BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Memasuki pasar bebas AFTA (Asia Free Trafe Area) tahun 2003, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional.
Bagi Indonesia beberapa jenis komoditi ekspor sangat mendapat perhatian dari pemerintah, karena secara umum perekonomian Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditi migas sebagai penyumbang devisa dalam pembangunan. Itulah sebabnya deregulasi dan debirokratisasi yang pemerintah gulirkan sampai saat ini diarahkan pada peningkatan dan kemajuan eksport produk-produk non migas. Tetapi pada saat yang bersamaan terjadi ketimpangan lain yang perlu segera ditangani dan dibenahi, seperti misalnya perangkat hukumnya.
Persaingan bebas di tingkat internasional berarti efisiensi dan keharusan adanya kepastian hukum. Perdagangan dalam partai besar yang ditujukan untuk ekspor sangat dominan dilakukan melalui laut. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir banyak menggunakan sistem container.
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui negara dapat dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan modern yang digerakkan secara mekanik.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyebaran perdagangan, barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai keseluruh pelosok tanah air.
Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan.
Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
Subyek perjanjian pengangkutan meliputi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, subyek pengangkutan mempunyai status yang diakui oleh hukum, yaitu sebagai pendukung kewajiban dan hak dalam pengangkutan. Pendukung kewajiban dan hak ini dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan mengadakan persetujuan yang meliputi apa yang menjadi obyek pengakutan, tujuan yang hendak dicapai, syarat-syarat dan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai melalui perjanjian pengangkutan.
Obyek perjanjian pengangkutan adalah apa yang diangkut (muatan barang), biaya pengangkutan dan alat pengangkutan. Muatan barang meliputi berbagai jenis barang dan hewan yang diakui sah oleh undang- undang.
Jadi jelaslah bahwa pengangkutan laut sebagai sarana untuk pengiriman barang, baik ekspor maupun impor sangat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun ada kalanya dalam pengangkutan barang menghadapi kemungkinan terjadinya keterlambatan, kerusakan atau hilang dan yang lebih buruk dari hal itu disalahgunakannya untuk kepentingan melawan hukum. Oleh karena itu dalam hal ini PT. Djakarta Lloyd sebagai pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk melindungi muatan barang agar selamat sampai di tempat tujuan.
Meningkatnya volume ekspor dan jenis komoditinya mengundang pelaku bisnis dan ekonomi dan khususnya pengusaha kapal, perusahaan perkapalan juga eksportir maupun importir untuk menata diri dan tanggap pada gejala kemungkinan resiko yang timbul dari pengangkutan barang dengan sistem container.
Walaupun sistem container dianggap lebih aman dan ringkas untuk pengangkutan barang-barang ekspor dan impor, namun peluang disalahgunakan untuk mencari keuntungan ekonomi atau politis secara melawan hukum tetap ada.
B. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis menguraikan tentang perjanjian pengangkutan, dimana dalam pengangkutan itu jenisnya bermacam-macam dan obyeknya berupa muatan barang dan orang atau penumpang. Pada penulisan kali ini penulis membatasi masalah hanya berkisar pada perjanjian pengangkutan laut, sedangkan obyeknya penulis membatasi pada masalah muatan barang. Muatan barang disini maksudnya tidak hanya sejenis, tetapi barang disini dapat berupa barang apa saja, baik itu barang-barang berbobot, butiran kering, barang cair dan barang yang memerlukan pendinginan (mudah membusuk).
2. Perumusan Masalah
Dalam kaitannya dengan latar belakang tersebut di atas, maka perlu diadakan perumusan masalah yang akan menjadi dasar penulisan. Masalah pengangkutan barang melalui kapal laut dengan mempergunakan sistem container pada PT. Djakarta Lloyd, dapat dirumuskan sebgai berikut :
a. Bagaimanakah terjadinya perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?
b. Akibat apakah yang ditimbulkan dari perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?
c. Sejauhmanakah tanggung jawab pengangkutan barang melalui kapal laut?
d. Bagaimana perjanjian pengangkutan barang dengan sistem container melalui kapal laut pada PT. Djakarta Lloyd?
e. Sejauhmanakah keuntungan pengangkutan barang melalui kapal laut berdasarkan sistem container?
f. Bagaimana prinsip-prinsip hukum Islam mengenai perjanjian pengangkutan barang di laut?
