BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan yang didukung oleh teknologi berkembang pesat atau semakin maju. Teknologi berperan sebagai salah satu sarana dan prasarana yang mampu mendukung berkembangnya ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya situs-situs internet yang mampu mengakses informasi tentang ilmu pengetahuan yang kita butuhkan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan oleh setiap orang karena tanpa mengikuti perkembangan IPTEK maka sebagai manusia akan selalu tertinggal.
Melalui pendidikan, kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia dan pada proses tersebut guru mempunyai posisi yang sangat strategis (Sudjana, 2004). Atau pendidikan adalah bagian dari kebudayaan (Pidarta, 2000), maka pendidikan inilah yang nantinya akan mengangkat derajat manusia sebagai mahluk budaya yaitu mahluk yang diberikan kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan. Jadi, secara tidak langsung teknologi ikut berperan dalam dunia pendidikan, sehingga mampu melahirkan sumber daya manusia yang handal yang mampu bersaing di era globalisasi saat ini. Namun, bukan berarti 100% keberhasilan pendidikan hanya ditentukan oleh teknologi saja, tetapi didukung juga oleh sarana dan prasarana penunjang lain, diantaranya adalah tenaga pendidik atau guru, media pembelajaran, metode, dan sabagainya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang terjadi pada lingkungan sekolah. Pendidikan di sekolah menitik beratkan pada proses pembelajaran. Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari (Djamarah, 1994). Pendapat lain juga mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau mempertegas kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2003). Jadi, belajar adalah suatu kegiatan atau aktifitas sadar untuk memperoleh kesan yang menjadi suatu pengalaman.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar dapat dinilai atau diukur melalui evaluasi. Evaluasi hasil belajar mencerminkan hasil prestasi yang diraih oleh siswa. Evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga yakni ranah kignitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik (Dimyati, 2002).
Evaluasi hasil belajar mencerminkan prestasi yang diraih oleh siswa. prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 1994). Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, kesehatan, rasa aman dan sebagainya, tetapi secara umum dapat digolongkan menajadi dua golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Slameto, 1995). Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, seperti faktor fisiologis dan faktor psikologi sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang timbul dari luar anak, seperti faktor keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.
Berdasarkan data tentang prestasi belajar siswa di MA Yusuf Abdussatar pada mata pelajaran kimia semester I tahun pelajaran 2005/2006, mencapai rata-rata 6,0. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang dicapai tergolong sedang dan bisa dikatakan bahwa mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang sulit.
Berkenaan dengan masalah di atas, peneliti mencoba untuk mengatasi kesulitan belajar siswa melalui penerapan model pengajaran Direct Instruction atau pengajaran langsung. Model pengajaran Direct Instruction merupakan suatu model pengajaran yang bersifat Teacher Center (Depdiknas, 2004), artinya peran atau tugas guru lebih dominan. Penerapan model Direct Instruction (pengajaran langsung) ini memiliki keuntungan dalam proses pembelajaran yaitu siswa memperoleh pengetahuan prosedural dan siswa mampu memahami pengetahuan deklaratif.
Pada model pengajaran Direct Instruction atau pengajaran langsung terdapat lima fase yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu fase pertama menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, fase kedua mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, fase ketiga membimbing pelatihan, fase keempat mengecek pemahaman dan memberi umpan balik, dan fase kelima memberikan kesimpulan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan (Depdiknas, 2004).
Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, misalnya bagai mana cara menggunakan neraca lengan (Ohauss), dan bagaimana melakukan suatu eksperimen. Guru juga membantu siswa untuk memahami pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu (dapat diungkapkan dengan kata-kata), misalnya nama-nama bagian neraca Ohauss (Depdiknas, 2004). Maka, dengan penerapan model pengajaran langsung anak didik diberikan pengetahuan tentang makna dari sesuatu dan bagaimana melakukan sesuatu, sehingga dapat memperbaiki prestasi belajar anak didik.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan yang didukung oleh teknologi berkembang pesat atau semakin maju. Teknologi berperan sebagai salah satu sarana dan prasarana yang mampu mendukung berkembangnya ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya situs-situs internet yang mampu mengakses informasi tentang ilmu pengetahuan yang kita butuhkan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan oleh setiap orang karena tanpa mengikuti perkembangan IPTEK maka sebagai manusia akan selalu tertinggal.
Melalui pendidikan, kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia dan pada proses tersebut guru mempunyai posisi yang sangat strategis (Sudjana, 2004). Atau pendidikan adalah bagian dari kebudayaan (Pidarta, 2000), maka pendidikan inilah yang nantinya akan mengangkat derajat manusia sebagai mahluk budaya yaitu mahluk yang diberikan kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan. Jadi, secara tidak langsung teknologi ikut berperan dalam dunia pendidikan, sehingga mampu melahirkan sumber daya manusia yang handal yang mampu bersaing di era globalisasi saat ini. Namun, bukan berarti 100% keberhasilan pendidikan hanya ditentukan oleh teknologi saja, tetapi didukung juga oleh sarana dan prasarana penunjang lain, diantaranya adalah tenaga pendidik atau guru, media pembelajaran, metode, dan sabagainya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang terjadi pada lingkungan sekolah. Pendidikan di sekolah menitik beratkan pada proses pembelajaran. Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari (Djamarah, 1994). Pendapat lain juga mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau mempertegas kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2003). Jadi, belajar adalah suatu kegiatan atau aktifitas sadar untuk memperoleh kesan yang menjadi suatu pengalaman.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar dapat dinilai atau diukur melalui evaluasi. Evaluasi hasil belajar mencerminkan hasil prestasi yang diraih oleh siswa. Evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga yakni ranah kignitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik (Dimyati, 2002).
Evaluasi hasil belajar mencerminkan prestasi yang diraih oleh siswa. prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 1994). Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, kesehatan, rasa aman dan sebagainya, tetapi secara umum dapat digolongkan menajadi dua golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Slameto, 1995). Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, seperti faktor fisiologis dan faktor psikologi sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang timbul dari luar anak, seperti faktor keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.
Berdasarkan data tentang prestasi belajar siswa di MA Yusuf Abdussatar pada mata pelajaran kimia semester I tahun pelajaran 2005/2006, mencapai rata-rata 6,0. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang dicapai tergolong sedang dan bisa dikatakan bahwa mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang sulit.
Berkenaan dengan masalah di atas, peneliti mencoba untuk mengatasi kesulitan belajar siswa melalui penerapan model pengajaran Direct Instruction atau pengajaran langsung. Model pengajaran Direct Instruction merupakan suatu model pengajaran yang bersifat Teacher Center (Depdiknas, 2004), artinya peran atau tugas guru lebih dominan. Penerapan model Direct Instruction (pengajaran langsung) ini memiliki keuntungan dalam proses pembelajaran yaitu siswa memperoleh pengetahuan prosedural dan siswa mampu memahami pengetahuan deklaratif.
Pada model pengajaran Direct Instruction atau pengajaran langsung terdapat lima fase yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu fase pertama menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, fase kedua mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, fase ketiga membimbing pelatihan, fase keempat mengecek pemahaman dan memberi umpan balik, dan fase kelima memberikan kesimpulan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan (Depdiknas, 2004).
Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, misalnya bagai mana cara menggunakan neraca lengan (Ohauss), dan bagaimana melakukan suatu eksperimen. Guru juga membantu siswa untuk memahami pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu (dapat diungkapkan dengan kata-kata), misalnya nama-nama bagian neraca Ohauss (Depdiknas, 2004). Maka, dengan penerapan model pengajaran langsung anak didik diberikan pengetahuan tentang makna dari sesuatu dan bagaimana melakukan sesuatu, sehingga dapat memperbaiki prestasi belajar anak didik.