BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan syariah telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam melayani kebutuhan ekonomi masyarakat Indonesia. Terbukti sampai dengan bulan desember 2006, terdapat 23 bank syariah yang terdiri dari 3 bank umum syariah, 10 unit usaha syariah non Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 10 Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah.
Prospek perbankan syariah akan dihadapkan pada berbagai macam rintangan. Walau dari segi pasar berpeluang besar, tetapi ada saja kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki oleh bank syariah.
Tingginya jumlah penduduk umat Islam di Indonesia merupakan peluang yang sangat besar bagi bank syariah dalam meraih nasabah. Peluang tersebut telah diperkuat dengan dikeluarkannya fatwa dari MUI pada bulan januari 2004 tentang haramnya bunga bank.
Adapun faktor yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan nasabah memilih bank syariah. Pada kenyataannya, faktor-faktor yang mempengruhi nasabah adalah faktor intern dan faktor ekstern.
Pangsa masing-masing kelompok bank syariah dibandingkan dengan total perbankan syariah nasional dan pangsa perbankan syariah dibandiangkan denagan perbankan nasional;
Sumber : Bank Indonesia
Faktor intern bank syariah yaitu menyangkut pada aspek pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu pelayanan tersebut adalah dengan meningkatkan jaringan kantor cabang di daerah-daerah. Dari data diatas menunjukkan bahwa, pertumbuhan jumlah kantor cabang dari tahun ketahun mengalami peningkatan baik dari bank umum syariah maupun dari unit usaha syariah. Pada bank umum syariah, jumlah kantor cabang mengalami peningkatan sebesar 263 pada desember 2004 menjadi 273 pada maret 2005 dan 346 pada desember 2006. Pada unit usaha syariah jumlah kantor cabang menunjukkan peningkatan sebesar 74 pada desember 2004 menjadi 84 pada maret 2005 dan 163 pada desember 2006. Seiring dengan meningkatnya jumlah kantor cabang, asset perbankan syariah juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp.15.211 milyar pada desember 2004 menjadi Rp.16.271 milyar pada maret 2005 dan Rp.26.722 milyar pada desember 2006. sedangkan pada total perbankan nasional, data menunjukkan peningkatan dari Rp.1.272.081 milyar pada desember 2004 menjadi Rp.1.280.567 milyar pada maret 2005 dan Rp.1.693.850 milyar pada desember 2006.
Jumlah kantor cabang telah menjadi pertimbangan bagi masyarakat Indonesia yang ingin menyimpan dananya di bank syariah. Apalagi sekarang ini mobilitas masyarakat semakin cepat dan terus berkembang, sehingga masyarakat memerlukan jasa finansial yang mudah dan praktis.
Keberhasilan bank syariah dalam menghimpun dana masyarakat sangat berkaitan dengan kemampuan bank syariah dalam menjangkau lokasi nasabahnya. Semakin banyak jumlah kantor cabang, maka jumlah masyarakat yang menyimpan dana ke bank syariahpun bertambah.
Pelayanan yang diberikan oleh bank syariah terhadap masyarakat harus terus ditingkatkan karena hakikat dari bisnis perbankan adalah bisnis jasa yang berdasarkan pada azas kepercayaan sehingga masalah kualitas layanan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan usaha. Kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service) (Kotler, 1997:20)
Faktor ekstern yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah kondisi ekonomi makro di Indonesia. Kondisi tersebut dapat dilihat pada perkembangan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga telah memberikan efek yang besar terhadap minat menabung masyarakat pada bank konvensional.
Pertumbuhan perbankan syariah akan dihadapkan pada persaingan antara tingkat bunga bank konvensional dengan tingkat bagi hasil yang diterima nasabah. Persaingan tersebut akan mengarah pada faktor pilihan masyarakat Indonesia dalam berinvestasi. Pada kenyataannya masyarakat memilih investasi di bank konvensional adalah melihat besarnya tingkat bunga yang ditawarkan.
Berdirinya perbankan syariah yang pertama kali adalah Bank Muamalat Indonesia juga sekaligus merupakan sebagai pionirnya perbankan syariah. Pada awal 1980-an, dilakukan diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam dan dengan seiring laju pertumbuhan perekonomian, maka prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1990, dalam Lokakarya Bunga Bank Perbankan tanggal 18-20 Agustus 1990 yang dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua Bogor. Ditindak lanjuti pada 22-25 Agustus 1990 dalam Musyawarah Nasional IV MUI, berhasil membentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja dari kelompok tersebut. Akta pendirian Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada 1 November 1991 dengan komitmen saham sebanyak Rp. 84 Milyar. Dengan tambahan dana dari Presiden RI menjadi sebesar Rp. 106.126.382.000,00. Dengan modal awal itu, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Hingga September 1999, BMI telah memiliki 45 outlet yang tesebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makassar. Dari sekian banyak bank syariah di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia adalah bank yang pertama kali menerapkan sistem syariah dalam aliran arus uangnya. Sekitar hampir 14 tahun beroperasi, Bank Muamalat Indonesia tidak pernah sedikitpun terkena angin tidak sedap perekonomian, apalagi saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, yang mana terjadinya inflasi telah mencapai 300% serta tingginya tingkat suku bunga pada bank-bank konvensional telah mengakibatkan banyaknya bank diluquidasi.
Dari melihat latar belakang diatas, peneliti tertarik mangambil studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia dengan fokus permasalahan pada simpanan masyarakat. Maka dari itu, penelitian ini diberi judul “PENGARUH IMBALAN BAGI HASIL, JUMLAH KANTOR CABANG DAN SUKU BUNGA TERHADAP SIMPANAN MASYARAKAT PADA BANK MUAMALAT INDONESIA PERIODE TAHUN 2001.1–2006.4”.
I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka Pokok permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan syariah telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam melayani kebutuhan ekonomi masyarakat Indonesia. Terbukti sampai dengan bulan desember 2006, terdapat 23 bank syariah yang terdiri dari 3 bank umum syariah, 10 unit usaha syariah non Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 10 Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah.
Prospek perbankan syariah akan dihadapkan pada berbagai macam rintangan. Walau dari segi pasar berpeluang besar, tetapi ada saja kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki oleh bank syariah.
Tingginya jumlah penduduk umat Islam di Indonesia merupakan peluang yang sangat besar bagi bank syariah dalam meraih nasabah. Peluang tersebut telah diperkuat dengan dikeluarkannya fatwa dari MUI pada bulan januari 2004 tentang haramnya bunga bank.
Adapun faktor yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan nasabah memilih bank syariah. Pada kenyataannya, faktor-faktor yang mempengruhi nasabah adalah faktor intern dan faktor ekstern.
Pangsa masing-masing kelompok bank syariah dibandingkan dengan total perbankan syariah nasional dan pangsa perbankan syariah dibandiangkan denagan perbankan nasional;
Sumber : Bank Indonesia
Faktor intern bank syariah yaitu menyangkut pada aspek pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu pelayanan tersebut adalah dengan meningkatkan jaringan kantor cabang di daerah-daerah. Dari data diatas menunjukkan bahwa, pertumbuhan jumlah kantor cabang dari tahun ketahun mengalami peningkatan baik dari bank umum syariah maupun dari unit usaha syariah. Pada bank umum syariah, jumlah kantor cabang mengalami peningkatan sebesar 263 pada desember 2004 menjadi 273 pada maret 2005 dan 346 pada desember 2006. Pada unit usaha syariah jumlah kantor cabang menunjukkan peningkatan sebesar 74 pada desember 2004 menjadi 84 pada maret 2005 dan 163 pada desember 2006. Seiring dengan meningkatnya jumlah kantor cabang, asset perbankan syariah juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp.15.211 milyar pada desember 2004 menjadi Rp.16.271 milyar pada maret 2005 dan Rp.26.722 milyar pada desember 2006. sedangkan pada total perbankan nasional, data menunjukkan peningkatan dari Rp.1.272.081 milyar pada desember 2004 menjadi Rp.1.280.567 milyar pada maret 2005 dan Rp.1.693.850 milyar pada desember 2006.
Jumlah kantor cabang telah menjadi pertimbangan bagi masyarakat Indonesia yang ingin menyimpan dananya di bank syariah. Apalagi sekarang ini mobilitas masyarakat semakin cepat dan terus berkembang, sehingga masyarakat memerlukan jasa finansial yang mudah dan praktis.
Keberhasilan bank syariah dalam menghimpun dana masyarakat sangat berkaitan dengan kemampuan bank syariah dalam menjangkau lokasi nasabahnya. Semakin banyak jumlah kantor cabang, maka jumlah masyarakat yang menyimpan dana ke bank syariahpun bertambah.
Pelayanan yang diberikan oleh bank syariah terhadap masyarakat harus terus ditingkatkan karena hakikat dari bisnis perbankan adalah bisnis jasa yang berdasarkan pada azas kepercayaan sehingga masalah kualitas layanan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan usaha. Kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service) (Kotler, 1997:20)
Faktor ekstern yang harus diperhatikan oleh bank syariah adalah kondisi ekonomi makro di Indonesia. Kondisi tersebut dapat dilihat pada perkembangan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga telah memberikan efek yang besar terhadap minat menabung masyarakat pada bank konvensional.
Pertumbuhan perbankan syariah akan dihadapkan pada persaingan antara tingkat bunga bank konvensional dengan tingkat bagi hasil yang diterima nasabah. Persaingan tersebut akan mengarah pada faktor pilihan masyarakat Indonesia dalam berinvestasi. Pada kenyataannya masyarakat memilih investasi di bank konvensional adalah melihat besarnya tingkat bunga yang ditawarkan.
Berdirinya perbankan syariah yang pertama kali adalah Bank Muamalat Indonesia juga sekaligus merupakan sebagai pionirnya perbankan syariah. Pada awal 1980-an, dilakukan diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam dan dengan seiring laju pertumbuhan perekonomian, maka prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1990, dalam Lokakarya Bunga Bank Perbankan tanggal 18-20 Agustus 1990 yang dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua Bogor. Ditindak lanjuti pada 22-25 Agustus 1990 dalam Musyawarah Nasional IV MUI, berhasil membentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja dari kelompok tersebut. Akta pendirian Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada 1 November 1991 dengan komitmen saham sebanyak Rp. 84 Milyar. Dengan tambahan dana dari Presiden RI menjadi sebesar Rp. 106.126.382.000,00. Dengan modal awal itu, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Hingga September 1999, BMI telah memiliki 45 outlet yang tesebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makassar. Dari sekian banyak bank syariah di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia adalah bank yang pertama kali menerapkan sistem syariah dalam aliran arus uangnya. Sekitar hampir 14 tahun beroperasi, Bank Muamalat Indonesia tidak pernah sedikitpun terkena angin tidak sedap perekonomian, apalagi saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, yang mana terjadinya inflasi telah mencapai 300% serta tingginya tingkat suku bunga pada bank-bank konvensional telah mengakibatkan banyaknya bank diluquidasi.
Dari melihat latar belakang diatas, peneliti tertarik mangambil studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia dengan fokus permasalahan pada simpanan masyarakat. Maka dari itu, penelitian ini diberi judul “PENGARUH IMBALAN BAGI HASIL, JUMLAH KANTOR CABANG DAN SUKU BUNGA TERHADAP SIMPANAN MASYARAKAT PADA BANK MUAMALAT INDONESIA PERIODE TAHUN 2001.1–2006.4”.
I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka Pokok permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: