BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa kondisi masyarakat Islam, baik dari segi syar’i maupun diennya kini atau yang akan datang, adalah yang di kehendaki Allah SWT, ini merupakan rahasia umum bagi semuanya. Untuk mewujudkan kenyataan ini, orang-orang yang mempunyai ghirah besar (keinginan) untuk mengembalikan masyarakat pada jalan yang benar kadang-kadang sampai putus asa, jika melihat musuh-musuh Islam yang amat gigih memerangi Islam, bahkan melihat kegigihan misionaris-misionarisnya. Kelahiran Islam memang dianggap sebagai sesuatu yang asing, aneh, ganjil dan berlawanan dengan kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyah di Mekkah, sekitar abad ke lima masehi. . sekitar abad XIII-XIV di dunia Islam muncul gerakan Salafiyah, yaitu gerakan (pemikiran) yang mengajak umat Islam untuk kembali kepada tradisi salaf (generasi pertama Islam alias para sahabat Nabi SAW) dan berpegang teguh pada Al Qur'an. Gerakan ini dipelopori atau tepatnya diilhami oleh Ibnu Taimiyah. Gerakan Salafiyah yang dikenal juga sebagai "gerakan pembaharuan pemahaman Islam (reformisme Islam)" dan "gerakan pemurnian Islam" itu dipandang orang-orang Barat sebagai "gerakan yang sama" dengan yang terjadi dalam sejarah Kristen. Dari situlah Barat kemudian memunculkan istilah "fundamentalisme Islam" (al ushuliyah al Islamiyah). Penamaan atau cap tersebut merupakan "pemerkosaan besar-besaran" terhadap sejarah. Karena, "gerakan kembali pada al Qur'an atau Islam yang asli" itu mempunyai visi, cita dan orientasi yang sama sekali berbeda dengan fundamentalisme Kristen. Salah satu perbedaan itu adalah fundamentalisme Kristen muncul karena adanya ketidak puasan terhadap agama (yang semakin lemah dan tidak tahan menghadapi arus penemuan dan pengembangan sains modern), sedangkan "gerakan yang sama" dalam Islam muncul justru karena ketidakpuasan terhadap keadaan dunia.
Selain itu, "gerakan yang sama" di dunia Islam tidak anti sains modern, tapi justru mendorong umat Islam agar menguasainya. Perkembangan sains modern bahkan seiring sejalan dengan ajaran al Qur'an. Gerakan pembaharuan di dunia Islam adalah gerakan yang menyeru umat Islam agar kembali pada al Qur'an dan as Sunnah, mempertahankan kemurnian Islam dan membersihkannya dari paham-paham "asing" yang mengotorinya, mengamalkan syari'at Islam dalam segala aspek kehidupan, menghapus taklid buta dalam beragama, ketahayulan, khurafat, kejumudan berfikir dan menggalakkan ijtihad, serta menentang setiap pemikiran dan budaya "asing" utamanya dari Barat, yang bertentangan dengan Islam. Gerakan pembaharuan pun menyeru umat Islam agar melawan makar jahat musuh-musuh agama dan umat Islam.
Ketika terlihat sebagian oreang yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam yang tak ambil peduli dengan semua yang terjadi, disisi lain, mereka melihat orang-orang yang gigih memerangi dan menghadapi mereka dengan kekuatan dan usaha yang maksimal untuk mengembalikan mereka dari kemuliaan yang sirna, dan masa lalu yang cemerlang.
Orang-orang yang menyelidiki dan mengamati merasa terpukul, sedih dan sakit, melihat kenyataan yang dihadapi kaum muslimin. Namun problema dan kesalahan takkan mungkin berubah dan terpecahkan hanya dengan kesedihan. Sadar dan bangkit adalah satu-satunya jalan untuk merombak suatu negeri dari kelemahan dan keterbelakangan. Sebenarnya bencana yang menimpa umat Islam sekarang ini berpangkal pada kemasabodohan kita terhadap perubahan-perubahan yang menyeluruh pada masa ini, dan ketidak punyaan kita akan kekuatan-kekuatan baru yang telah membangkitkan perubahan-perubahan ini. Sebagai contoh bahwa semua gerakan kebangkitan yang terjadi di seantero dunia Islam, selama seratus tahun yang lampau, tujuannya tidak lain hanyalah untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Barat dan memperoleh kemerdekaan. Untuk tujuan ini kita telah mengorbankan waktu, harta serta pengorbanan-pengorbanan lainnya yang tidak terhitung. Semuanya takkan membuahkan hasil jika tanpa kerja keras dan di barengi dengan keikhlasan berkiblat pada khitthah yang ada dan kamil, serta mengambil I’tibar dari kehidupan masa lalu sebagai cermin kehidupan kini dan yang akan datang. Dalam menuju kemaslahatan tidak terkecoh lagi dengan tipu daya musuh-musuh Islam.
