BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam perjalanan sejarah nasional, keberadaan organisasi Muhammadiyah memiliki peranan penting. Berbagai aktivitas dan amal usaha Muhammadiyah ditampilkan sebagai upaya menjawab dan mengantisipasi kebutuhan umat Islam dan bangsa, baik melalui jalur pendidikan, pelayanan dan peningkatan kesejahteraan sosial, penyediaan sarana ibadah, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Dalam rentang waktu 90 tahun, aktivitasnya sampai sekarang masih dapat dirasakan hampir merata di seluruh daerah. Keberhasilan Muhammadiyah dalam membina umat, tidak terlepas dari ketepatannya dalam menentukan arah dan prinsip yang melandasi cita-cita perjuangannya, yaitu disamping meningkatkan kesejahteraan kehidupan umat sekaligus melakukan pemurnian ajaran Islam dan pembaruan dalam metode pemahaman yang dikenal dengan istilah tajdid. Terdapat dua perbedaan dalam memformulasikan konsepsi tajdid, yakni tajdid untuk mengembalikan kepada aslinya (pemurnian) dengan mengambil sumber hukum yang tegas (qath’i), dan tajdid sebagai modernisasi, ditujukan pada persoalan yang belum ada hukum yang tegas (dhani), seperti : metode, sistem, teknik, strategi dan sebagainya.
Umat Islam di era modernisasi saat ini, dituntut lebih peduli dan terpanggil untuk meneruskan serta mengembangkan cita-cita yang telah dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan. Perwujudannya dapat dilihat semakin maraknya pembangunan amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi di daerah.
Secara kuantitatif, Muhammadiyah telah berhasil menampilkan diri sebagai organisasi Islam dan organisasi dakwah yang paling berpengaruh sampai sekarang. Hanya saja secara kualitatif belum menampakkan keberhasilannya dalam mewujudkan gagasan pembaruannya dan lebih disibukkan oleh kegiatan rutinitas. Menurut pendapat M. Yunan Yusuf bahwa dalam proses perkembangan cita-cita tajdid Muhammadiyah lebih mengarah pada pemurnian ajaran Islam, sehingga terlihat isu sentral pembaruannya berkisar pada pemberantasan takhayyul, khurafat, syirk dalam bidang aqidah, serta membersihkan bid’ah dalam masalah ibadah. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa ide dan gagasan Muhammadiyah yang dicetuskan belum dapat mencapai sasarannya. Menurut Harun Nasution, pembaruan tersebut tidak terbatas pada pemurnian dengan mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah tetapi pembaruan dalam menafsirkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ditambahkan pula, bahwa pembaruan itu juga mengandung fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah pemahaman dan adat istiadat institusi-institusi lama dan lain sebagainya agar disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekarang, juga dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan lahirnya pergerakan Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia terbuka bagi perkembangan di berbagai bidang, baik sosial kemasyarakatan maupun bidang keagamaan. Usaha tajdid yang dilakukan Muhammadiyah membawa perubahan dalam kehidupan keberagamaan dengan tujuan memurnikan umat Islam dengan sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Usaha tersebut berfungsi untuk membebaskan umat Islam dari belenggu kekolotan, kesyirikan yang bertalian dengan pemujaan pada pohon-pohon, batu-batu, dan benda-benda keramat, yang oleh sebagian masyarakat hal itu masih dipercayai .
Ikatan Remaja Muhammadiyah (selanjutnya disingkat IRM) yang dibahas dalam studi ini merupakan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah. Dahulu organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang didirikan di Surakarta pada tanggal 18 Juli 1961. Pada masa inilah para pelajar Muhammadiyah beraktivitas sampai dengan perubahan segmentasi garapan dari pelajar menjadi remaja.
