BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan tidak dapat digerakan tanpa adanya dukungan dana terutama yang berasal dari dalam negeri sehingga pada sektor ini penerimaan dalam negeri sangat diperlukan. Pemerintah berupaya setiap tahunnya penerimaan dalam negeri terutama dari pajak terus meningkat. Demikian penting pajak bagi negara, maka pemungutannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 huruf (a), bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang.
Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). pengaturan PBB, terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, yang di ubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan atau yang disebut dengan UUPBB.Undang-undang ini merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, penguasaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara, yaitu suatu jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak dengan instansi operasionalnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Kemudian menurut pasal 18 UU PBB, menyebutkan:
a. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) untuk pemerintahan daerah tingkat II dan pemerintah daerak tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan (pemerintahan daerah tingkat II sekarang adalah pemerintah kabupaten sedangkan pemerintahan tingkat I adalah pemerintahan propinsi).
b. Bagian penerimaan pemerintahan daerah sebagai mana yang dimaksud dalam Ayat (1), sebagian besar diberikan kepada pemerintah daerah tingkat II (pemerintahan kabupaten).
c. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Umumnya masyarakat yang tidak membayar PBB dikarenakan keadaan ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, serta kurangnya kesadaran dan kepatuhan untuk membayar pajak atau bahkan tidak tahu seluk beluk pajak. Disamping itu, ada juga orang yang memiliki perekonomian, pendidikan yang baik serta yang tahu seluk beluk pajak dan manfaat pajak bagi negara maupun bagi dirinya sendiri tidak membayar pajak atau tidak disiplin tepat pada waktunya membayar PBB. Maka, diperlukan sanksi dan alat paksa yang dapat digunakan untuk memaksa wajib pajak agar menerapkan kewajibanya dan sadar akan kewajibanya.
Menurut Rochmat Soemitro (1991:85), sanksi pajak itu sendiri ada dua jenis yaitu:
a. Sanksi Pidana adalah sanksi yang dijatuhkan oleh hakim pidana dalam suatu putusan (vonnis) dalam sidangnya kepada seseorang,baik ia wajib pajak,orang belusm wajib pajak maupun pejabat pajak,yang telah melakukan perbuatan-perbuatan dibidang perpajakan yang memenuhi rumusan Undang-Undang yang oleh Undang-Undang diancam dengan sanksi pidana.
b. Sanksi Administratif, sifat dan pelaksanaanya lain dari pada sanksi pidana. Sanksi Administratif adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pejabat Administrasi terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang dikualifikasikan lebih ringan daripada tindak pidana, yang selalu berupa sejumlah uang, baik suatu jumlah tetap atau suatu perkalian atau persentase dari jumlah pajak yang terutang.
Sanksi administratif bagi wajib PBB telah diatur dalm UUPBB yaitu Pasal 9 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (2), (3) dan Ayat (4) dan dalam Pasal 11 Ayat (3) UUPBB adalah sebagai berikut:
a. denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) walaupun sudah ditegur secara tertulis seperti yang dirumuskan dalam Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan Ayat (3) UUPBB.
b. denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang bagi wajib pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Drirektorat Jendral Pajak). Hal tersebut telah dirumuskan dalam Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UUPBB.
c. dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan,yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling lama 24 bulan untuk pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau pembayaran kurang, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11 Ayat (3) UU PBB.
Dalam penjatuhkan sanksi Administratif dilakukan oleh aparatur negara yang terdiri dari fungsionaris/ pejabat atau lembaga negara yang diberi wewenang dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk melaksanakan segala ketentuan yang sudah ditentukan dalam undang-undang perpajakan.
Untuk memudahkan wajib pajak menerapkan kewajibannya, maka pemerintah menyediakan berbagai fasilitas diantaranya adalah: Bank, Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal ini menunjukan begitu besarnya perhatian dan fasilitas yang diberikan kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya, tetapi dilapangan dalam penerapan pemungutan PBB tidak semudah yang dibayangkan karena masih ada wajib pajak yang belum menyadari akan pentingnya pemenuhan kewajiban tersebut bagi dirinya dan Negara, sehingga mereka belum mau membayar PBB.
Dalam hal penerapan pemungutan PBB pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Utara, ditemukan bahwa terdapat permasalahan ketidakpatuhan/kelalaian wajib pajak PBB di Kabupaten lampung Utara. Hal ini tergambar data tentang target dan capaian pendapatan pajak PBB Kabupaten Lampung Utara tahun anggaran 2008, sebagai berikut: PBB yang ditergetkan oleh APBD sebesar Rp.4.998.769.768,- tetapi realisasinya hanya mencapai Rp.3.698.369.808,- atau 73,99 %dengan capaian terendah yang terdapat di Kecamatan Sungkai Selatan yaitu Rp.246.313.030,- atau 57,22%.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji permasalahan yang ada dan membahas permasalahan tersebut kedalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap Ketidakpatuhan Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Di Kecamatan Sungkai Selatan Lampung Utara”.
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana bentuk-bentuk atau jenis-jenis sanksi administrasi dalam penerapan terhadap ketidakpatuhan membayar pajak bumi dan bangunan yaitu berupa:
a. Bagaimana penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan ?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat penerapan sanksi administratif terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami:
a. Untuk mengetahui dan memahami penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
b. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang menghambat penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna, baik secara teoritis dan praktis:
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk dapat menemukan atau menghasilkan tatacara penerapan sanksi administrasi kepada wajib pajak PBB yang tidak patuh menunaikan kewajiban
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini berguna sebagai acuan atau referensi bagi pemerintahan daerah dalam rangka menghasilkan keputusan pemberian sanksi administrasi terhadap wajib pajak PBB yang tidak patuh menunaikan kewajibannya.