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Memasuki pasar bebas AFTA (Asia Free Trafe Area) tahun 2003, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional.
Bagi Indonesia beberapa jenis komoditi ekspor sangat mendapat perhatian dari pemerintah, karena secara umum perekonomian Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditi migas sebagai penyumbang devisa dalam pembangunan. Itulah sebabnya deregulasi dan debirokratisasi yang pemerintah gulirkan sampai saat ini diarahkan pada peningkatan dan kemajuan eksport produk-produk non migas. Tetapi pada saat yang bersamaan terjadi ketimpangan lain yang perlu segera ditangani dan dibenahi, seperti misalnya perangkat hukumnya.
Persaingan bebas di tingkat internasional berarti efisiensi dan keharusan adanya kepastian hukum. Perdagangan dalam partai besar yang ditujukan untuk ekspor sangat dominan dilakukan melalui laut. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir banyak menggunakan sistem container.
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.
Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui negara dapat dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan modern yang digerakkan secara mekanik.
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyebaran perdagangan, barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai keseluruh pelosok tanah air.
Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan.
Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
Subyek perjanjian pengangkutan meliputi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, subyek pengangkutan mempunyai status yang diakui oleh hukum, yaitu sebagai pendukung kewajiban dan hak dalam pengangkutan. Pendukung kewajiban dan hak ini dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan mengadakan persetujuan yang meliputi apa yang menjadi obyek pengakutan, tujuan yang hendak dicapai, syarat-syarat dan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai melalui perjanjian pengangkutan.
Obyek perjanjian pengangkutan adalah apa yang diangkut (muatan barang), biaya pengangkutan dan alat pengangkutan. Muatan barang meliputi berbagai jenis barang dan hewan yang diakui sah oleh undang- undang.
Jadi jelaslah bahwa pengangkutan laut sebagai sarana untuk pengiriman barang, baik ekspor maupun impor sangat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun ada kalanya dalam pengangkutan barang menghadapi kemungkinan terjadinya keterlambatan, kerusakan atau hilang dan yang lebih buruk dari hal itu disalahgunakannya untuk kepentingan melawan hukum. Oleh karena itu dalam hal ini PT. Djakarta Lloyd sebagai pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk melindungi muatan barang agar selamat sampai di tempat tujuan.
Meningkatnya volume ekspor dan jenis komoditinya mengundang pelaku bisnis dan ekonomi dan khususnya pengusaha kapal, perusahaan perkapalan juga eksportir maupun importir untuk menata diri dan tanggap pada gejala kemungkinan resiko yang timbul dari pengangkutan barang dengan sistem container.
Walaupun sistem container dianggap lebih aman dan ringkas untuk pengangkutan barang-barang ekspor dan impor, namun peluang disalahgunakan untuk mencari keuntungan ekonomi atau politis secara melawan hukum tetap ada.
B. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis menguraikan tentang perjanjian pengangkutan, dimana dalam pengangkutan itu jenisnya bermacam-macam dan obyeknya berupa muatan barang dan orang atau penumpang. Pada penulisan kali ini penulis membatasi masalah hanya berkisar pada perjanjian pengangkutan laut, sedangkan obyeknya penulis membatasi pada masalah muatan barang. Muatan barang disini maksudnya tidak hanya sejenis, tetapi barang disini dapat berupa barang apa saja, baik itu barang-barang berbobot, butiran kering, barang cair dan barang yang memerlukan pendinginan (mudah membusuk).
2. Perumusan Masalah
Dalam kaitannya dengan latar belakang tersebut di atas, maka perlu diadakan perumusan masalah yang akan menjadi dasar penulisan. Masalah pengangkutan barang melalui kapal laut dengan mempergunakan sistem container pada PT. Djakarta Lloyd, dapat dirumuskan sebgai berikut :
a. Bagaimanakah terjadinya perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?
b. Akibat apakah yang ditimbulkan dari perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?
c. Sejauhmanakah tanggung jawab pengangkutan barang melalui kapal laut?
d. Bagaimana perjanjian pengangkutan barang dengan sistem container melalui kapal laut pada PT. Djakarta Lloyd?
e. Sejauhmanakah keuntungan pengangkutan barang melalui kapal laut berdasarkan sistem container?
f. Bagaimana prinsip-prinsip hukum Islam mengenai perjanjian pengangkutan barang di laut?
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: