BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kepariwisataan di Indonesia pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata, yang antar lain berwujud kekayaan alam seperti keragaman flora dan fauna, kemajuan tradisi dan seni budaya, serta peninggalan sejarah purba kala. Upaya tersebut juga menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentinnya menjunjung tinggi kebudayaan serta melestarikan lingkungan.
Pariwisata melibatkan kegiatan perjalanan wisatawan dari suatu tempat ke tempat lain, di dalam suatu negara ataupun antar negara, dan mempunyai implikasi baik bagi daerah asal maupun daerah tujuan wisata serta mempengaruhi pola pikir dan tata pergaulan di daerah yang dikunjungi. Kegiatan tersebut mendorong berkembangnya kegiatan pada sektor terkait seperti pengembangan dan pengelolaan objek wisata, perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata, perdagangan, industri kecil, telekomunikasi, media masa serta jasa-jasa lainnya yang secara berantai akan meningkatkan kesempatan kerja. Mendukung upaya pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mendapatkan pendapatan regional/nasional.
Kota Cirebon, sejak enam abad lalu (tahun 1842), berdaulat penuh di bawah kendali keadilan Sunan Gunung Jati, Syech Maulana Syarif Hidayatullah. Keberadaan kerajaan Cirebon pada waktu itu sangat berpengaruh di tataran bumi Nusantara. Ketika Majapahit, Pajajaran, Demak, Galuh dan Mataram runtuh, kerajaan Cirebon Nagari tetap berdiri ajeg penuh kharismatik, makmur dan damai, bahkan eksistensinya sangat diakui sampai ke negara Cina, Champa, Turki dan Arabia.
Cirebon dikenal juga sebagai Puser Ing Bumi, yaitu titik temu dari aneka peradaban dan budaya yang melahirkan Tri Manunggaling Budaya (Islam, Hindu dan Cina) ditinjau dari latar belakang histori dan nilai budaya. Warisan budaya yang merupakan peninggalan masa lampau Cirebon adalah merupakan aset yang sangat bernilai bagi Pemerintahan Daerah Kota Cirebon untuk menyelenggarakan salah satu urgensi peran pemerintah, yaitu memberdayakan potensi daerahnya.
Akan tetapi pada kenyataannya Pemkot Cirebot dihadapkan pada sebuah masalah kurang seriusnya dalam merawat, melestarikan dan memberdayakan potensi budaya daerahnya. Kemewahan yang sedang dibangun sekarang di Kota Cirebon sama sekali tidak menunjukkan sumbangan kualitatif pembangunana budaya, akan tetapi cenderung pada kemegahan karya yang mengutamakan dimensi kepentingan pihak tertentu, politik dan ekonomi serta kemewahan hidup konsumtif golongan ekonomi menengah ke atas semata.
Pusat kebudayaan, seperti museum budaya, dan galeri adalah sarana pendidikan non formal yang nyaris luput dari perhatian Pemkot Cirebon dalam langkah-langkah pembangunannya. Kelangkaan sarana-sarana tersebut berdampak pada miskinnya wawasan budaya dari generasi muda.
Kebudayaan itu sendiri seperti dikatakan Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski, sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Sedangkan menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan dalam masalah pariwisata adalah seperti yang dikemukakan oleh Taylor, Soemardjan dan Soemardi di atas, yaitu lebih condong ke kesenian, adat istiadat dan hasil karya seni, rasa dan cipta masyarakat. Sehingga kebudayaan dalam konteks seperti itu merupakan potensi yang bersifat telah melekat dalam suatu daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri karena bersifat unik dalam artian tidak dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di tempat lain.
Berdasarkan latar belakang kenyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah di atas, dengan mencari dasar dari asumsi-asumsi di atas pada penelitian yang bersifat empirik, dengan mengambil judul ”ANALISIS PEMBERDAYAAN KEBUDAYAAN KOTA CIREBON DALAM MENINGKATKAN POTENSI WISATA DAERAH”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah utama yang akan menjadi pembahasan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kepariwisataan di Indonesia pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata, yang antar lain berwujud kekayaan alam seperti keragaman flora dan fauna, kemajuan tradisi dan seni budaya, serta peninggalan sejarah purba kala. Upaya tersebut juga menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentinnya menjunjung tinggi kebudayaan serta melestarikan lingkungan.