Sejak abad ke 18 hingga ke 20, dunia Islam mengalami periode pergolakan dan pembaharuan yang berkepanjangan. Kaum muslim berjuang mengatasi kemunduran masyarakatnya. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, gerakan modernitas Islam menjawab tantangan intelektual dan politis hegemoni Barat, terdorong untuk menjembatani jurang antara warisan Islam dan kemoderenan, antara pemimpin religius tradisional dan sekuler modern, tokoh seperti Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh di Timur Tengah dan Sayyid Ahmad Khan, serta Muhammad Iqbal di Asia Selatan, mencoba meremajakan serta mengembalikan kebanggaan, identitas dan kekuatan komunitas Islam lemah. Mereka menganjurkan proses akulturasi Islam, menekankan keselarasan Islam dengan akal, sains dan teknologi. Semua menganjurkan pembaruan Islam sebagai kebutuhan untuk menafsirkan kembali Islam berdasarkan isu dan persoalan baru modern. Dengan menegaskan bahwa Islam dan kemoderenan, wahyu dan akal itu sesuai, mereka menganjurkan pembaharuan religius, hukum, pendidikan, dan sosial untuk merevitalisasi umat muslim.
Meskipun mengilhami gerakan pembaruan dan kemerdekaan nasional, modernisme Islam tetap menarik terutama elit intelektual, modernisme gagal menghasilkan tafsiran ulang secara sistematis tentang Islam atau mengembangkan organisasi yang efektif dalam melestarikan, menyebarkan dan mengimplementasikan pesannya. Keterbatasan ini ikut melahirkan organisasi Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat Islami di Asia Selatan. Pendiri Ikhwanul Muslimin (Hasan Al Banna) dan pendiri Jamaat Islami (Abu Al A’la Maududi) mengkritik kaum elit sekuler karena hanya meniru Barat dan juga kaum pembaru modernis Islam karena membaratkan Islam. Khususnya, mereka mencela kecenderungan sebagian besar negara Muslim yang mengadaptasi begitu saja model pembangunan Barat dan membaratkan masyarakat Muslim. Mereka memaklumkan kemandirian Islam sebagai jawaban tehadap tuntunan kehidupan modern. Menurut mereka, Islam menawarkan jalannya sendiri, jalan selain kapitalisme dan komunisme/ sosialisme; Islam adalah jalan hidup total yang komprehensif. Sasaran para pembaharu Islam ini adalah membentuk organisasi yang efektif untuk mengimplementasikan sistem pemerintahan dan hukum Islami melalui tindakan sosial dan politik.
Kebangkitan Islam pada saat ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon dunia Islam terhadap pengaruh beberapa perubahan; perkembangan gagasan beberapa perubahan; perkembangan gagasan tentang pemerintahan yang dipegang oleh wakil-wakil rakyat, bertambahnya kekuasaan negara dan harapan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan posisi tanggung jawabnya tentang kesejahteraan ekonomi bagi penduduknya, reaksi dunia Islam terhadap tantangan-tantangan itu pada gilirannya sangat di pengaruhi oleh dua keadaan: pandang umat Islam terhadap kristen – karena ketiga perubahan iu pertama-tama terjadi pada orang kristen Eropa – dan akibat kekacauan politik yang ditimbulkan oleh perang dunia pertama. Bukan hanya kejadian-kejadian itu sendiri yang penting, tentang karakter interpretasi-interpretasi sejarah yang telah di terapkan terhadap agama Kristen oleh umat Islam. Isu kebangkitan Islam erat sekali kaitannya dengan adanya hembusan angin pembaharuan Islam (tajdid) atau gerakan pemurnian Islam ”(purifikasi” didunia Islam. Dapat dikatakan, gerakan pembaharuan Islam merupakan cikal bakal sekaligus inspirator dan pendorong kebangkitan Islam kembali. Bahkan beberapa gerakan pembaharuan Islam menyebabkan terciptanya negara-negara baru seperti Wahabiyah (Arab Saudi), Mahdiyah (Sudan), Sanusiyah (Libya), dan Fulaniyah (Nigeria).