IRM merupakan organisasi dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar di kalangan remaja dengan mengambil aqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada hakikatnya, IRM memiliki arah pengembangan untuk mencapai sumber daya manusia yang optimal dalam kehidupan sosial keagamaan. Keberadaan IRM menjadi sangat penting, karena peranan pentingnya dalam kehidupan masyarakat mampu menambah wawasan keilmuan dan meningkatkan kreativitas remaja baik di bidang keagamaan maupun bidang sosial kemasyarakatan.
Sejak tahun 1992 sampai 2002, IRM sebagai organisasi sosial keagamaan mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan ini didukung oleh struktur kepemimpinan yang terbagi menjadi kepemimpinan vertikal dan horizontal. Struktur vertikal terdiri dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. Adapun IRM di Bantul merupakan organisasi yang berada pada pimpinan tingkat daerah, sedangkan struktur kepemimpinan horizontal terdiri dari Ketua Umum, Ketua Bidang atau Lembaga, Sekretariat Umum dan Bendahara Umum, serta Anggota .
Aktivitas IRM merupakan media pendukung usaha dakwah Islam Muhammadiyah, dan mengembangkan amal usaha Muhammadiyah agar dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Bentuk aktivitas IRM merupakan wujud dari pemahaman isi dan kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah, meliputi : bidang sosial kemasyarakatan dan bidang keagamaan, misalnya, bentuk pengajian umum, pengajian akbar, pelatihan-pelatihan kader, bazar, bakti sosial, dan lain sebagainya. Dalam aktivitas organisasi IRM bertujuan untuk menumbuhkan kader-kader muda Muhammadiyah di berbagai tingkat struktural. Secara khusus IRM menyampaikan ajaran kebaikan dengan benar. Dalam pencapaiannya tidak terlepas dari peran mahasiswa, santri dan pelajar sebagai sumber daya manusia yang menunjang keberhasilan pelaksanaan program kerjanya. Peranan mereka menyelenggarakan kegiatan di kota memberi tambahan pengalaman dalam memacu kreatifitas berorganisasi mereka di tingkat daerah. Kegiatan pendukung yang diselenggarakan oleh IRM Daerah Bantul ialah mengundang mubaligh dari kota untuk mengisi pengajian. Dari kegiatan itu pertumbuhan IRM mulai meluas ke wilayah Bantul.
Keberadaan IRM Daerah Bantul merupakan perkembangan organisasi sebelumnya yakni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (selanjutnya ditulis IPM). Di Bantul aktivitas IPM diawali dengan berdirinya group-group kelompok belajar (sekarang ranting) di Sanden, Srandakan dan Sewon pada tahun 1964-1965. Setahun kemudian terbentuk IPM Bantul Selatan. Pada tahun 1966 pertumbuhan group-group kelompok belajar di beberapa tempat seperti kelompok belajar Trirenggo, Bantul Kota, Pandak, Imogiri, Kretek, Bambanglipuro dan Kasihan serta IPM Bantul Selatan, merupakan embrio bagi pembentukan pimpinan daerah IPM Bantul.
Muhammadiyah Daerah Kabupaten Bantul sendiri didirikan pada tahun 1965, kemudian selang 2 tahun didirikan IPM Daerah Kabupaten Bantul oleh Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1967. Pihak Muhammadiyah merestui keberadaannya dalam rangka melengkapi pembinaan kader yang sudah ada pada waktu itu, yaitu Pimpinan Daerah Aisyiah, Pimpinan Pemuda Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Nasyi’atul Aisyiah.
Pada kurun waktu 1967-1971 sosialisasi IPM didukung oleh keberadaan lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah sebelumnya, yaitu Sekolah Lanjutan Pertama Muhammadiyah Gesikan (SLTP M Gesikan) sekarang menjadi SLTP M 1 Bantul didirikan pada tahun 1955 dan Sekolah Menengah Umum Muhammadiyah 1 Bantul yang didirikan tahun 1965. Aktivitas IPM pada awal periode ini disinyalir turut serta dalam gerakan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda (KOKAM) dalam menumpas komunis di tingkat daerah dan pada tahun 1967 para pelajar tidak lagi terjun secara praktis di bidang politik dan kembali ke bangku sekolah. Kegiatan organisasi IPM pada masa ini difokuskan pada sosialisasi program organisasi di sekolah-sekolah Muhammadiyah daerah Bantul.