Pariwisata melibatkan kegiatan perjalanan wisatawan dari suatu tempat ke tempat lain, di dalam suatu negara ataupun antar negara, dan mempunyai implikasi baik bagi daerah asal maupun daerah tujuan wisata serta mempengaruhi pola pikir dan tata pergaulan di daerah yang dikunjungi. Kegiatan tersebut mendorong berkembangnya kegiatan pada sektor terkait seperti pengembangan dan pengelolaan objek wisata, perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata, perdagangan, industri kecil, telekomunikasi, media masa serta jasa-jasa lainnya yang secara berantai akan meningkatkan kesempatan kerja. Mendukung upaya pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mendapatkan pendapatan regional/nasional.
Kota Cirebon, sejak enam abad lalu (tahun 1842), berdaulat penuh di bawah kendali keadilan Sunan Gunung Jati, Syech Maulana Syarif Hidayatullah. Keberadaan kerajaan Cirebon pada waktu itu sangat berpengaruh di tataran bumi Nusantara. Ketika Majapahit, Pajajaran, Demak, Galuh dan Mataram runtuh, kerajaan Cirebon Nagari tetap berdiri ajeg penuh kharismatik, makmur dan damai, bahkan eksistensinya sangat diakui sampai ke negara Cina, Champa, Turki dan Arabia.
Cirebon dikenal juga sebagai Puser Ing Bumi, yaitu titik temu dari aneka peradaban dan budaya yang melahirkan Tri Manunggaling Budaya (Islam, Hindu dan Cina) ditinjau dari latar belakang histori dan nilai budaya. Warisan budaya yang merupakan peninggalan masa lampau Cirebon adalah merupakan aset yang sangat bernilai bagi Pemerintahan Daerah Kota Cirebon untuk menyelenggarakan salah satu urgensi peran pemerintah, yaitu memberdayakan potensi daerahnya.
Akan tetapi pada kenyataannya Pemkot Cirebot dihadapkan pada sebuah masalah kurang seriusnya dalam merawat, melestarikan dan memberdayakan potensi budaya daerahnya. Kemewahan yang sedang dibangun sekarang di Kota Cirebon sama sekali tidak menunjukkan sumbangan kualitatif pembangunana budaya, akan tetapi cenderung pada kemegahan karya yang mengutamakan dimensi kepentingan pihak tertentu, politik dan ekonomi serta kemewahan hidup konsumtif golongan ekonomi menengah ke atas semata.
Pusat kebudayaan, seperti museum budaya, dan galeri adalah sarana pendidikan non formal yang nyaris luput dari perhatian Pemkot Cirebon dalam langkah-langkah pembangunannya. Kelangkaan sarana-sarana tersebut berdampak pada miskinnya wawasan budaya dari generasi muda.
Kebudayaan itu sendiri seperti dikatakan Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski, sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Sedangkan menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan dalam masalah pariwisata adalah seperti yang dikemukakan oleh Taylor, Soemardjan dan Soemardi di atas, yaitu lebih condong ke kesenian, adat istiadat dan hasil karya seni, rasa dan cipta masyarakat. Sehingga kebudayaan dalam konteks seperti itu merupakan potensi yang bersifat telah melekat dalam suatu daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri karena bersifat unik dalam artian tidak dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di tempat lain.
Berdasarkan latar belakang kenyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah di atas, dengan mencari dasar dari asumsi-asumsi di atas pada penelitian yang bersifat empirik, dengan mengambil judul ”ANALISIS PEMBERDAYAAN KEBUDAYAAN KOTA CIREBON DALAM MENINGKATKAN POTENSI WISATA DAERAH”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah utama yang akan menjadi pembahasan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: