BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan tanaman obat di Indonesia sangat pesat sekali, baik
digunakan dalam bidang pengobatan khususnya pengobatan tradisional, maupun
sebagai obyek penelitian untuk mengetahui kandungan yang ada di dalamnya,
sehingga dapat dimanfaatkan kandungan aktifnya untuk digunakan sebagai bahan
obat, dan dapat dibuat suatu bentuk sediaan yang bermanfaat bagi manusia.
Penelitian Rediningsih (2002) membuktikan bahwa minyak atsiri temu
kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht), mempunyai aktivitas sebagai
anti jamur terhadap Candida albicans dengan kadar bunuh minimal (KBM)
0,125% dan terhadap Trichophyton mentagrophytes dengan kadar bunuh minimal
(KBM) 0,25 %. Penelitian lain dari Saryanti, D. (2003) membuktikan bahwa
fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht) mempunyai
aktivitas sebagai anti jamur terhadap Candida albicans dan Trichophyton
mentagrophytes, dengan kadar bunuh minimal (KBM) yang sama yaitu 4 % b/v.
Kulit merupakan bagian tubuh yang sangat rentan terhadap penyakit
akibat infeksi jamur. Infeksi jamur pada kulit salah satunya bisa disebabkan oleh
jamur Candida albicans. Infeksi jamur Candida albicans bisa diobati, baik
dengan obat-obat sintesis maupun dengan obat-obatan tradisional. Salah satunya
yaitu dengan minyak atsiri temu kunci yang telah diteliti khasiatnya.
Krim merupakan salah satu sediaan yang dipakai untuk pengobatan luar.
Sediaan krim mempunyai kelebihan-kelebihan dari pada sediaan topikal lainnya,
antara lain ; penyebaran lebih mudah, sedikit berminyak sehingga mudah
dibersihkan, penguapan air dapat menyejukkan jaringan kulit, tidak lengket, lebih
disukai. Minyak atsiri yang mempunyai aktivitas anti jamur dapat diformulasi dan
dibuat sediaan krim, sehingga sediaan krim dengan zat aktif minyak atsiri dapat
dimanfaatkan untuk mengobati infeksi jamur Candida albicans pada kulit.
Dari uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang formulasi
sediaan krim minyak atsiri temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.)
Schlecht) dan uji aktivitasnya sebagai anti jamur secara in vitro.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh formulasi terhadap sifat fisik krim minyak atsiri temu
kunci ?
2. Bagaimana pengaruh formulasi krim minyak atsiri temu kunci terhadap
aktivitas anti jamur ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat fisik krim minyak atsiri
temu kunci.
2. Untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap aktivitas anti jamur krim
minyak atsiri temu kunci.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. KRIM (CREMORES )
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air. Batasan ini sekarang lebih diarahkan pada produk yang
terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat
digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Anonim, 1995).
Krim adalah sediaan semi solid untuk eksternal (kulit). Krim mempunyai
dua sistem atau tipe, yaitu tipe minyak dalam air (O/W) dan tipe air dalam
minyak (W/O). Keduanya dibedakan oleh sifat fisika kimianya, terutama
dalam hal penyerapan bahan obat dan pelepasannya dari basis. Tipe minyak
dalam air (O/W) merupakan tipe yang paling baik, karena mudah dicuci,
terkait fungsinya sebagai emolien dan pembersih. Tipe minyak dalam air
digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan sehingga konsentrasi
bahan obat akan naik, dan mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit.
Tipe O/W terdiri dari 15 % asam stearat atau bahan yang sama dalam fase
internal (Banker dan Rhodes, 2002). Tetapi pasien lebih menyukai tipe air
dalam minyak (W/O), karena penyebarannya lebih baik, sedikit berminyak
sehingga mudah dibersihkan, dan penguapan air dapat menyejukkan jaringan
kulit (Aulton, 1994).
Pembuatan krim perlu digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa
surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan
lipofil sekaligus dalam molekulnya. Surfaktan dibagi menjadi 4 golongan,
yaitu : (Voigt, 1994).
a. Anionik
Zat terdisosiasi dalam larutan air. Anion dari emulgator
bertanggung jawab pada kerja dari emulgator tersebut. Contohnya adalah
Sodium lauryl sulphate, Sodium dioctyl sulphosuccinate.
b. Kationik
Zat terdisosiasi dalam larutan air. Kerja dari emulgator dilakukan
oleh kation yang berada di dalam emulgator tersebut. Contohnya adalah
Cetrimide (Hexadocyl trimethyl ammonium bromide, Dodecyl pyridinium
iodide).
c. Non ionik
Zat dalam medium air tidak membentuk ion. Contohnya adalah
Tween 80, Span 80.
d. Amfoterik
Merupakan senyawa yang mempunyai kation dan anion dalam
molekulnya. Contohnya adalah lechitin, protein.
Hampir semua sediaan krim dan salep teremulsi memerlukan lebih dari
satu zat pengemulsi. Sabun trietanolamin stearat yang dikombinasikan dengan
setil alkohol merupakan contoh suatu pengemulsi campuran untuk emulsi
minyak dalam air (O/W); malam tawon dan ion kalsium bervalensi dua atau
sejumlah kecil zat aktif permukaan yang larut dalam air merupakan contoh
pengemulsi campuran untuk emulsi air dalam minyak (W/O) (Idson dan
Lazarus, 1986).
Bahan-bahan yang sering digunakan dalam pembuatan sediaan krim
adalah ;
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan tanaman obat di Indonesia sangat pesat sekali, baik
digunakan dalam bidang pengobatan khususnya pengobatan tradisional, maupun
sebagai obyek penelitian untuk mengetahui kandungan yang ada di dalamnya,
sehingga dapat dimanfaatkan kandungan aktifnya untuk digunakan sebagai bahan
obat, dan dapat dibuat suatu bentuk sediaan yang bermanfaat bagi manusia.
Penelitian Rediningsih (2002) membuktikan bahwa minyak atsiri temu
kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht), mempunyai aktivitas sebagai
anti jamur terhadap Candida albicans dengan kadar bunuh minimal (KBM)
0,125% dan terhadap Trichophyton mentagrophytes dengan kadar bunuh minimal
(KBM) 0,25 %. Penelitian lain dari Saryanti, D. (2003) membuktikan bahwa
fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht) mempunyai
aktivitas sebagai anti jamur terhadap Candida albicans dan Trichophyton
mentagrophytes, dengan kadar bunuh minimal (KBM) yang sama yaitu 4 % b/v.
Kulit merupakan bagian tubuh yang sangat rentan terhadap penyakit
akibat infeksi jamur. Infeksi jamur pada kulit salah satunya bisa disebabkan oleh
jamur Candida albicans. Infeksi jamur Candida albicans bisa diobati, baik
dengan obat-obat sintesis maupun dengan obat-obatan tradisional. Salah satunya
yaitu dengan minyak atsiri temu kunci yang telah diteliti khasiatnya.
Krim merupakan salah satu sediaan yang dipakai untuk pengobatan luar.
Sediaan krim mempunyai kelebihan-kelebihan dari pada sediaan topikal lainnya,
antara lain ; penyebaran lebih mudah, sedikit berminyak sehingga mudah
dibersihkan, penguapan air dapat menyejukkan jaringan kulit, tidak lengket, lebih
disukai. Minyak atsiri yang mempunyai aktivitas anti jamur dapat diformulasi dan
dibuat sediaan krim, sehingga sediaan krim dengan zat aktif minyak atsiri dapat
dimanfaatkan untuk mengobati infeksi jamur Candida albicans pada kulit.
Dari uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang formulasi
sediaan krim minyak atsiri temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.)
Schlecht) dan uji aktivitasnya sebagai anti jamur secara in vitro.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh formulasi terhadap sifat fisik krim minyak atsiri temu
kunci ?
2. Bagaimana pengaruh formulasi krim minyak atsiri temu kunci terhadap
aktivitas anti jamur ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat fisik krim minyak atsiri
temu kunci.
2. Untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap aktivitas anti jamur krim
minyak atsiri temu kunci.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. KRIM (CREMORES )
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air. Batasan ini sekarang lebih diarahkan pada produk yang
terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat
digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Anonim, 1995).
Krim adalah sediaan semi solid untuk eksternal (kulit). Krim mempunyai
dua sistem atau tipe, yaitu tipe minyak dalam air (O/W) dan tipe air dalam
minyak (W/O). Keduanya dibedakan oleh sifat fisika kimianya, terutama
dalam hal penyerapan bahan obat dan pelepasannya dari basis. Tipe minyak
dalam air (O/W) merupakan tipe yang paling baik, karena mudah dicuci,
terkait fungsinya sebagai emolien dan pembersih. Tipe minyak dalam air
digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan sehingga konsentrasi
bahan obat akan naik, dan mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit.
Tipe O/W terdiri dari 15 % asam stearat atau bahan yang sama dalam fase
internal (Banker dan Rhodes, 2002). Tetapi pasien lebih menyukai tipe air
dalam minyak (W/O), karena penyebarannya lebih baik, sedikit berminyak
sehingga mudah dibersihkan, dan penguapan air dapat menyejukkan jaringan
kulit (Aulton, 1994).
Pembuatan krim perlu digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa
surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan
lipofil sekaligus dalam molekulnya. Surfaktan dibagi menjadi 4 golongan,
yaitu : (Voigt, 1994).
a. Anionik
Zat terdisosiasi dalam larutan air. Anion dari emulgator
bertanggung jawab pada kerja dari emulgator tersebut. Contohnya adalah
Sodium lauryl sulphate, Sodium dioctyl sulphosuccinate.
b. Kationik
Zat terdisosiasi dalam larutan air. Kerja dari emulgator dilakukan
oleh kation yang berada di dalam emulgator tersebut. Contohnya adalah
Cetrimide (Hexadocyl trimethyl ammonium bromide, Dodecyl pyridinium
iodide).
c. Non ionik
Zat dalam medium air tidak membentuk ion. Contohnya adalah
Tween 80, Span 80.
d. Amfoterik
Merupakan senyawa yang mempunyai kation dan anion dalam
molekulnya. Contohnya adalah lechitin, protein.
Hampir semua sediaan krim dan salep teremulsi memerlukan lebih dari
satu zat pengemulsi. Sabun trietanolamin stearat yang dikombinasikan dengan
setil alkohol merupakan contoh suatu pengemulsi campuran untuk emulsi
minyak dalam air (O/W); malam tawon dan ion kalsium bervalensi dua atau
sejumlah kecil zat aktif permukaan yang larut dalam air merupakan contoh
pengemulsi campuran untuk emulsi air dalam minyak (W/O) (Idson dan
Lazarus, 1986).
Bahan-bahan yang sering digunakan dalam pembuatan sediaan krim
adalah ;