Pembaharuan Islam, atau tepatnya “Pembaharuan Pemahaman Islam” untuk menemukan dan mengamalkan ajaran Islam yang asli, akan memberi landasan spiritual ideologis bagi proses kebangkitan Islam kembali. Karena kebangkitan Islam hanya akan terjadi jika umat Islam mampu memahami ajaran Islam secara benar dan menyeluruh (kaffah) yang berdampak pada pengamalan Islam secara benar dan menyeluruh pula.
Didalam era modern, gerakan Islam harus mampu menghadapi masalah-masalah yang di inginkan yakni kesanggupannya memenuhi berbagai kebuthan masyarakat modern dan berbagai tuntutannya, material maupun moral. Kebutuhan dan tuntutan ini beragam dan banyak, yang tak mungkin bisa di penuhi orang-orang yang hanya memegang tasbih di tangan, orang-orang yang berkomat-kamit memperhatikan hal-hal yang kecil dan melalaikan masalah yang besar, tidak pula orang yang terkungkung di penjara masa lampau, tidak tahu perkembangan zaman modern dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kebutuhan dan tuntutan ini juga tidak bisa di penuhi orang-orang yang mengetahui Islam hanya sekedar lewat lafadzh-lafadzh yang di hafalkan, kata-kata yang di ulang-ulang dan yang berasal dari para ulama terdahulu. Boleh jadi memang mereka adalah ulama umat, tapi mereka tidak keluar dari batasan ini dan tidak memahami dunia yang lain. Mereka ini orang-orang yang hanya akan menurunkan pamor fundamentalisme hingga tingkatan yang paling rendah, setelah itu tidak bisa meranjat ke atas.
Jika gelombang pergerakan ingin memiliki peran yang nyata dalam mengadakan perubahan, harus bisa meletakkan titik-titik dalam sebuah rangkaian huruf, dalam berbagai masalah yang menghadang dalam kehidupan manusia. Yang masalah-masalah itu selalu di tanyakan manusia pagi dan sore, terutama dari kalangan non muslim, dari orang-orang yang tidak memiliki komitmen, dari gelombang-gelombang lain yang selalu bergesekan dengan Islam.
Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa didalam akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar ada di dalam fundamentalis, bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis. Fundamentalis tidak cukup hanya merobah golongan-golongannya sendiri, dan membiarkan semburan dan gigitan sekularisme serta filsafat positifistik tetap menawan akal mereka serta menguasai perasaan mereka. Disamping itu fundamentalisme tidak cukup mempengaruhi sekelompok orang dan membiarkan orang-orang menyusup khurafat dan menambah-nambahi agama mempermainkan akal dan perasaan mereka.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke sembilan belas yang dalam sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan baru itu.
Interaksi, penetrasi dan akhirnya penjajahan barat atas hampir seluruh wilayah muslim dalam masa modern tidak hanya nmengakibatkan disintegrasi politik Muslim, tetapi juga menimbulkan pergumulan yang sangat intens di kalangan kaum Muslim sendiri. Superioritas Barat dalam berbagai lapangan kehidupan merangsang munculnya usaha-usaha pembaharuan (modernisme) di kalangan pemikir muslim. Sementara wilayah-wilayah tertentu di dunia muslim dilanda gelombang fundamentalisme Islam; Turki usmani sejak 1730-an melancarkan pembaharuan-pembaharuan militer dan birokrasi secara kontinyu yang pada akhirnya berpuncak pada westernisasi dan sekulerisasi. Gelombang pembaharuan ini tidak saja terjadi di Turki Usmani, tetapi juga di wilayah-wilayah Muslim lain, khususnya di Timur Tengah.
Setelah berakhir pemerintahan Islam “al khilafah al utsmaniyah” pada tahun 1924 M, akibat perang dunia I ulah tentara-tentara salib dunia yang bersekutu dalam memerangi dan memusuhi Islam di beberapa tempat negara Islam ketika itu dalam keadaan kosong ideologi serta politik dan kedudukannya terbagi-bagi menjadi beberapa bagian dibawah pengaturan tentara-tentara salib yang hasud itu, baik di Mesir maupun di negeri Syam yaitu negeri khilafah Islam. Semua keadaan ini memberikan momentum bagi kebangkitan gerakan al Ikhwan al Muslimun (disingkat IM), yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, sejarah awal gerakan ini dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan kemasyarakatan. yang dalam perkembangan lebih lanjut sering menjadi prototype (pola dasar) gerakan-gerakan fundamentalis kontemporer di banyak bagian dunia Islam, sampai terjadinya revolusi palestina, Ikhwanul Muslimin tidak lebih dari sebuah organisasi “gurem” dan pendirinya Hasan Al Banna tidak lebih dari seorang mubaligh yang sibuk dengan masalah-masalah moral ketimbang politik. Revolusi Palestina memberikan kesempatan emas bagi Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke pentas politik Arab. Ikhwanul Muslimin mengorganisasi demonstrasi besar-besaran memprotes Inggris dan perwakilan-perwakilannya di Timur Tengah. Pemogokan umum bangsa Arab pada tahun 1936-1939 mentransformasikan Ikhwanul Muslimin dari sekedar organisasi pemuda menjadi organisasi politik. Tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah mengubah persepsi umum umat terhadap Islam secara pemahaman, akhlak, dan pergerakan. Dan perubahan ini tidak akan tampak jelas, melainkan dengan tersebarnya pemikiran yang Islami. Begitu pula tidak tampak jelas jalan-jalan pemikiran ini, melainkan pemikiran tersebut mempunyai ciri-ciri yang nyata dan jelas.
Didalam masyarakat kita dewasa ini banyak gelombang pemikiran, gerakan dan aliran filsafat maupun politik. Berbagai aliran tersebut disatu sisi terdapat kesamaan, disisi lain terdapat pula pertentangan. Masing-masing pemikiran tersebut mempunyai karakter khusus selaras dengan tujuan yang dicita-citakannya dan sesuai dengan manhaj (metode) yang diterapkannya. Suatu pemikiran tanpa pergerakan bagaikan ruh tanpa jasad. Pergerakan merupakan realisasi dan pembuktian eksistensi serta hidupnya suatu pemikiran. Pergerakan merupakan bukti efektifitas, pengaruh dan akibat suatu pemikiran.
Untuk itulah penulis akan menyusun skripsi ini dengan judul “Konsep Pemikiran Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna”, selaku pendiri IM, penulis mengamati bahwa Hasan Al Banna adalah kulminasi dari (neo) salafisme. Dalam batas-batas tertentu asumsi teoritisnya tidak begitu berbeda dengan gagasan Abduh/ Ridho, karena itu, Al Banna pada dasarnya anti modernis, ceramah-ceramah, pamflet dan sikap politiknya secara konsisten menunjukkan upayanya untuk merekonsiliasi Islam dengan dunia modern. Tidak aneh kalau konsep-konsep semacam nasionalisme, patriotisme, negara-bangsa (nation-state), konstitusinasionalisme atau sosialisme menjadi bagian integral diskursus IM di masa Al Banna. Lebih jauh, Al Banna agaknya merupakan tokoh pertama yang menekankan perlunya perumusan program aksi yang komprehensif.
Dapat di ungkapkan dengan kalimat lain bahwa pada waktu itu masyarakat pada umumnya telah melupakan Islam sebagai way of life-nya. Bahkan mereka telah menggantikan pegangan itu dengan tatanan dan aturan yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan kepentingan Islam, mereka lupa bahwa Islam adalah sumber segala tingkah laku politik, sosial dan ketatanegaraan. Dan didalam program yang dicanangkan partai politik dan para penguasa, tidak terdapat satupun yang merencanakan reformasi yang bersumberkan dari tatanan Islam. Bahkan mereka sudah tidak lagi mau menghormati dan mengakui kebenaran Islam.
Dengan membaca kenyataan dan sejarah dapat di tetapkan bahwa ruh umat ini adalah Islam, umat ini tidak bisa hidup kecuali dengan Islam, tidak bisa beranjak kecuali dari Islam, tidak bisa mengorbankan jiwa dan harta kecuali untuk Islam, tidak bisa terhimpun kalimatnya kecuali di atas Islam. Islam adalah satu-satunya kunci, yang dengannya bisa membuka segala gembok yang sulit di buka, yang dengan selain kunci ini, gembok tersebut tidak akan bisa di buka.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa kondisi masyarakat Islam, baik dari segi syar’i maupun diennya kini atau yang akan datang, adalah yang di kehendaki Allah SWT, ini merupakan rahasia umum bagi semuanya. Untuk mewujudkan kenyataan ini, orang-orang yang mempunyai ghirah besar (keinginan) untuk mengembalikan masyarakat pada jalan yang benar kadang-kadang sampai putus asa, jika melihat musuh-musuh Islam yang amat gigih memerangi Islam, bahkan melihat kegigihan misionaris-misionarisnya. Kelahiran Islam memang dianggap sebagai sesuatu yang asing, aneh, ganjil dan berlawanan dengan kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyah di Mekkah, sekitar abad ke lima masehi. . sekitar abad XIII-XIV di dunia Islam muncul gerakan Salafiyah, yaitu gerakan (pemikiran) yang mengajak umat Islam untuk kembali kepada tradisi salaf (generasi pertama Islam alias para sahabat Nabi SAW) dan berpegang teguh pada Al Qur'an. Gerakan ini dipelopori atau tepatnya diilhami oleh Ibnu Taimiyah. Gerakan Salafiyah yang dikenal juga sebagai "gerakan pembaharuan pemahaman Islam (reformisme Islam)" dan "gerakan pemurnian Islam" itu dipandang orang-orang Barat sebagai "gerakan yang sama" dengan yang terjadi dalam sejarah Kristen. Dari situlah Barat kemudian memunculkan istilah "fundamentalisme Islam" (al ushuliyah al Islamiyah). Penamaan atau cap tersebut merupakan "pemerkosaan besar-besaran" terhadap sejarah. Karena, "gerakan kembali pada al Qur'an atau Islam yang asli" itu mempunyai visi, cita dan orientasi yang sama sekali berbeda dengan fundamentalisme Kristen. Salah satu perbedaan itu adalah fundamentalisme Kristen muncul karena adanya ketidak puasan terhadap agama (yang semakin lemah dan tidak tahan menghadapi arus penemuan dan pengembangan sains modern), sedangkan "gerakan yang sama" dalam Islam muncul justru karena ketidakpuasan terhadap keadaan dunia.
Selain itu, "gerakan yang sama" di dunia Islam tidak anti sains modern, tapi justru mendorong umat Islam agar menguasainya. Perkembangan sains modern bahkan seiring sejalan dengan ajaran al Qur'an. Gerakan pembaharuan di dunia Islam adalah gerakan yang menyeru umat Islam agar kembali pada al Qur'an dan as Sunnah, mempertahankan kemurnian Islam dan membersihkannya dari paham-paham "asing" yang mengotorinya, mengamalkan syari'at Islam dalam segala aspek kehidupan, menghapus taklid buta dalam beragama, ketahayulan, khurafat, kejumudan berfikir dan menggalakkan ijtihad, serta menentang setiap pemikiran dan budaya "asing" utamanya dari Barat, yang bertentangan dengan Islam. Gerakan pembaharuan pun menyeru umat Islam agar melawan makar jahat musuh-musuh agama dan umat Islam.
Ketika terlihat sebagian oreang yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam yang tak ambil peduli dengan semua yang terjadi, disisi lain, mereka melihat orang-orang yang gigih memerangi dan menghadapi mereka dengan kekuatan dan usaha yang maksimal untuk mengembalikan mereka dari kemuliaan yang sirna, dan masa lalu yang cemerlang.
Orang-orang yang menyelidiki dan mengamati merasa terpukul, sedih dan sakit, melihat kenyataan yang dihadapi kaum muslimin. Namun problema dan kesalahan takkan mungkin berubah dan terpecahkan hanya dengan kesedihan. Sadar dan bangkit adalah satu-satunya jalan untuk merombak suatu negeri dari kelemahan dan keterbelakangan. Sebenarnya bencana yang menimpa umat Islam sekarang ini berpangkal pada kemasabodohan kita terhadap perubahan-perubahan yang menyeluruh pada masa ini, dan ketidak punyaan kita akan kekuatan-kekuatan baru yang telah membangkitkan perubahan-perubahan ini. Sebagai contoh bahwa semua gerakan kebangkitan yang terjadi di seantero dunia Islam, selama seratus tahun yang lampau, tujuannya tidak lain hanyalah untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Barat dan memperoleh kemerdekaan. Untuk tujuan ini kita telah mengorbankan waktu, harta serta pengorbanan-pengorbanan lainnya yang tidak terhitung. Semuanya takkan membuahkan hasil jika tanpa kerja keras dan di barengi dengan keikhlasan berkiblat pada khitthah yang ada dan kamil, serta mengambil I’tibar dari kehidupan masa lalu sebagai cermin kehidupan kini dan yang akan datang. Dalam menuju kemaslahatan tidak terkecoh lagi dengan tipu daya musuh-musuh Islam.
Sejak abad ke 18 hingga ke 20, dunia Islam mengalami periode pergolakan dan pembaharuan yang berkepanjangan. Kaum muslim berjuang mengatasi kemunduran masyarakatnya. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, gerakan modernitas Islam menjawab tantangan intelektual dan politis hegemoni Barat, terdorong untuk menjembatani jurang antara warisan Islam dan kemoderenan, antara pemimpin religius tradisional dan sekuler modern, tokoh seperti Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh di Timur Tengah dan Sayyid Ahmad Khan, serta Muhammad Iqbal di Asia Selatan, mencoba meremajakan serta mengembalikan kebanggaan, identitas dan kekuatan komunitas Islam lemah. Mereka menganjurkan proses akulturasi Islam, menekankan keselarasan Islam dengan akal, sains dan teknologi. Semua menganjurkan pembaruan Islam sebagai kebutuhan untuk menafsirkan kembali Islam berdasarkan isu dan persoalan baru modern. Dengan menegaskan bahwa Islam dan kemoderenan, wahyu dan akal itu sesuai, mereka menganjurkan pembaharuan religius, hukum, pendidikan, dan sosial untuk merevitalisasi umat muslim.
Meskipun mengilhami gerakan pembaruan dan kemerdekaan nasional, modernisme Islam tetap menarik terutama elit intelektual, modernisme gagal menghasilkan tafsiran ulang secara sistematis tentang Islam atau mengembangkan organisasi yang efektif dalam melestarikan, menyebarkan dan mengimplementasikan pesannya. Keterbatasan ini ikut melahirkan organisasi Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat Islami di Asia Selatan. Pendiri Ikhwanul Muslimin (Hasan Al Banna) dan pendiri Jamaat Islami (Abu Al A’la Maududi) mengkritik kaum elit sekuler karena hanya meniru Barat dan juga kaum pembaru modernis Islam karena membaratkan Islam. Khususnya, mereka mencela kecenderungan sebagian besar negara Muslim yang mengadaptasi begitu saja model pembangunan Barat dan membaratkan masyarakat Muslim. Mereka memaklumkan kemandirian Islam sebagai jawaban tehadap tuntunan kehidupan modern. Menurut mereka, Islam menawarkan jalannya sendiri, jalan selain kapitalisme dan komunisme/ sosialisme; Islam adalah jalan hidup total yang komprehensif. Sasaran para pembaharu Islam ini adalah membentuk organisasi yang efektif untuk mengimplementasikan sistem pemerintahan dan hukum Islami melalui tindakan sosial dan politik.
Kebangkitan Islam pada saat ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon dunia Islam terhadap pengaruh beberapa perubahan; perkembangan gagasan beberapa perubahan; perkembangan gagasan tentang pemerintahan yang dipegang oleh wakil-wakil rakyat, bertambahnya kekuasaan negara dan harapan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan posisi tanggung jawabnya tentang kesejahteraan ekonomi bagi penduduknya, reaksi dunia Islam terhadap tantangan-tantangan itu pada gilirannya sangat di pengaruhi oleh dua keadaan: pandang umat Islam terhadap kristen – karena ketiga perubahan iu pertama-tama terjadi pada orang kristen Eropa – dan akibat kekacauan politik yang ditimbulkan oleh perang dunia pertama. Bukan hanya kejadian-kejadian itu sendiri yang penting, tentang karakter interpretasi-interpretasi sejarah yang telah di terapkan terhadap agama Kristen oleh umat Islam. Isu kebangkitan Islam erat sekali kaitannya dengan adanya hembusan angin pembaharuan Islam (tajdid) atau gerakan pemurnian Islam ”(purifikasi” didunia Islam. Dapat dikatakan, gerakan pembaharuan Islam merupakan cikal bakal sekaligus inspirator dan pendorong kebangkitan Islam kembali. Bahkan beberapa gerakan pembaharuan Islam menyebabkan terciptanya negara-negara baru seperti Wahabiyah (Arab Saudi), Mahdiyah (Sudan), Sanusiyah (Libya), dan Fulaniyah (Nigeria).
