ABSTRAK
Nusyuz merupakan konsepsi hukum klasik masa lalu, yang kita warisi tidak hanya sebagai bagian dari tradisi pemikiran Islam bahkan telah terkodifikasikan sebagai aturan hukum baku. Oleh banyak kritikus, konsepsi ini dinilai sangat merugikan kaum perempuan, yang mana di dalamnya melanggengkan dominasi laki-laki dan mengenyampingkan kepentingan perempuan. Hal itu tercermin dari adanya beberapa hak suami dalam menindak isteri yang nusyuz tanpa adanya batasan-batasan yang jelas. Sedangkan bagi isteri hampir tidak memiliki ruang gerak untuk mempertahankan diri dan hak-haknya di depan hukum secara seimbang. Di sinalah nilai urgensi dari penelitian ini.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sebagaimana penelitian hukum pada umumnya, pendekatan yang dipakai adalah doktrinal research guna untuk menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku berkaitan dengan persoalan yang diteliti, berupa pendapat-pendapat dan ide-ide dari para ahli hukum tentang batasan-batasan hak suami dalam memperlakukan isteri yang nusyuz. Kemudian mendiskripsikanya secara general, klasifikatif dan menganalisanya secara kritis dengan mengunakan nalar induktif. Setelah itu beralih ke nalar dedutif, dengan tujuan mengimplementasikan apa yang telah ditemukan untuk digunakan dalam melihat dan menilai adanya kemungkinan perlakuan suami yang melampaui batas-batas haknya terhadap isteri yang nusyuz dan kemungkinan sanksi pidananya.
Dalam penelitian ini, kemudian dapat diketahui bahwa di dalam pergumulan wacana fiqh klasik ternyata pemberian batasan atas hak-hak dan kewenangan suami dalam memperlakukan isteri nusyuz telah disinggung namun kurang jelas dan sistematis. Hal itu karena dalam setiap pembahasan persoalan nusyuznya isteri kerap kali melupakan asas atau prinsip dasar sebagai parameter di dalam pemberian batasan terhadap hak dan kewenangan suami atas isteri tersebut. Seperti prinsip pola relasi suami-isteri secara Islam, tujuan pemberian sanksi dan juga dalam melihat subtansi hukum dari perbuatan nusyuz itu sendiri, baik dari segi kualitas, kuantitas dan hal yang menjadi pemicu timbulnya persoalan itu.
Dalam konteks di Indonesia, yang mana mayoritas penduduknya beragama Islam dan hukum keluarga yang mereka gunakan juga hukum Islam serta masih kentalnya budaya patriakhis, persoalan hukum nusyuz kerap kali berimbas negatif terhadap posisi perempuan, bahkan dapat menjadi salah satu memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap mereka. Oleh sebab itu upaya perlindungan hukum seperti hukum pidana kiranya dapat dijadikan ‘perisai’ dalam menaggulangi segala bentuk ancaman dan tindak kekerasan terhadap mereka.
Nusyuz merupakan konsepsi hukum klasik masa lalu, yang kita warisi tidak hanya sebagai bagian dari tradisi pemikiran Islam bahkan telah terkodifikasikan sebagai aturan hukum baku. Oleh banyak kritikus, konsepsi ini dinilai sangat merugikan kaum perempuan, yang mana di dalamnya melanggengkan dominasi laki-laki dan mengenyampingkan kepentingan perempuan. Hal itu tercermin dari adanya beberapa hak suami dalam menindak isteri yang nusyuz tanpa adanya batasan-batasan yang jelas. Sedangkan bagi isteri hampir tidak memiliki ruang gerak untuk mempertahankan diri dan hak-haknya di depan hukum secara seimbang. Di sinalah nilai urgensi dari penelitian ini.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sebagaimana penelitian hukum pada umumnya, pendekatan yang dipakai adalah doktrinal research guna untuk menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku berkaitan dengan persoalan yang diteliti, berupa pendapat-pendapat dan ide-ide dari para ahli hukum tentang batasan-batasan hak suami dalam memperlakukan isteri yang nusyuz. Kemudian mendiskripsikanya secara general, klasifikatif dan menganalisanya secara kritis dengan mengunakan nalar induktif. Setelah itu beralih ke nalar dedutif, dengan tujuan mengimplementasikan apa yang telah ditemukan untuk digunakan dalam melihat dan menilai adanya kemungkinan perlakuan suami yang melampaui batas-batas haknya terhadap isteri yang nusyuz dan kemungkinan sanksi pidananya.
Dalam penelitian ini, kemudian dapat diketahui bahwa di dalam pergumulan wacana fiqh klasik ternyata pemberian batasan atas hak-hak dan kewenangan suami dalam memperlakukan isteri nusyuz telah disinggung namun kurang jelas dan sistematis. Hal itu karena dalam setiap pembahasan persoalan nusyuznya isteri kerap kali melupakan asas atau prinsip dasar sebagai parameter di dalam pemberian batasan terhadap hak dan kewenangan suami atas isteri tersebut. Seperti prinsip pola relasi suami-isteri secara Islam, tujuan pemberian sanksi dan juga dalam melihat subtansi hukum dari perbuatan nusyuz itu sendiri, baik dari segi kualitas, kuantitas dan hal yang menjadi pemicu timbulnya persoalan itu.
Dalam konteks di Indonesia, yang mana mayoritas penduduknya beragama Islam dan hukum keluarga yang mereka gunakan juga hukum Islam serta masih kentalnya budaya patriakhis, persoalan hukum nusyuz kerap kali berimbas negatif terhadap posisi perempuan, bahkan dapat menjadi salah satu memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap mereka. Oleh sebab itu upaya perlindungan hukum seperti hukum pidana kiranya dapat dijadikan ‘perisai’ dalam menaggulangi segala bentuk ancaman dan tindak kekerasan terhadap mereka.