ABSTRAK
Bagi umat Islam sunnah menempati posisi yang teramat vital, baik dalam konteks sebagai tuntunan perilaku (uswah) dari Muhammad SAW maupun dalam kapasitasnya sebagai sumber hukum Islam. Akan tetapi di balik nilai urgensitasnya, sunnah memiliki problem signifikansi yang lebih kompleks dibandingkan dengan al-Qur’an. Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, hal ini tidak lepas dari beberapa sebab, antara lain; 1) proses transmisinya yang tidak selalu mutawatir; 2) secara sistematis ia baru dikodifikasikan pada penghujung abad pertama atau abad kedua Hijriyah. Hal ini tentunya membutuhkan kecermatan dalam meneliti tingkat akurasinya (tausiq), baik pada tataran proses transmisi maupun batang tubuh sunnah itu sendiri; 3) minimnya perhatian generasi pertama umat Islam terhadap kondisi eksternal yang sebenarnya sangat diperlukan bagi pengembangan ‘ulumul hadis.
Berangkat dari kesadaran terhadap realitas obyektif sunnah yang demikian, seringkali sunnah menjadi obyek kajian yang tidak pernah kering, baik itu dilakukan oleh kelompok insider maupun outsider. Salah satunya ialah metode analisis bahasa, khususnya metode analisis linguistik yang diantaranya dikembangkan oleh Wael B. Hallaq. Dalam cabang ‘ulumul qur’an sejumlah pemikir kontemporer telah menggunakan analisis linguistik untuk menguak misteri makna di balik suatu ayat. Di antara mereka terdapat Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, Bintu Syati, dan yang paling akhir adalah Nasr Hamid abu Zaid.
Konsep kritik matan dengan metode analisis linguistik yang ditawarkan oleh Wael B. Hallaq dibangun berdasarkan pada asumsi dasar bahwa bentuk ekstrinsik hadis tersusun dari untaian bahasa sebagai komponen utamanya, sementara bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan makna dan diturunkan dalam lingkup konteks tertentu, sehingga tidak semata-mata menunjukkan suatu obyek yang independen dari penggunaannya. Karena itu menyingkap makna dari balik teks menjadi sangat perlu untuk mengetahui maksud dan konteks digunakannya bahasa. Dalam konteks penelitian validitas suatu matn hadis, linguistik sangat membantu dalam menelusuri otentisitas suatu batang tubuh hadis (matan) melalui asumsi-asumsi kebahasaan tersebut. Dalam tulisan ini konsep yang ditawarkan oleh Wael B. Hallaq tersebut menjadi obyek kajian utama dengan tujuan menguji tingkat validitasnya, kemungkinan aplikasinya dalam kritik matan dan memprediksi implikasi positif yang ditimbulkan dari penerapannya.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis komparatif. Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini diancangkan untuk mencari dan mengkonstruk pemikiran mendasar dari konsep kritik matan yang dikemukakan oleh Wael B. Hallaq untuk kemudian dianalisis dengan cara membandingkannya secara obyektif dengan pemikiran dari tokoh yag lain. Dengan demikian, kritik yang obyektif dan konstruktif dapat digunakan untuk menimbang konsep tersebut.
Bagi umat Islam sunnah menempati posisi yang teramat vital, baik dalam konteks sebagai tuntunan perilaku (uswah) dari Muhammad SAW maupun dalam kapasitasnya sebagai sumber hukum Islam. Akan tetapi di balik nilai urgensitasnya, sunnah memiliki problem signifikansi yang lebih kompleks dibandingkan dengan al-Qur’an. Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, hal ini tidak lepas dari beberapa sebab, antara lain; 1) proses transmisinya yang tidak selalu mutawatir; 2) secara sistematis ia baru dikodifikasikan pada penghujung abad pertama atau abad kedua Hijriyah. Hal ini tentunya membutuhkan kecermatan dalam meneliti tingkat akurasinya (tausiq), baik pada tataran proses transmisi maupun batang tubuh sunnah itu sendiri; 3) minimnya perhatian generasi pertama umat Islam terhadap kondisi eksternal yang sebenarnya sangat diperlukan bagi pengembangan ‘ulumul hadis.
Berangkat dari kesadaran terhadap realitas obyektif sunnah yang demikian, seringkali sunnah menjadi obyek kajian yang tidak pernah kering, baik itu dilakukan oleh kelompok insider maupun outsider. Salah satunya ialah metode analisis bahasa, khususnya metode analisis linguistik yang diantaranya dikembangkan oleh Wael B. Hallaq. Dalam cabang ‘ulumul qur’an sejumlah pemikir kontemporer telah menggunakan analisis linguistik untuk menguak misteri makna di balik suatu ayat. Di antara mereka terdapat Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, Bintu Syati, dan yang paling akhir adalah Nasr Hamid abu Zaid.
Konsep kritik matan dengan metode analisis linguistik yang ditawarkan oleh Wael B. Hallaq dibangun berdasarkan pada asumsi dasar bahwa bentuk ekstrinsik hadis tersusun dari untaian bahasa sebagai komponen utamanya, sementara bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan makna dan diturunkan dalam lingkup konteks tertentu, sehingga tidak semata-mata menunjukkan suatu obyek yang independen dari penggunaannya. Karena itu menyingkap makna dari balik teks menjadi sangat perlu untuk mengetahui maksud dan konteks digunakannya bahasa. Dalam konteks penelitian validitas suatu matn hadis, linguistik sangat membantu dalam menelusuri otentisitas suatu batang tubuh hadis (matan) melalui asumsi-asumsi kebahasaan tersebut. Dalam tulisan ini konsep yang ditawarkan oleh Wael B. Hallaq tersebut menjadi obyek kajian utama dengan tujuan menguji tingkat validitasnya, kemungkinan aplikasinya dalam kritik matan dan memprediksi implikasi positif yang ditimbulkan dari penerapannya.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis komparatif. Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini diancangkan untuk mencari dan mengkonstruk pemikiran mendasar dari konsep kritik matan yang dikemukakan oleh Wael B. Hallaq untuk kemudian dianalisis dengan cara membandingkannya secara obyektif dengan pemikiran dari tokoh yag lain. Dengan demikian, kritik yang obyektif dan konstruktif dapat digunakan untuk menimbang konsep tersebut.