LATAR BELAKANG PENELITIAN
Bagi pihak-pihak diluar manajemen suatu perusahaan, laporan keuangan merupakan
jendela informasi yang memungkinkan mereka untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan
pada suatu masa pelaporan. Dimana Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan
perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (Disclosure) dari laporan keuangan yang
bersangkutan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus memadai agar dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang
cermat dan tepat. Perusahaan diharapkan untuk dapat lebih transparan dalam mengungkapkan
informasi keuangan perusahaannya, sehingga dapat membantu para pengambil keputusan
seperti investor, kreditur, dan pemakai informasi lainnya dalam mengantisipasi kondisi
ekonomi yang semakin berubah.
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela (Voluntary
Disclosure) (Darrough, 1993 dalam Ainun Na’im dan Fuad Rakhman, 2000). Pengungkapan
wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang
berlaku (peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002). Sedangkan
pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan
informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut. Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia hal semacam ini dimungkinkan.
Penelitian tentang kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya merupakan hal yang penting dilakukan. Dimana akan memberikan
gambaran tentang sifat perbedaan kelengkapan pengungkapan antar perusahaan dan faktorfaktor
yang mempengaruhinya, serta dapat memberikan petunjuk tentang kondisi perusahaan
pada suatu masa pelaporan. Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas
publik, pengungkapan laporan keuangan menjadi faktor yang signifikan. Pengungkapan
laporan keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi
yang ditempuh, kontinjensi, metode persediaan, dan jumlah saham yang beredar dan ukuran
alternatif, misalnya pos-pos yang dicatat dalam historical cost.
Bambang Suripto (1999) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, dengan menggunakan sampel pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1995 sebagai sampel penelitian.
Karakteristik perusahaan mendapat perhatian penting dalam penelitian tersebut karena peneliti
berangkat bertitik tolak dari pemikiran bahwa sejauh mana pengungkapan sukarela oleh
perusahaan sangat tergantung pada perbandingan antara biaya dan manfaat pengungkapan
tersebut, dan perbandingan biaya manfaat tersebut akan sangat ditentukan oleh karakteristikkarakteristik
tertentu dari perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa penelitian empiris terdahulu menunjukkan bahwa karakteristik-karakteristik
perusahaan yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan meliputi : (1) Rasio leverage
suatu perusahaan (Ainun Na’im dan Fuad Rakhman, 2000). Schipper (1981) dalam Marwata
(2001) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio leverage maka akan menyediakan informasi
secara lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan kreditur jangka panjang. (2) Size perusahaan
(Fitriani, 2001). Penelitian Fitriani (2001) menyatakan bahwa variabel size perusahaan
mempengaruhi kelengkapan pengungkapan. Cooke (1989) dalam Fitriani (2001) Semakin
besar size suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pengungkapannya. (3) Rasio Likuiditas
(Edy subiyantoro, 1996) dalam Fitriani (2001). Cooke (1989) dalam Fitriani (2001)
menyatakan bahwa kondisi perusahaan yang sehat, yang antara lain ditunjukkan dengan
tingkat likuiditas yang tinggi, berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. (4) Net
Profit Margin (Fitriani, 2001). Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa net profit margin
mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik. Singvi dan
Desai (1989) dalam Binsar H.Simanjuntak dan Lusy Widiastuti (2004) mengutarakan bahwa
rentabilitas ekonomi dan profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang terinci. (5) Status Perusahaan (Fitriani, 2001). Dalam
penelitiannya membuktikan bahwa variabel status perusahaan mempengaruhi kelengkapan
pengungkapan. Menurut Susanto (1992) dalam Fitriani (2001), perusahaan berbasis asing
(PMA) mungkin melakukan pengungkapan yang lebih luas. Berdasarkan uraian-uraian diatas,
maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEJ.
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN
Imhoff (1992) dalam Ainun Na’im dan Fuad Rakhman (2000) menyatakan kualitas
sebagai atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi
masih memiliki makna ganda banyak penelitian yang menggunakan indeks of disclosure
methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan
untuk menilai manfaat potensial dari sisi laporan tahunan. Jadi Imhoff mengatakan bahwa
tingginya kualitas informasi akan sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan. Untuk
mengukur kelengkapan pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk Indeks Kelengkapan
Pengungkapan, dimana perhitungan indeks kelengkapan pengungkapan dilakukan sebagai
berikut :
Bagi pihak-pihak diluar manajemen suatu perusahaan, laporan keuangan merupakan
jendela informasi yang memungkinkan mereka untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan
pada suatu masa pelaporan. Dimana Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan
perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (Disclosure) dari laporan keuangan yang
bersangkutan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus memadai agar dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang
cermat dan tepat. Perusahaan diharapkan untuk dapat lebih transparan dalam mengungkapkan
informasi keuangan perusahaannya, sehingga dapat membantu para pengambil keputusan
seperti investor, kreditur, dan pemakai informasi lainnya dalam mengantisipasi kondisi
ekonomi yang semakin berubah.
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela (Voluntary
Disclosure) (Darrough, 1993 dalam Ainun Na’im dan Fuad Rakhman, 2000). Pengungkapan
wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang
berlaku (peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002). Sedangkan
pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan
informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut. Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia hal semacam ini dimungkinkan.
Penelitian tentang kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya merupakan hal yang penting dilakukan. Dimana akan memberikan
gambaran tentang sifat perbedaan kelengkapan pengungkapan antar perusahaan dan faktorfaktor
yang mempengaruhinya, serta dapat memberikan petunjuk tentang kondisi perusahaan
pada suatu masa pelaporan. Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas
publik, pengungkapan laporan keuangan menjadi faktor yang signifikan. Pengungkapan
laporan keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi
yang ditempuh, kontinjensi, metode persediaan, dan jumlah saham yang beredar dan ukuran
alternatif, misalnya pos-pos yang dicatat dalam historical cost.
Bambang Suripto (1999) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, dengan menggunakan sampel pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1995 sebagai sampel penelitian.
Karakteristik perusahaan mendapat perhatian penting dalam penelitian tersebut karena peneliti
berangkat bertitik tolak dari pemikiran bahwa sejauh mana pengungkapan sukarela oleh
perusahaan sangat tergantung pada perbandingan antara biaya dan manfaat pengungkapan
tersebut, dan perbandingan biaya manfaat tersebut akan sangat ditentukan oleh karakteristikkarakteristik
tertentu dari perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa penelitian empiris terdahulu menunjukkan bahwa karakteristik-karakteristik
perusahaan yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan meliputi : (1) Rasio leverage
suatu perusahaan (Ainun Na’im dan Fuad Rakhman, 2000). Schipper (1981) dalam Marwata
(2001) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio leverage maka akan menyediakan informasi
secara lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan kreditur jangka panjang. (2) Size perusahaan
(Fitriani, 2001). Penelitian Fitriani (2001) menyatakan bahwa variabel size perusahaan
mempengaruhi kelengkapan pengungkapan. Cooke (1989) dalam Fitriani (2001) Semakin
besar size suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pengungkapannya. (3) Rasio Likuiditas
(Edy subiyantoro, 1996) dalam Fitriani (2001). Cooke (1989) dalam Fitriani (2001)
menyatakan bahwa kondisi perusahaan yang sehat, yang antara lain ditunjukkan dengan
tingkat likuiditas yang tinggi, berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. (4) Net
Profit Margin (Fitriani, 2001). Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa net profit margin
mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik. Singvi dan
Desai (1989) dalam Binsar H.Simanjuntak dan Lusy Widiastuti (2004) mengutarakan bahwa
rentabilitas ekonomi dan profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang terinci. (5) Status Perusahaan (Fitriani, 2001). Dalam
penelitiannya membuktikan bahwa variabel status perusahaan mempengaruhi kelengkapan
pengungkapan. Menurut Susanto (1992) dalam Fitriani (2001), perusahaan berbasis asing
(PMA) mungkin melakukan pengungkapan yang lebih luas. Berdasarkan uraian-uraian diatas,
maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEJ.
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN
Imhoff (1992) dalam Ainun Na’im dan Fuad Rakhman (2000) menyatakan kualitas
sebagai atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi
masih memiliki makna ganda banyak penelitian yang menggunakan indeks of disclosure
methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan
untuk menilai manfaat potensial dari sisi laporan tahunan. Jadi Imhoff mengatakan bahwa
tingginya kualitas informasi akan sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan. Untuk
mengukur kelengkapan pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk Indeks Kelengkapan
Pengungkapan, dimana perhitungan indeks kelengkapan pengungkapan dilakukan sebagai
berikut :