Tahun 1971 hingga 1988 merupakan pertumbuhan IPM baik di tingkat cabang maupun ranting-ranting sekolah, bahkan pelajar dari Sekolah Menengah Umum Negeri pun turut serta tergabung dalam kelompok belajar di kampung-kampung, sehingga tidak dapat dipungkiri perkembangan aktivitas IPM sudah meluas di lingkungan masyarakat. Perkembangan aktivitas itu, meliputi bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Keadaan IPM tidak kondusif lagi, karena pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur asas tunggal organisasi yakni Pancasila dan batasan penggunaan istilah pelajar dalam organisasi internal sekolah selain Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Teguran secara implisit disampaikan Menteri Pemuda dan Olahraga R.I., Akbar Tanjung dalam Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 Yogyakarta, agar IPM melakukan penyesuaian dalam tubuh keorganisasiannya. Untuk itu, IPM membentuk Tim Eksistensi yang secara intensif membahas problematika IPM pada waktu itu. Pada akhirnya, diputuskanlah perubahan nama IPM menjadi IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) dan disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 18 November 1992 bertepatan dengan 22 Jumadil Awal 1413 H, melalui SK. No. 53/SK.PP/IV.8/1.b/1992. Sosialisasi IRM baru dilakukan pada tahun 1993 termasuk di pimpinan daerah Bantul. Dengan demikian terjadi beberapa penyesuaian usaha dan aktivitas yang tertuang dalam maksud dan tujuan IRM.
Maksud dan tujuan IRM ialah terbentuknya remaja muslim yang berakhlaq mulia dan berilmu dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Perjalanan IRM Daerah Bantul 1992-2002 secara umum terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahun 1992-1993 merupakan masa transisi. Pada tahap ini Pimpinan Daerah IPM Bantul melakukan sosialisasi pimpinan ranting sekolah-sekolah di daerah Bantul bahwa organisasi Muhammadiyah yang beranggotakan pelajar berganti nama baru yaitu IRM. Tahap perkembangan I yaitu pada tahun 1993-1998, IRM melalui pasang surut keorganisasian, sehingga menunjukkan aspek dinamikanya menyangkut usaha dan aktivitas sosial keagamaannya. Tahap perkembangan II, IRM memasuki tahun 1998 mengalami perkembangan keorganisasian meskipun masalah internal organisasi menghambat aktivitas IRM di bidang sosial kemasyarakatan di Bantul. Pada periode 2000-2002 didirikan suatu bidang khusus yang menangani permasalahan remaja, problematika dan isu-isu aktual yakni bidang hikmah dan advokasi. Dengan adanya bidang hikmah dan advokasi. IRM Bantul, merasa perlu melakukan sosialisasi program bidang tersebut, antara lain secara intern organisasi dengan menjalin kemitraan dengan organisasi otonom Muhammadiyah maupun dengan organisasi ekstern Muhammadiyah yaitu Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama Cabang Bantul. Dengan kata lain, IRM secara langsung dan terus berupaya memberdayakan remaja dan umat Islam secara luas untuk mencapai aktivitas dan usahanya.
Perkembangan IRM pada masyarakat Bantul itu telah banyak mengalami perubahan. Perubahan ini meliputi beberapa aspek kehidupan masyarakat, di antaranya bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya, menyangkut perubahan struktural dan perubahan sikap serta tingkah laku dalam hubungan antara manusia.
Dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-citanya, IRM senantiasa menempuh cara yang ditetapkan Islam. Dengan dasar tersebut maka organisasi ini berjuang mewujudkan syari’at Islam dalam kehidupan perseorangan, keluarga dan masyarakat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam perjalanan sejarah nasional, keberadaan organisasi Muhammadiyah memiliki peranan penting. Berbagai aktivitas dan amal usaha Muhammadiyah ditampilkan sebagai upaya menjawab dan mengantisipasi kebutuhan umat Islam dan bangsa, baik melalui jalur pendidikan, pelayanan dan peningkatan kesejahteraan sosial, penyediaan sarana ibadah, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Dalam rentang waktu 90 tahun, aktivitasnya sampai sekarang masih dapat dirasakan hampir merata di seluruh daerah. Keberhasilan Muhammadiyah dalam membina umat, tidak terlepas dari ketepatannya dalam menentukan arah dan prinsip yang melandasi cita-cita perjuangannya, yaitu disamping meningkatkan kesejahteraan kehidupan umat sekaligus melakukan pemurnian ajaran Islam dan pembaruan dalam metode pemahaman yang dikenal dengan istilah tajdid. Terdapat dua perbedaan dalam memformulasikan konsepsi tajdid, yakni tajdid untuk mengembalikan kepada aslinya (pemurnian) dengan mengambil sumber hukum yang tegas (qath’i), dan tajdid sebagai modernisasi, ditujukan pada persoalan yang belum ada hukum yang tegas (dhani), seperti : metode, sistem, teknik, strategi dan sebagainya.
Umat Islam di era modernisasi saat ini, dituntut lebih peduli dan terpanggil untuk meneruskan serta mengembangkan cita-cita yang telah dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan. Perwujudannya dapat dilihat semakin maraknya pembangunan amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi di daerah.
Secara kuantitatif, Muhammadiyah telah berhasil menampilkan diri sebagai organisasi Islam dan organisasi dakwah yang paling berpengaruh sampai sekarang. Hanya saja secara kualitatif belum menampakkan keberhasilannya dalam mewujudkan gagasan pembaruannya dan lebih disibukkan oleh kegiatan rutinitas. Menurut pendapat M. Yunan Yusuf bahwa dalam proses perkembangan cita-cita tajdid Muhammadiyah lebih mengarah pada pemurnian ajaran Islam, sehingga terlihat isu sentral pembaruannya berkisar pada pemberantasan takhayyul, khurafat, syirk dalam bidang aqidah, serta membersihkan bid’ah dalam masalah ibadah. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa ide dan gagasan Muhammadiyah yang dicetuskan belum dapat mencapai sasarannya. Menurut Harun Nasution, pembaruan tersebut tidak terbatas pada pemurnian dengan mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah tetapi pembaruan dalam menafsirkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ditambahkan pula, bahwa pembaruan itu juga mengandung fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah pemahaman dan adat istiadat institusi-institusi lama dan lain sebagainya agar disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekarang, juga dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan lahirnya pergerakan Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia terbuka bagi perkembangan di berbagai bidang, baik sosial kemasyarakatan maupun bidang keagamaan. Usaha tajdid yang dilakukan Muhammadiyah membawa perubahan dalam kehidupan keberagamaan dengan tujuan memurnikan umat Islam dengan sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Usaha tersebut berfungsi untuk membebaskan umat Islam dari belenggu kekolotan, kesyirikan yang bertalian dengan pemujaan pada pohon-pohon, batu-batu, dan benda-benda keramat, yang oleh sebagian masyarakat hal itu masih dipercayai .
Ikatan Remaja Muhammadiyah (selanjutnya disingkat IRM) yang dibahas dalam studi ini merupakan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah. Dahulu organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang didirikan di Surakarta pada tanggal 18 Juli 1961. Pada masa inilah para pelajar Muhammadiyah beraktivitas sampai dengan perubahan segmentasi garapan dari pelajar menjadi remaja.
