BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat disangkal bahwa penguatan peran lembaga legislatif di era reformasi ini adalah suatu keharusan yang tidak dapat dibantahkan lagi. Seperti diketahui fungsi dan peran DPRD adalah melaksanakan fungsi-fungsi, budgeting, legislation, dan controlling sudah merupakan kebutuhan internal bagaimana DPRD dapat menciptakan suatu mekanisme kerja yang dapat mengoptimalkan kinerjanya. Menumbuhkan kesadaran DPRD akan fungsi yang diembannya merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Karena masyarakat madani sangat berharap banyak agar DPRD dapat melakukan fungsi-fungsi parlemennya dengan peran yang lebih nyata dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Akhir-akhir ini muncul gelombang protes dari kalangan aktivis mahasiswa dari pusat hingga ke daerah terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2006 yang berimplikasi terhadap naiknya beberapa item penerimaan atau gaji anggota DPRD. Belakangan ditegaskan oleh pemerintah bahwa itu dimaksudkan sebagai tambahan biaya operasional atau komunikasi. Fenomena gelombang tuntutan yang dilakukan oleh berbagai elemen mahasiswa dan aktivis pro demokrasi terhadap lembaga legislatif kita dari pusat hingga ke daerah paling tidak didasari atas beberapa alasan:
1. Lembaga legislatif yang diharapkan sebagai “wasit” dalam penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan itu malah terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. Lembaga legislatif di banyak daerah ternyata tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal;
3. Para wakil rakyat itu ternyata tidak dapat menampung dan menyalurkan aspirasi konstituennya;
4. Para wakil rakyat itu cenderung kepada kekuasaan (power oriented);
5. Secara keseluruhan kinerja lembaga legislatif berada pada posisi yang mengecewakan;
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga perwakilan tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan menyuarakan kepentingannya, lewat lembaga ini akan keluar kebijakan yang menjadi dasar bagi eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah. Lahirnya lembaga perwakilan menjadi suatu keharusan karena sistem demokrasi langsung (direct democracy) yang dilaksanakan pada zaman Yunani Kuno sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilaksanakan.
Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut termasuk didalamnya luasnya wilayah suatu negara, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dinamika politik yang terjadi dimasyarakat begitu cepat yang tentunya memerlukan penanganan secara cepat, begitu juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kendala untuk tetap melaksanakan demokrasi langsung, tidak seperti zaman dahulu ketika Yunani Kuno menerapkan demokrasi langsung populasi penduduk masih relatif sedikit, wilayah yang tidak terlalu luas dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak seperti yang kita alami sekarang ini. Sebagai ganti dari demokrasi langsung maka lahirlah demokrasi perwakilan, yang diwujudkan dengan adanya pembentukan lembaga tempat untuk menyuarakan berbagai kepentingan dan kehendak masyarakat. Secara umum lembaga ini dikenal dengan nama “parlemen”.
Gagasan parlemen sebagai badan atau lembaga yang menjalankan fungsi legislatif bervariasi penerapannya di berbagai negara. Dalam beberapa konstitusi, parlemen disebut dengan bermacam-macam nama. Untuk pengertian yang kurang lebih sama dengan pengertian parlemen, biasanya digunakan perkataan-perkataan yang berasal dari tradisi dan bahasa lokal dari negara yang bersangkutan. Tetapi banyak juga yang mengunakan perkataan Inggris, tentunya karena pengaruh dari bahasa Inggris. Di Indonesia lembaga ini disebut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau disingkat DPR RI untuk tingkat pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD untuk tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
David E. Apter (1998), apapun nama dan sebutan yang diberikan, keberadaan lembaga perwakilan rakyat merupakan hal yang sangat esensial sebagai lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat banyak. Lewat lembaga perwakilan rakyat inilah aspirasi masyarakat ditampung dan dituangkan dalam berbagai kebijakan umum.
David E. Apter (1998), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam sistem politik dan sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu lembaga tinggi negara dan sebagai wahana melaksanakan Demokrasi Pancasila.