1.1 Latar Belakang
Pembangunan tidak dapat digerakan tanpa adanya dukungan dana terutama yang berasal dari dalam negeri sehingga pada sektor ini penerimaan dalam negeri sangat diperlukan. Pemerintah berupaya setiap tahunnya penerimaan dalam negeri terutama dari pajak terus meningkat. Demikian penting pajak bagi negara, maka pemungutannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 huruf (a), bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang.
Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). pengaturan PBB, terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, yang di ubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan atau yang disebut dengan UUPBB.Undang-undang ini merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, penguasaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara, yaitu suatu jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak dengan instansi operasionalnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Kemudian menurut pasal 18 UU PBB, menyebutkan:
a. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) untuk pemerintahan daerah tingkat II dan pemerintah daerak tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan (pemerintahan daerah tingkat II sekarang adalah pemerintah kabupaten sedangkan pemerintahan tingkat I adalah pemerintahan propinsi).
b. Bagian penerimaan pemerintahan daerah sebagai mana yang dimaksud dalam Ayat (1), sebagian besar diberikan kepada pemerintah daerah tingkat II (pemerintahan kabupaten).
c. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Umumnya masyarakat yang tidak membayar PBB dikarenakan keadaan ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, serta kurangnya kesadaran dan kepatuhan untuk membayar pajak atau bahkan tidak tahu seluk beluk pajak. Disamping itu, ada juga orang yang memiliki perekonomian, pendidikan yang baik serta yang tahu seluk beluk pajak dan manfaat pajak bagi negara maupun bagi dirinya sendiri tidak membayar pajak atau tidak disiplin tepat pada waktunya membayar PBB. Maka, diperlukan sanksi dan alat paksa yang dapat digunakan untuk memaksa wajib pajak agar menerapkan kewajibanya dan sadar akan kewajibanya.
Menurut Rochmat Soemitro (1991:85), sanksi pajak itu sendiri ada dua jenis yaitu:
a. Sanksi Pidana adalah sanksi yang dijatuhkan oleh hakim pidana dalam suatu putusan (vonnis) dalam sidangnya kepada seseorang,baik ia wajib pajak,orang belusm wajib pajak maupun pejabat pajak,yang telah melakukan perbuatan-perbuatan dibidang perpajakan yang memenuhi rumusan Undang-Undang yang oleh Undang-Undang diancam dengan sanksi pidana.
b. Sanksi Administratif, sifat dan pelaksanaanya lain dari pada sanksi pidana. Sanksi Administratif adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pejabat Administrasi terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang dikualifikasikan lebih ringan daripada tindak pidana, yang selalu berupa sejumlah uang, baik suatu jumlah tetap atau suatu perkalian atau persentase dari jumlah pajak yang terutang.
Sanksi administratif bagi wajib PBB telah diatur dalm UUPBB yaitu Pasal 9 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (2), (3) dan Ayat (4) dan dalam Pasal 11 Ayat (3) UUPBB adalah sebagai berikut:
a. denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) walaupun sudah ditegur secara tertulis seperti yang dirumuskan dalam Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan Ayat (3) UUPBB.
b. denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang bagi wajib pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Drirektorat Jendral Pajak). Hal tersebut telah dirumuskan dalam Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UUPBB.
c. dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan,yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling lama 24 bulan untuk pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau pembayaran kurang, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11 Ayat (3) UU PBB.
Dalam penjatuhkan sanksi Administratif dilakukan oleh aparatur negara yang terdiri dari fungsionaris/ pejabat atau lembaga negara yang diberi wewenang dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk melaksanakan segala ketentuan yang sudah ditentukan dalam undang-undang perpajakan.
Untuk memudahkan wajib pajak menerapkan kewajibannya, maka pemerintah menyediakan berbagai fasilitas diantaranya adalah: Bank, Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal ini menunjukan begitu besarnya perhatian dan fasilitas yang diberikan kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya, tetapi dilapangan dalam penerapan pemungutan PBB tidak semudah yang dibayangkan karena masih ada wajib pajak yang belum menyadari akan pentingnya pemenuhan kewajiban tersebut bagi dirinya dan Negara, sehingga mereka belum mau membayar PBB.
Dalam hal penerapan pemungutan PBB pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Utara, ditemukan bahwa terdapat permasalahan ketidakpatuhan/kelalaian wajib pajak PBB di Kabupaten lampung Utara. Hal ini tergambar data tentang target dan capaian pendapatan pajak PBB Kabupaten Lampung Utara tahun anggaran 2008, sebagai berikut: PBB yang ditergetkan oleh APBD sebesar Rp.4.998.769.768,- tetapi realisasinya hanya mencapai Rp.3.698.369.808,- atau 73,99 %dengan capaian terendah yang terdapat di Kecamatan Sungkai Selatan yaitu Rp.246.313.030,- atau 57,22%.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji permasalahan yang ada dan membahas permasalahan tersebut kedalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap Ketidakpatuhan Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Di Kecamatan Sungkai Selatan Lampung Utara”.
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana bentuk-bentuk atau jenis-jenis sanksi administrasi dalam penerapan terhadap ketidakpatuhan membayar pajak bumi dan bangunan yaitu berupa:
a. Bagaimana penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan ?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat penerapan sanksi administratif terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami:
a. Untuk mengetahui dan memahami penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
b. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang menghambat penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna, baik secara teoritis dan praktis:
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk dapat menemukan atau menghasilkan tatacara penerapan sanksi administrasi kepada wajib pajak PBB yang tidak patuh menunaikan kewajiban
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini berguna sebagai acuan atau referensi bagi pemerintahan daerah dalam rangka menghasilkan keputusan pemberian sanksi administrasi terhadap wajib pajak PBB yang tidak patuh menunaikan kewajibannya.