi memperpanjang kasusnya bermuara kepada betapa perlakuan perusahaan asuransi masih ada yang tak berubah dari pola pola lama. Kewajiban membayar premi yang sudah ditunaikan dengan baik dan lancar seringkali tidak diikuti dengan kemudahan ketika klaim diajukan. Prosedurya malah rumit, berbelit belit dan lama. Sangat jauh berbeda dibandingkan dengan ketika para konsumen dibujuk rayu untuk bergabung menjadi nasabah. Nasabah mesti pontang panting terlebih dahulu, setelah itu jika beruntung haknya baru dipenuhi oleh perusahaan asuransi.
Namun dari sekian banyak ketentuan ketentuan tersebut, satu hal yang terpenting yaitu perlindungan nasabah yang langsung dapat dijadikan jaminan oleh semua asuransi yang ada di Indonesia, yakni berupa polis. Adapun syarat syarat umum polis harus memperhatikan tiga kepentingan, yakni :
1. Kepentingan nasabah: Kepentingan nasabah di sini agar bisa memberikan sesuatu hal yang jelas untuk kepentingan nasabah atau tertanggung. Nasabah bisa dilindungi, mereka mendapatkan syarat syarat yang sama di perusahaan asuransi.
2. Kepentingan instansi pembina atau pengawas: Yang dimaksud kepentingan instansi pembina, atau pengawas yakni kepentingan pemerintah melalui direktorat asuransi, apa yang tercantum dalam undang undang, peraturan peraturan pemerintah harus menjadi referensi dan syarat syarat umum polis tersebut.
3. Kepentingan industri asuransi: Yang dimaksud dengan kepentingan industri asuransi adalah industri asuransi harus terlindungi dari usaha atau itikad buruk pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan diri dari asuransi.
Seperti yang tersebut dalam Pasal 25 KUHD, bahwa suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis di dalam suatu akta yang dinamakan polis. Di dalam polis itu sendiri tidak boleh merugikan kepentingan pemegang polis (nasabah) seperti disebutkan dalam Pasal 11 (bab 1) undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. yang menimbulkan penafsiran berbeda mengenai hak dan kewajiban penanggung maupun tertanggung, yang tertera dalam Pasal 19 ayat (1) undang-undang No. 2 tahun 1992.
Adapun dalam Pasal 5 (bab 11) Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.O 17/1993, bahwa di dalam polis asuransi dilarang mencantumkan pembatasan upaya hukum begitu pula yang terdapat pada Pasal 6 Kep. Menkeu. No. 225/KMIK.017/1993, yang menyatakan bahwa dalam polis dilarang mencantumkan pembatasan upaya hukum, disamping itu tindakan yang dapat dianggap memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim secara wajar antara lain :