Arbi Sanit (1982), Dalam sistem pemerintahan demokrasi, lembaga perwakilan rakyat merupakan perangkat kenegaraaan yang sangat penting disamping perangkat-perangkat kenegaraan yang lain, baik yang bersifat infra struktur maupun supra struktur politik. Setiap pemerintahan yang menganut sistem demokrasi selalu didasari suatu ide bahwa warga negara seharusnya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik
B.N. Marbun (2002), dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep kedaulatan ini sangat menentukan untuk dijadikan sebagai parameter. Dalam sistem tersebut dinyatakan bahwa tidak ada kekuasaan mutlak dan semua keputusan politik harus mendapatkan persetujuan dari rakyat secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan. Walaupun demikian menurut Prof. Bryce dalam buku Modern Democracies menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan mayoritas warga negara yang cakap dijalankan. Adapun demokrasi yang dijalankan adalah melalui perwakilan, dimana rakyatlah yang memilih wakil-wakilnya, menurut dasar demokrasi keputusan tertinggi dalam pemerintahan negara terletak ditangan rakyat melalui perantara badan perwakilan, anggota masyarakat yang mewakili disebut wakil politik.
Fungsi badan perwakilan rakyat yang mencirikan demokrasi modern ini memperkenalkan nama badan legislatif atau badan pembuat undang-undang kepadanya dan juga bertindak sebagai pengawas pelaksana undang-undang tersebut. Melalui fungsi pengawasan ini parlemen menunjukkan bahwa dirinya sebagai wakil rakyat dengan memasukkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya kedalam pasal-pasal undang-undang mengawasi perjalanan pelaksanaannya.
Dengan demikian dalam penelitian skripsi ini akan dititik beratkan pada kajian tentang salah satu fungsi pokok DPR yaitu fungsi pengawasan, bahwa fungsi pengawasan dimaksud adalah pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Dari gambaran ini akan di peroleh gambaran sejauh mana DPRD Kabupaten Kaimana telah menjalankan fungsinya kontrolnya yang biasa dijadikan sebagai indikator adanya proses demokratisasi, sebaliknya kurang atau tidak berjalannya fungsi kontrol yang dimiliki oleh DPR dapat dijadikan kurang atau tidak berjalannya proses demokratisasi, sebab DPR sendiri merupakan lembaga/perangkat demokrasi.
Dewan perwakilan Rakyat yang merupakan lembaga yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat untuk mengemban amanat memperjuangkan keperntingan, kemauan masyarakat ternyata tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Tidak berfungsinya Dewan Perwakilan Rakyat secara maksimal dizaman Orde Baru banyak menuai kritikan dari masyarakat, seperti lembaga “tukang stempel” atas kebijakan pemerintah, tidak responsif melihat aspirasi dan kepentingan masyarakat dan cenderung mengikuti kemauan pemerintah. Banyak faktor yang mengakibatkan ketidakberdayaan DPRD Kabupaten Kaimana, mulai dari kualitas SDM anggota dewan, komitmen para wakil rakyat itu, kontrol masyarakat, kemampuan Sekretariat Dewan yang minim, dan lainnya. Hal inilah yang memungkinkan ketidakberdayaan dewan dalam menjalankankan fungsinya secara maksimal.
B. Rumusan Masalah
Dari cakupan judul di atas, Pelaksanaan Fungsi Pengawasan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kaimana, maka dapatlah dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut: Sejauh mana pelaksanaan fungsi pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana periode 2004 - 2009? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi rendahnya kinerja pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana periode 2004 -2009?
C. Hipotesa
Masalah penelitiansebagaimana terumus di atas dapat diambil hipotesa sebagai berikut.
1. Diduga bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana sangat lemah.
2. Rendahnya kinerja pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana disebabkan oleh :
a. Rendahnya kualitas sumber daya manusia;
b. Lemahnya kemampuan manajerial atau kepemimpinan;
c. Lemahnya faktor dukungan (control) masyarakat;
d. Keterbatasan dana;
e. Rendahnya komitmen atau motivasi anggota DPRD.