Pembaharuan Islam, atau tepatnya “Pembaharuan Pemahaman Islam” untuk menemukan dan mengamalkan ajaran Islam yang asli, akan memberi landasan spiritual ideologis bagi proses kebangkitan Islam kembali. Karena kebangkitan Islam hanya akan terjadi jika umat Islam mampu memahami ajaran Islam secara benar dan menyeluruh (kaffah) yang berdampak pada pengamalan Islam secara benar dan menyeluruh pula.
Didalam era modern, gerakan Islam harus mampu menghadapi masalah-masalah yang di inginkan yakni kesanggupannya memenuhi berbagai kebuthan masyarakat modern dan berbagai tuntutannya, material maupun moral. Kebutuhan dan tuntutan ini beragam dan banyak, yang tak mungkin bisa di penuhi orang-orang yang hanya memegang tasbih di tangan, orang-orang yang berkomat-kamit memperhatikan hal-hal yang kecil dan melalaikan masalah yang besar, tidak pula orang yang terkungkung di penjara masa lampau, tidak tahu perkembangan zaman modern dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kebutuhan dan tuntutan ini juga tidak bisa di penuhi orang-orang yang mengetahui Islam hanya sekedar lewat lafadzh-lafadzh yang di hafalkan, kata-kata yang di ulang-ulang dan yang berasal dari para ulama terdahulu. Boleh jadi memang mereka adalah ulama umat, tapi mereka tidak keluar dari batasan ini dan tidak memahami dunia yang lain. Mereka ini orang-orang yang hanya akan menurunkan pamor fundamentalisme hingga tingkatan yang paling rendah, setelah itu tidak bisa meranjat ke atas.
Jika gelombang pergerakan ingin memiliki peran yang nyata dalam mengadakan perubahan, harus bisa meletakkan titik-titik dalam sebuah rangkaian huruf, dalam berbagai masalah yang menghadang dalam kehidupan manusia. Yang masalah-masalah itu selalu di tanyakan manusia pagi dan sore, terutama dari kalangan non muslim, dari orang-orang yang tidak memiliki komitmen, dari gelombang-gelombang lain yang selalu bergesekan dengan Islam.
Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa didalam akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar ada di dalam fundamentalis, bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis. Fundamentalis tidak cukup hanya merobah golongan-golongannya sendiri, dan membiarkan semburan dan gigitan sekularisme serta filsafat positifistik tetap menawan akal mereka serta menguasai perasaan mereka. Disamping itu fundamentalisme tidak cukup mempengaruhi sekelompok orang dan membiarkan orang-orang menyusup khurafat dan menambah-nambahi agama mempermainkan akal dan perasaan mereka.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke sembilan belas yang dalam sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan baru itu.
Interaksi, penetrasi dan akhirnya penjajahan barat atas hampir seluruh wilayah muslim dalam masa modern tidak hanya nmengakibatkan disintegrasi politik Muslim, tetapi juga menimbulkan pergumulan yang sangat intens di kalangan kaum Muslim sendiri. Superioritas Barat dalam berbagai lapangan kehidupan merangsang munculnya usaha-usaha pembaharuan (modernisme) di kalangan pemikir muslim. Sementara wilayah-wilayah tertentu di dunia muslim dilanda gelombang fundamentalisme Islam; Turki usmani sejak 1730-an melancarkan pembaharuan-pembaharuan militer dan birokrasi secara kontinyu yang pada akhirnya berpuncak pada westernisasi dan sekulerisasi. Gelombang pembaharuan ini tidak saja terjadi di Turki Usmani, tetapi juga di wilayah-wilayah Muslim lain, khususnya di Timur Tengah.