IRM merupakan organisasi dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar di kalangan remaja dengan mengambil aqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada hakikatnya, IRM memiliki arah pengembangan untuk mencapai sumber daya manusia yang optimal dalam kehidupan sosial keagamaan. Keberadaan IRM menjadi sangat penting, karena peranan pentingnya dalam kehidupan masyarakat mampu menambah wawasan keilmuan dan meningkatkan kreativitas remaja baik di bidang keagamaan maupun bidang sosial kemasyarakatan.
Sejak tahun 1992 sampai 2002, IRM sebagai organisasi sosial keagamaan mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan ini didukung oleh struktur kepemimpinan yang terbagi menjadi kepemimpinan vertikal dan horizontal. Struktur vertikal terdiri dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. Adapun IRM di Bantul merupakan organisasi yang berada pada pimpinan tingkat daerah, sedangkan struktur kepemimpinan horizontal terdiri dari Ketua Umum, Ketua Bidang atau Lembaga, Sekretariat Umum dan Bendahara Umum, serta Anggota .
Aktivitas IRM merupakan media pendukung usaha dakwah Islam Muhammadiyah, dan mengembangkan amal usaha Muhammadiyah agar dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Bentuk aktivitas IRM merupakan wujud dari pemahaman isi dan kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah, meliputi : bidang sosial kemasyarakatan dan bidang keagamaan, misalnya, bentuk pengajian umum, pengajian akbar, pelatihan-pelatihan kader, bazar, bakti sosial, dan lain sebagainya. Dalam aktivitas organisasi IRM bertujuan untuk menumbuhkan kader-kader muda Muhammadiyah di berbagai tingkat struktural. Secara khusus IRM menyampaikan ajaran kebaikan dengan benar. Dalam pencapaiannya tidak terlepas dari peran mahasiswa, santri dan pelajar sebagai sumber daya manusia yang menunjang keberhasilan pelaksanaan program kerjanya. Peranan mereka menyelenggarakan kegiatan di kota memberi tambahan pengalaman dalam memacu kreatifitas berorganisasi mereka di tingkat daerah. Kegiatan pendukung yang diselenggarakan oleh IRM Daerah Bantul ialah mengundang mubaligh dari kota untuk mengisi pengajian. Dari kegiatan itu pertumbuhan IRM mulai meluas ke wilayah Bantul.
Keberadaan IRM Daerah Bantul merupakan perkembangan organisasi sebelumnya yakni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (selanjutnya ditulis IPM). Di Bantul aktivitas IPM diawali dengan berdirinya group-group kelompok belajar (sekarang ranting) di Sanden, Srandakan dan Sewon pada tahun 1964-1965. Setahun kemudian terbentuk IPM Bantul Selatan. Pada tahun 1966 pertumbuhan group-group kelompok belajar di beberapa tempat seperti kelompok belajar Trirenggo, Bantul Kota, Pandak, Imogiri, Kretek, Bambanglipuro dan Kasihan serta IPM Bantul Selatan, merupakan embrio bagi pembentukan pimpinan daerah IPM Bantul.
Muhammadiyah Daerah Kabupaten Bantul sendiri didirikan pada tahun 1965, kemudian selang 2 tahun didirikan IPM Daerah Kabupaten Bantul oleh Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1967. Pihak Muhammadiyah merestui keberadaannya dalam rangka melengkapi pembinaan kader yang sudah ada pada waktu itu, yaitu Pimpinan Daerah Aisyiah, Pimpinan Pemuda Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Nasyi’atul Aisyiah.
Pada kurun waktu 1967-1971 sosialisasi IPM didukung oleh keberadaan lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah sebelumnya, yaitu Sekolah Lanjutan Pertama Muhammadiyah Gesikan (SLTP M Gesikan) sekarang menjadi SLTP M 1 Bantul didirikan pada tahun 1955 dan Sekolah Menengah Umum Muhammadiyah 1 Bantul yang didirikan tahun 1965. Aktivitas IPM pada awal periode ini disinyalir turut serta dalam gerakan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda (KOKAM) dalam menumpas komunis di tingkat daerah dan pada tahun 1967 para pelajar tidak lagi terjun secara praktis di bidang politik dan kembali ke bangku sekolah. Kegiatan organisasi IPM pada masa ini difokuskan pada sosialisasi program organisasi di sekolah-sekolah Muhammadiyah daerah Bantul.