D. Defnisi Operasional
Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Pada penelitian ini pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan legislatif sebagaimana dimaksudkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 162 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
Sehingga pengawasan dalam penelitian ini meliputi pengawasan terhadap 1) Peraturan Daerah, 2) APBD, 3) Peraturan perundangan lainnya, 3) Dana Otsus, 4) Proyek-proyek pusat di daerah, 5) Keputusan Kepala Daerah, dan 6) Asset daerah
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Akademis
Studi ini berupaya untuk memahami, menjelaskan, dan mendeskripsikan pelaksanaan fungsi pengawsasan pada
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat disangkal bahwa penguatan peran lembaga legislatif di era reformasi ini adalah suatu keharusan yang tidak dapat dibantahkan lagi. Seperti diketahui fungsi dan peran DPRD adalah melaksanakan fungsi-fungsi, budgeting, legislation, dan controlling sudah merupakan kebutuhan internal bagaimana DPRD dapat menciptakan suatu mekanisme kerja yang dapat mengoptimalkan kinerjanya. Menumbuhkan kesadaran DPRD akan fungsi yang diembannya merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Karena masyarakat madani sangat berharap banyak agar DPRD dapat melakukan fungsi-fungsi parlemennya dengan peran yang lebih nyata dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Akhir-akhir ini muncul gelombang protes dari kalangan aktivis mahasiswa dari pusat hingga ke daerah terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2006 yang berimplikasi terhadap naiknya beberapa item penerimaan atau gaji anggota DPRD. Belakangan ditegaskan oleh pemerintah bahwa itu dimaksudkan sebagai tambahan biaya operasional atau komunikasi. Fenomena gelombang tuntutan yang dilakukan oleh berbagai elemen mahasiswa dan aktivis pro demokrasi terhadap lembaga legislatif kita dari pusat hingga ke daerah paling tidak didasari atas beberapa alasan:
1. Lembaga legislatif yang diharapkan sebagai “wasit” dalam penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan itu malah terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. Lembaga legislatif di banyak daerah ternyata tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal;
3. Para wakil rakyat itu ternyata tidak dapat menampung dan menyalurkan aspirasi konstituennya;
4. Para wakil rakyat itu cenderung kepada kekuasaan (power oriented);
5. Secara keseluruhan kinerja lembaga legislatif berada pada posisi yang mengecewakan;
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga perwakilan tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan menyuarakan kepentingannya, lewat lembaga ini akan keluar kebijakan yang menjadi dasar bagi eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah. Lahirnya lembaga perwakilan menjadi suatu keharusan karena sistem demokrasi langsung (direct democracy) yang dilaksanakan pada zaman Yunani Kuno sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilaksanakan.
Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut termasuk didalamnya luasnya wilayah suatu negara, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dinamika politik yang terjadi dimasyarakat begitu cepat yang tentunya memerlukan penanganan secara cepat, begitu juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kendala untuk tetap melaksanakan demokrasi langsung, tidak seperti zaman dahulu ketika Yunani Kuno menerapkan demokrasi langsung populasi penduduk masih relatif sedikit, wilayah yang tidak terlalu luas dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak seperti yang kita alami sekarang ini. Sebagai ganti dari demokrasi langsung maka lahirlah demokrasi perwakilan, yang diwujudkan dengan adanya pembentukan lembaga tempat untuk menyuarakan berbagai kepentingan dan kehendak masyarakat. Secara umum lembaga ini dikenal dengan nama “parlemen”.
Gagasan parlemen sebagai badan atau lembaga yang menjalankan fungsi legislatif bervariasi penerapannya di berbagai negara. Dalam beberapa konstitusi, parlemen disebut dengan bermacam-macam nama. Untuk pengertian yang kurang lebih sama dengan pengertian parlemen, biasanya digunakan perkataan-perkataan yang berasal dari tradisi dan bahasa lokal dari negara yang bersangkutan. Tetapi banyak juga yang mengunakan perkataan Inggris, tentunya karena pengaruh dari bahasa Inggris. Di Indonesia lembaga ini disebut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau disingkat DPR RI untuk tingkat pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD untuk tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
David E. Apter (1998), apapun nama dan sebutan yang diberikan, keberadaan lembaga perwakilan rakyat merupakan hal yang sangat esensial sebagai lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat banyak. Lewat lembaga perwakilan rakyat inilah aspirasi masyarakat ditampung dan dituangkan dalam berbagai kebijakan umum.
David E. Apter (1998), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam sistem politik dan sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu lembaga tinggi negara dan sebagai wahana melaksanakan Demokrasi Pancasila.
Arbi Sanit (1982), Dalam sistem pemerintahan demokrasi, lembaga perwakilan rakyat merupakan perangkat kenegaraaan yang sangat penting disamping perangkat-perangkat kenegaraan yang lain, baik yang bersifat infra struktur maupun supra struktur politik. Setiap pemerintahan yang menganut sistem demokrasi selalu didasari suatu ide bahwa warga negara seharusnya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik
B.N. Marbun (2002), dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep kedaulatan ini sangat menentukan untuk dijadikan sebagai parameter. Dalam sistem tersebut dinyatakan bahwa tidak ada kekuasaan mutlak dan semua keputusan politik harus mendapatkan persetujuan dari rakyat secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan. Walaupun demikian menurut Prof. Bryce dalam buku Modern Democracies menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan mayoritas warga negara yang cakap dijalankan. Adapun demokrasi yang dijalankan adalah melalui perwakilan, dimana rakyatlah yang memilih wakil-wakilnya, menurut dasar demokrasi keputusan tertinggi dalam pemerintahan negara terletak ditangan rakyat melalui perantara badan perwakilan, anggota masyarakat yang mewakili disebut wakil politik.
Fungsi badan perwakilan rakyat yang mencirikan demokrasi modern ini memperkenalkan nama badan legislatif atau badan pembuat undang-undang kepadanya dan juga bertindak sebagai pengawas pelaksana undang-undang tersebut. Melalui fungsi pengawasan ini parlemen menunjukkan bahwa dirinya sebagai wakil rakyat dengan memasukkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya kedalam pasal-pasal undang-undang mengawasi perjalanan pelaksanaannya.
Dengan demikian dalam penelitian skripsi ini akan dititik beratkan pada kajian tentang salah satu fungsi pokok DPR yaitu fungsi pengawasan, bahwa fungsi pengawasan dimaksud adalah pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Dari gambaran ini akan di peroleh gambaran sejauh mana DPRD Kabupaten Kaimana telah menjalankan fungsinya kontrolnya yang biasa dijadikan sebagai indikator adanya proses demokratisasi, sebaliknya kurang atau tidak berjalannya fungsi kontrol yang dimiliki oleh DPR dapat dijadikan kurang atau tidak berjalannya proses demokratisasi, sebab DPR sendiri merupakan lembaga/perangkat demokrasi.
Dewan perwakilan Rakyat yang merupakan lembaga yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat untuk mengemban amanat memperjuangkan keperntingan, kemauan masyarakat ternyata tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Tidak berfungsinya Dewan Perwakilan Rakyat secara maksimal dizaman Orde Baru banyak menuai kritikan dari masyarakat, seperti lembaga “tukang stempel” atas kebijakan pemerintah, tidak responsif melihat aspirasi dan kepentingan masyarakat dan cenderung mengikuti kemauan pemerintah. Banyak faktor yang mengakibatkan ketidakberdayaan DPRD Kabupaten Kaimana, mulai dari kualitas SDM anggota dewan, komitmen para wakil rakyat itu, kontrol masyarakat, kemampuan Sekretariat Dewan yang minim, dan lainnya. Hal inilah yang memungkinkan ketidakberdayaan dewan dalam menjalankankan fungsinya secara maksimal.
B. Rumusan Masalah
Dari cakupan judul di atas, Pelaksanaan Fungsi Pengawasan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kaimana, maka dapatlah dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut: Sejauh mana pelaksanaan fungsi pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana periode 2004 - 2009? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi rendahnya kinerja pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana periode 2004 -2009?
C. Hipotesa
Masalah penelitiansebagaimana terumus di atas dapat diambil hipotesa sebagai berikut.
1. Diduga bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana sangat lemah.
2. Rendahnya kinerja pengawasan pada DPRD Kabupaten Kaimana disebabkan oleh :
a. Rendahnya kualitas sumber daya manusia;
b. Lemahnya kemampuan manajerial atau kepemimpinan;
c. Lemahnya faktor dukungan (control) masyarakat;
d. Keterbatasan dana;
e. Rendahnya komitmen atau motivasi anggota DPRD.
D. Defnisi Operasional
Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Pada penelitian ini pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan legislatif sebagaimana dimaksudkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 162 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
Sehingga pengawasan dalam penelitian ini meliputi pengawasan terhadap 1) Peraturan Daerah, 2) APBD, 3) Peraturan perundangan lainnya, 3) Dana Otsus, 4) Proyek-proyek pusat di daerah, 5) Keputusan Kepala Daerah, dan 6) Asset daerah
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Akademis
Studi ini berupaya untuk memahami, menjelaskan, dan mendeskripsikan pelaksanaan fungsi pengawsasan pada