ABSTRAK
Metode Tafwi>d} merupakan metode ulama Salaf, yang pada aplikasinya tidak memberikan makna yang lahir dari ayat-ayat sifat Tuhan, terutama mereka ketika mengahadapi ayat-ayat yang ambigu (mutasya>biha>t). Sebab menurut mereka dengan metode ini sudah merupakan pemaknaan yang layak untuk sifat Tuhan dan mendekatkannya kepada tanzi>h (penyucian), karena inti dari metode ini sebagai sikap kehati-hatian mereka dari sikaf tasybi>h (Antropomorfisme) dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan tanpa deskripsi makna (bila kaif), atau dengan kata lain ulama Salaf menamakannya dengan ta'wi>l ijma>li>. Sebab dengan sendirinya ketika ia menggunakan metode tafwi>d}, berarti ia sudah memberikan ta'wi>l-nya. Karena ta'wi>l itu sendiri menurut mereka adalah memalingkan lafaz} dari makna z}ahir-nya tersebut baik dari dalil al-Qur'an maupun dalil al-Hadis. Hal inilah yang secara mayoritas ulama Salaf meggunakannya sebagai salah satu metode dalam menyikapi ayat-ayat mutasya>biha>t al-S{ifa>t.
Ketika perkembangannya muncul juga yang dinamakan metode tasli>m, yang inti dari kedua metode ini adalah sama-sama menyerahkan ayat-ayat mutasya>biha>t dari segi makna dengan mengimaninya sebagai Sifat dari keagungan dan kekuasaan-Nya. Dari pemahaman ayat-ayat mutasya>biha>t, di kemudian hari mendapatkan porsi yang sangat signifikan, terlebih ketika diangkat dalam perdebatan para teolog skolastik dengan statemen-statemen mereka bahwa ulama Salaf tidak menggunakan ta'wi>l tafs}i>li> dalam memahami ayat-ayat mutasya>biha>t, mereka hanya memberlakukan metode tafwi>d} dan tasli>m saja sebagai aplikasinya. Terlebih ketika mereka para teolog hanya mendukung pendapatnya saja, tanpa melihat data-data konkrit sebagaimana generasi awal telah mempraktekannya pada metode ta'wi>l tafs}i>li>.
Penulis melihat di sini sebagai aplikasi konkrit ketika sahabat Ibn 'Abba>s memberikan ta'wi>l tafs}i>li>, dan ulama-ulama Salaf sesudahnya yang dianggap kapabil terhadap penerapannya seperti Muja>hid, Ah}mad ibn H{anbal, al-Bukha>ri, dan mufassir dikalangan Atba' al-Ta>bi'i>n seperti al-Qurt}ubi> dan lain-lain. Hanya saja metode ta'wi>l tafs}i>li> ini tidak begitu dominan seperti metode tafwi>d} dan tasli>m yang pada aplikasinya tidak menyimpangkan makna. Oleh sebab itu ulama Salaf disamping menggunakan metode tafwi>d} dan tasli>m, mereka sudah menggunakan metode ta'wi>l tafs}i>li>, tidak seperti yang dilontarkan dalam perdebatan para teolog skolastik dengan pangakuan masing-masing sebagai aplikasi dari ulama Salaf. Seperti al-Musyabbihah yang berbeda dengan para teolog lainnya yang mengungkapkan maknanya secara literal. Dan ini tentunya sangatlah berpengaruh pada perkembangan ilmu tafsir selanjutnya dengan melahirkan berbagai sekte dalam kajian tafsir. Hal ini dibuktikan penulis ketika melihat sisi perbedaan dan paradigma yang dibangun sebagai penetapan metode mereka dalam memahami ayat-ayat sifat sebagai pemahaman yang proposional yang dimaksudkan akan dalil-dalil tersebut.
Metode Tafwi>d} merupakan metode ulama Salaf, yang pada aplikasinya tidak memberikan makna yang lahir dari ayat-ayat sifat Tuhan, terutama mereka ketika mengahadapi ayat-ayat yang ambigu (mutasya>biha>t). Sebab menurut mereka dengan metode ini sudah merupakan pemaknaan yang layak untuk sifat Tuhan dan mendekatkannya kepada tanzi>h (penyucian), karena inti dari metode ini sebagai sikap kehati-hatian mereka dari sikaf tasybi>h (Antropomorfisme) dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan tanpa deskripsi makna (bila kaif), atau dengan kata lain ulama Salaf menamakannya dengan ta'wi>l ijma>li>. Sebab dengan sendirinya ketika ia menggunakan metode tafwi>d}, berarti ia sudah memberikan ta'wi>l-nya. Karena ta'wi>l itu sendiri menurut mereka adalah memalingkan lafaz} dari makna z}ahir-nya tersebut baik dari dalil al-Qur'an maupun dalil al-Hadis. Hal inilah yang secara mayoritas ulama Salaf meggunakannya sebagai salah satu metode dalam menyikapi ayat-ayat mutasya>biha>t al-S{ifa>t.
Ketika perkembangannya muncul juga yang dinamakan metode tasli>m, yang inti dari kedua metode ini adalah sama-sama menyerahkan ayat-ayat mutasya>biha>t dari segi makna dengan mengimaninya sebagai Sifat dari keagungan dan kekuasaan-Nya. Dari pemahaman ayat-ayat mutasya>biha>t, di kemudian hari mendapatkan porsi yang sangat signifikan, terlebih ketika diangkat dalam perdebatan para teolog skolastik dengan statemen-statemen mereka bahwa ulama Salaf tidak menggunakan ta'wi>l tafs}i>li> dalam memahami ayat-ayat mutasya>biha>t, mereka hanya memberlakukan metode tafwi>d} dan tasli>m saja sebagai aplikasinya. Terlebih ketika mereka para teolog hanya mendukung pendapatnya saja, tanpa melihat data-data konkrit sebagaimana generasi awal telah mempraktekannya pada metode ta'wi>l tafs}i>li>.
Penulis melihat di sini sebagai aplikasi konkrit ketika sahabat Ibn 'Abba>s memberikan ta'wi>l tafs}i>li>, dan ulama-ulama Salaf sesudahnya yang dianggap kapabil terhadap penerapannya seperti Muja>hid, Ah}mad ibn H{anbal, al-Bukha>ri, dan mufassir dikalangan Atba' al-Ta>bi'i>n seperti al-Qurt}ubi> dan lain-lain. Hanya saja metode ta'wi>l tafs}i>li> ini tidak begitu dominan seperti metode tafwi>d} dan tasli>m yang pada aplikasinya tidak menyimpangkan makna. Oleh sebab itu ulama Salaf disamping menggunakan metode tafwi>d} dan tasli>m, mereka sudah menggunakan metode ta'wi>l tafs}i>li>, tidak seperti yang dilontarkan dalam perdebatan para teolog skolastik dengan pangakuan masing-masing sebagai aplikasi dari ulama Salaf. Seperti al-Musyabbihah yang berbeda dengan para teolog lainnya yang mengungkapkan maknanya secara literal. Dan ini tentunya sangatlah berpengaruh pada perkembangan ilmu tafsir selanjutnya dengan melahirkan berbagai sekte dalam kajian tafsir. Hal ini dibuktikan penulis ketika melihat sisi perbedaan dan paradigma yang dibangun sebagai penetapan metode mereka dalam memahami ayat-ayat sifat sebagai pemahaman yang proposional yang dimaksudkan akan dalil-dalil tersebut.