Setelah berakhir pemerintahan Islam “al khilafah al utsmaniyah” pada tahun 1924 M, akibat perang dunia I ulah tentara-tentara salib dunia yang bersekutu dalam memerangi dan memusuhi Islam di beberapa tempat negara Islam ketika itu dalam keadaan kosong ideologi serta politik dan kedudukannya terbagi-bagi menjadi beberapa bagian dibawah pengaturan tentara-tentara salib yang hasud itu, baik di Mesir maupun di negeri Syam yaitu negeri khilafah Islam. Semua keadaan ini memberikan momentum bagi kebangkitan gerakan al Ikhwan al Muslimun (disingkat IM), yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, sejarah awal gerakan ini dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan kemasyarakatan. yang dalam perkembangan lebih lanjut sering menjadi prototype (pola dasar) gerakan-gerakan fundamentalis kontemporer di banyak bagian dunia Islam, sampai terjadinya revolusi palestina, Ikhwanul Muslimin tidak lebih dari sebuah organisasi “gurem” dan pendirinya Hasan Al Banna tidak lebih dari seorang mubaligh yang sibuk dengan masalah-masalah moral ketimbang politik. Revolusi Palestina memberikan kesempatan emas bagi Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke pentas politik Arab. Ikhwanul Muslimin mengorganisasi demonstrasi besar-besaran memprotes Inggris dan perwakilan-perwakilannya di Timur Tengah. Pemogokan umum bangsa Arab pada tahun 1936-1939 mentransformasikan Ikhwanul Muslimin dari sekedar organisasi pemuda menjadi organisasi politik. Tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah mengubah persepsi umum umat terhadap Islam secara pemahaman, akhlak, dan pergerakan. Dan perubahan ini tidak akan tampak jelas, melainkan dengan tersebarnya pemikiran yang Islami. Begitu pula tidak tampak jelas jalan-jalan pemikiran ini, melainkan pemikiran tersebut mempunyai ciri-ciri yang nyata dan jelas.
Didalam masyarakat kita dewasa ini banyak gelombang pemikiran, gerakan dan aliran filsafat maupun politik. Berbagai aliran tersebut disatu sisi terdapat kesamaan, disisi lain terdapat pula pertentangan. Masing-masing pemikiran tersebut mempunyai karakter khusus selaras dengan tujuan yang dicita-citakannya dan sesuai dengan manhaj (metode) yang diterapkannya. Suatu pemikiran tanpa pergerakan bagaikan ruh tanpa jasad. Pergerakan merupakan realisasi dan pembuktian eksistensi serta hidupnya suatu pemikiran. Pergerakan merupakan bukti efektifitas, pengaruh dan akibat suatu pemikiran.
Untuk itulah penulis akan menyusun skripsi ini dengan judul “Konsep Pemikiran Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna”, selaku pendiri IM, penulis mengamati bahwa Hasan Al Banna adalah kulminasi dari (neo) salafisme. Dalam batas-batas tertentu asumsi teoritisnya tidak begitu berbeda dengan gagasan Abduh/ Ridho, karena itu, Al Banna pada dasarnya anti modernis, ceramah-ceramah, pamflet dan sikap politiknya secara konsisten menunjukkan upayanya untuk merekonsiliasi Islam dengan dunia modern. Tidak aneh kalau konsep-konsep semacam nasionalisme, patriotisme, negara-bangsa (nation-state), konstitusinasionalisme atau sosialisme menjadi bagian integral diskursus IM di masa Al Banna. Lebih jauh, Al Banna agaknya merupakan tokoh pertama yang menekankan perlunya perumusan program aksi yang komprehensif.
Dapat di ungkapkan dengan kalimat lain bahwa pada waktu itu masyarakat pada umumnya telah melupakan Islam sebagai way of life-nya. Bahkan mereka telah menggantikan pegangan itu dengan tatanan dan aturan yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan kepentingan Islam, mereka lupa bahwa Islam adalah sumber segala tingkah laku politik, sosial dan ketatanegaraan. Dan didalam program yang dicanangkan partai politik dan para penguasa, tidak terdapat satupun yang merencanakan reformasi yang bersumberkan dari tatanan Islam. Bahkan mereka sudah tidak lagi mau menghormati dan mengakui kebenaran Islam.
Dengan membaca kenyataan dan sejarah dapat di tetapkan bahwa ruh umat ini adalah Islam, umat ini tidak bisa hidup kecuali dengan Islam, tidak bisa beranjak kecuali dari Islam, tidak bisa mengorbankan jiwa dan harta kecuali untuk Islam, tidak bisa terhimpun kalimatnya kecuali di atas Islam. Islam adalah satu-satunya kunci, yang dengannya bisa membuka segala gembok yang sulit di buka, yang dengan selain kunci ini, gembok tersebut tidak akan bisa di buka.