ABSTRAK
Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat dan mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam aturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat, untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Meskipun peraturan-peraturan telah dikeluarkan, masih ada saja yang melanggar, misalnya dalam hal penganiayaan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 351-358 serta dalam tindak pembunuhan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 338-350. Terhadap para pelaku tentu saja dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam sistem hukum, baik itu diberlakukan secara resmi atau sebatas norma kemasyarakatan. Di antara sistem-sistem hukum tersebut adalah hukum positif serta hukum Islam. Kedua sistem hukum ini memuat berbagai macam peraturan dengan tujuan mewujudkan keamanan, ketertiban, serta kemaslahatan umum.
Seiring dengan perkembangan zaman yang membawa dampak di berbagai bidang, banyak sekali terjadi kasus pelanggaran hukum yang berlaku. Setiap hari terdengar penganiayaan maupun pembunuhan, baik melalui media elektronik ataupun media cetak. Lebih parah lagi, perempuan yang selama ini dianggap lemah selalu saja menjadi sasaran (obyek) kejahatan.
Sebenarnya sejauh manakah hukum Islam maupun hukum positif mengatur hal ini, terutama mengenai delik penganiayaan serta pembunuhan? Kemudian jika melihat banyaknya kasus pembunuhan janin yang sangat memprihatinkan akhir-akhir ini, maka perlu adanya peraturan yang jelas dan tegas untuk mengatasinya.
Dengan melihat ketentuan yang ada dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana positif, dapat diketahui sejauh mana kedua sistem tersebut mengatur tentang penganiayaan maupun pembunuhan secara umum untuk dapat digunakan memecahkan sebuah kasus yang khusus. Dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadp ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin.
Sesuai dengan peraturan yang ada, hukum pidana Islam mengatur penganiayaan serta pembunuhan sebagai jara’im al-qisas, kedua jenis jarimah tersebut memiliki pembagian tersendiri, yang didasarkan pada al-Qur'an ataupun as-Sunnah. Setiap pembagian tersebut memiliki sanksi pidana tertentu pula. Dalam hukum pidana Islam sanksi hukuman yang dikenakan untuk tindak penganiayaan dan pembunuhan adalah qisas, diyat, ta’zir serta kifarah.
Sedangkan mengenai pembunuhan janin dalam perut ibunya hukum pidana Islam menentukannya sebagai sebuah pembunuhan yang bersanksikan gurrah, yaitu semacam hukuman diyat yang besarnya adalah lima ratus dirham yang dibayarkan kepada si ibu atau keluarga mereka.
Hukum pidana positif juga membagi penganiayaan dan pembunuhan menjadi beberapa bagian sesuai dengan berat ringannya perbuatan serta akibat yang ditimbulkan. Pembagian tersebut berdampak pula dalam pemberian pidananya. Hukuman yang berlaku untuk tindak penganiayaan adalah hukuman penjara. Begitu pula dalam pembunuhan, kecuali pada pembunuhan berencana, yaitu diancam dengan hukuman mati.
Sedang membunuh janin dalam kandungan menurut KUHP bisa dikatagorikan sebagai penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dengtan pengertian luka berat sesuai dengan Pasal 90 KUHP, atau juga dikatagorikan sebagai pengguguran kandungan yang dilakukan oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu seperti diatur dalam Pasal 347 KUHP. Masing-masing katagori tersebut tentunya memiliki ancaman pidana yang berbeda.
Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat dan mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam aturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat, untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Meskipun peraturan-peraturan telah dikeluarkan, masih ada saja yang melanggar, misalnya dalam hal penganiayaan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 351-358 serta dalam tindak pembunuhan yang bertentangan dengan KUHP Pasal 338-350. Terhadap para pelaku tentu saja dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam sistem hukum, baik itu diberlakukan secara resmi atau sebatas norma kemasyarakatan. Di antara sistem-sistem hukum tersebut adalah hukum positif serta hukum Islam. Kedua sistem hukum ini memuat berbagai macam peraturan dengan tujuan mewujudkan keamanan, ketertiban, serta kemaslahatan umum.
Seiring dengan perkembangan zaman yang membawa dampak di berbagai bidang, banyak sekali terjadi kasus pelanggaran hukum yang berlaku. Setiap hari terdengar penganiayaan maupun pembunuhan, baik melalui media elektronik ataupun media cetak. Lebih parah lagi, perempuan yang selama ini dianggap lemah selalu saja menjadi sasaran (obyek) kejahatan.
Sebenarnya sejauh manakah hukum Islam maupun hukum positif mengatur hal ini, terutama mengenai delik penganiayaan serta pembunuhan? Kemudian jika melihat banyaknya kasus pembunuhan janin yang sangat memprihatinkan akhir-akhir ini, maka perlu adanya peraturan yang jelas dan tegas untuk mengatasinya.
Dengan melihat ketentuan yang ada dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana positif, dapat diketahui sejauh mana kedua sistem tersebut mengatur tentang penganiayaan maupun pembunuhan secara umum untuk dapat digunakan memecahkan sebuah kasus yang khusus. Dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadp ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin.
Sesuai dengan peraturan yang ada, hukum pidana Islam mengatur penganiayaan serta pembunuhan sebagai jara’im al-qisas, kedua jenis jarimah tersebut memiliki pembagian tersendiri, yang didasarkan pada al-Qur'an ataupun as-Sunnah. Setiap pembagian tersebut memiliki sanksi pidana tertentu pula. Dalam hukum pidana Islam sanksi hukuman yang dikenakan untuk tindak penganiayaan dan pembunuhan adalah qisas, diyat, ta’zir serta kifarah.
Sedangkan mengenai pembunuhan janin dalam perut ibunya hukum pidana Islam menentukannya sebagai sebuah pembunuhan yang bersanksikan gurrah, yaitu semacam hukuman diyat yang besarnya adalah lima ratus dirham yang dibayarkan kepada si ibu atau keluarga mereka.
Hukum pidana positif juga membagi penganiayaan dan pembunuhan menjadi beberapa bagian sesuai dengan berat ringannya perbuatan serta akibat yang ditimbulkan. Pembagian tersebut berdampak pula dalam pemberian pidananya. Hukuman yang berlaku untuk tindak penganiayaan adalah hukuman penjara. Begitu pula dalam pembunuhan, kecuali pada pembunuhan berencana, yaitu diancam dengan hukuman mati.
Sedang membunuh janin dalam kandungan menurut KUHP bisa dikatagorikan sebagai penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dengtan pengertian luka berat sesuai dengan Pasal 90 KUHP, atau juga dikatagorikan sebagai pengguguran kandungan yang dilakukan oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu seperti diatur dalam Pasal 347 KUHP. Masing-masing katagori tersebut tentunya memiliki ancaman pidana yang berbeda.