Tahun 1971 hingga 1988 merupakan pertumbuhan IPM baik di tingkat cabang maupun ranting-ranting sekolah, bahkan pelajar dari Sekolah Menengah Umum Negeri pun turut serta tergabung dalam kelompok belajar di kampung-kampung, sehingga tidak dapat dipungkiri perkembangan aktivitas IPM sudah meluas di lingkungan masyarakat. Perkembangan aktivitas itu, meliputi bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Keadaan IPM tidak kondusif lagi, karena pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur asas tunggal organisasi yakni Pancasila dan batasan penggunaan istilah pelajar dalam organisasi internal sekolah selain Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Teguran secara implisit disampaikan Menteri Pemuda dan Olahraga R.I., Akbar Tanjung dalam Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 Yogyakarta, agar IPM melakukan penyesuaian dalam tubuh keorganisasiannya. Untuk itu, IPM membentuk Tim Eksistensi yang secara intensif membahas problematika IPM pada waktu itu. Pada akhirnya, diputuskanlah perubahan nama IPM menjadi IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) dan disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 18 November 1992 bertepatan dengan 22 Jumadil Awal 1413 H, melalui SK. No. 53/SK.PP/IV.8/1.b/1992. Sosialisasi IRM baru dilakukan pada tahun 1993 termasuk di pimpinan daerah Bantul. Dengan demikian terjadi beberapa penyesuaian usaha dan aktivitas yang tertuang dalam maksud dan tujuan IRM.
Maksud dan tujuan IRM ialah terbentuknya remaja muslim yang berakhlaq mulia dan berilmu dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Perjalanan IRM Daerah Bantul 1992-2002 secara umum terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahun 1992-1993 merupakan masa transisi. Pada tahap ini Pimpinan Daerah IPM Bantul melakukan sosialisasi pimpinan ranting sekolah-sekolah di daerah Bantul bahwa organisasi Muhammadiyah yang beranggotakan pelajar berganti nama baru yaitu IRM. Tahap perkembangan I yaitu pada tahun 1993-1998, IRM melalui pasang surut keorganisasian, sehingga menunjukkan aspek dinamikanya menyangkut usaha dan aktivitas sosial keagamaannya. Tahap perkembangan II, IRM memasuki tahun 1998 mengalami perkembangan keorganisasian meskipun masalah internal organisasi menghambat aktivitas IRM di bidang sosial kemasyarakatan di Bantul. Pada periode 2000-2002 didirikan suatu bidang khusus yang menangani permasalahan remaja, problematika dan isu-isu aktual yakni bidang hikmah dan advokasi. Dengan adanya bidang hikmah dan advokasi. IRM Bantul, merasa perlu melakukan sosialisasi program bidang tersebut, antara lain secara intern organisasi dengan menjalin kemitraan dengan organisasi otonom Muhammadiyah maupun dengan organisasi ekstern Muhammadiyah yaitu Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama Cabang Bantul. Dengan kata lain, IRM secara langsung dan terus berupaya memberdayakan remaja dan umat Islam secara luas untuk mencapai aktivitas dan usahanya.
Perkembangan IRM pada masyarakat Bantul itu telah banyak mengalami perubahan. Perubahan ini meliputi beberapa aspek kehidupan masyarakat, di antaranya bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya, menyangkut perubahan struktural dan perubahan sikap serta tingkah laku dalam hubungan antara manusia.
Dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-citanya, IRM senantiasa menempuh cara yang ditetapkan Islam. Dengan dasar tersebut maka organisasi ini berjuang mewujudkan syari’at Islam dalam kehidupan perseorangan, keluarga dan masyarakat.