BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan aset suatu bangsa, masa depan bangsa tergantung pada
mereka, maka dari itu perlu sekali para orang tua maupun pemerintah
memperhatikan pendidikan dan juga kesehatan. Lebih-lebih di zaman seperti
sekarang ini, penyakit menular ada di mana-mana, salah satunya yaitu penyakit
tuberkulosis atau TBC. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi
juga anak-anak.
Tuberkulosis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, ditandai dengan khas terjadinya pembentukan granuloma dan
nekrosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru, akan tetapi dapat juga meluas
mengenai organ-organ tertentu (Nawas, 1990).
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang paling sering
(sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Gejala TBC antara lain batuk kronis, demam,
berkeringat waktu malam, keluhan pernafasan, perasaan letih, malaisme, hilang
nafsu makan, turunnya berat badan, dan rasa nyeri di bagian dada. Dahak
penderita berupa lendir (mucoid), purulent, atau mengandung darah (Tjay dan
Raharja, 2002).
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi metode pemeriksaaan
penderita tuberkulosis pun semakin beraneka ragam dan sensitivitas dan spesifitas
yang semakin baik. Pemeriksaaan bakteriologi dianggap cukup memegang
peranan penting sebagai salah satu penunjang utama dalam mengevaluasi hasil
pengobatan maupun dalam penyidikan epidemiologik (Sandjaja, 1992).
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia
setelah penyakit saluran nafas dan kardiovaskuler, seperti yang ditemukan pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dikerjakan oleh Departemen Kesehatan di
tahun 1995 (Supriyatno dkk, 2002), sehingga harus ditanggulangi secara nasional,
terprogram, dan terpadu. Di pihak lain, menurut perhitungan dalam dekade 1990-
1999 di seluruh dunia akan muncul sekitar 88 juta penderita tuberkulosis yang
baru, dan 35 juta di antaranya berasal dari kawasan Asia Tenggara. Pada dekade
yang sama juga akan dijumpai sekitar 30 juta orang yang meninggal di seluruh
dunia akibat penyakit ini, dan 12 juta di antaranya dari kawasan Asia Tenggara
(Aditama, 1994).
Penyakit tuberkulosis sebagai salah satu penyebab kematian penyakit
infeksi yang terbesar di Indonesia, tampak belum dapat diredakan penyebarannya,
apalagi penyembuhannya secara luas dalam masyarakat luas. Lebih-lebih jika
diingat bahwa hasil kajian para ilmuwan menunjukkan adanya hubungan antara
tuberkulosis dan infeksi HIV atau AIDS, sehingga dunia internasional pun perlu
dituntut perhatiannya (Aditama, 1994).
Penelitian mengenai tuberkulosis anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru Surakarta juga belum pernah dilakukan sehingga dapat menambah data
tentang penelitian tuberkulosis pada pasien anak, bahan masukan dan gambaran
yang dapat digunakan sebagai pembanding atau evaluasi bagi Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru Surakarta
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah seperti apa penggunaan obat TB Paru
pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta
tahun 2003 meliputi jenis obat antituberkulosis, kesesuaian dosis dan lama terapi,
interaksi obat secara teoritik yang terjadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penggunaan obat TB paru
pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta
tahun 2003 dengan parameter jenis obat yang digunakan, kesesuaian dosis dan
lama terapi, kajian teoritik terjadinya interaksi obat.
D. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Tuberkulosis
TBC berasal dari kata tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang
dapat mengenai paru-paru manusia, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
dan bukan merupakan penyakit keturunan. Karena disebabkan oleh kuman, maka
tuberkulosis dapat ditularkan dari sesorang ke orang lain. Bila seseorang penderita
tuberkulosis batuk-batuk misalnya, maka kuman tuberkulosis yang ada di paru-
parunya akan ikut di batukkan keluar, dan bila kemudian terhisap orang lain maka
kuman tuberkulosis itu akan ikut pula terhisap dan mungkin menimbulkan
penyakit (Aditama, 1994).
2. Patofisiologi
Data penularan dari seorang penderita ke penderita lain ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi penularan penyakit tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penular dianggap tidak
menular (Anonimb, 2002).
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi
dropplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TBC adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS
(Anonimb, 2002).
AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit yang timbul akibat penurunan daya tahan tubuh manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang secara popular diberi nama Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Telah disinggung bahwa datangnya AIDS ternyata membawa
dampak pula pada pola tuberkulosis di dunia ini. Tuberkulosis yang tadinya telah
amat jarang ditemui di negara-negara maju belakangan ini jadi banyak
dibicarakan lagi sehubungan dengan timbulnya tuberkulosis pada penderita AIDS.
Topik tuberkulosis dan AIDS dewasa ini menjadi suatu bahan kajian yang amat
banyak dibicarakan para ahli di seluruh dunia (Aditama, 1994).
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC ( Anonimb, 2002). Infeksi primer terjadi sebagian besar pada anak-anak
umur di atas 5 tahun. Sumber penularan berasal dari penderita yang mengeluarkan
kuman, biasanya dengan hubungan yang erat terus menerus (Nawas, 1990).
Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam gelembung paru
(alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan-
benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem pertahanan tubuh yang sehat dapat
memberantas basil dan caranya adalah menyelubunginya dengan jaringan
pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses terselubung (incapsulated)
dan berlangsung tanpa gejala, hanya jarang disertai batuk dan nafas berbunyi
(Tjay dan Raharja, 2002).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung pada banyaknya kuman yang
masuk dan besar respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister
atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan
(Anonimb, 2002).
3. Basil Tahan Asam
Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil, panjang basil hanya sekitar satu
sampai empat mikron dan lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Basil
tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 370C, yang memang
kebetulan sama dengan tubuh manusia. Untuk berkembang biak basil ini
melakukan pembelahan dirinya, dan dari satu basil membelah menjadi dua
dibutuhkan waktu 14 sampai 20 jam lamanya. Kalau dilihat struktur kimia
tubuhnya basil tahan asam terdiri dari lemak dan protein (Aditama, 1994)
Salah satu sifat utamanya ialah sebagai tahan asam, sehingga basil ini
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Maksudnya, bila basil ini telah
diwarnai maka warna itu tidak akan luntur walaupun ia diberi bahan kimia yang
sifatnya asam, misalnya H2SO4. Hal ini berbeda dengan golongan basil yang lain,
yang bila telah diberi warna maka ternyata warnanya itu akan luntur dengan
pemberian asam. Karena itu, di bawah mikroskop, basil ini akan tampak berwarna
merah karena semula diberi warna merah dengan latar belakang yang biru. Latar
belakang ini semula berwarna merah juga, tetapi setelah diberi asam maka warna
merahnya luntur, sedangkan warna merah pada BTA yang menetap (Aditama,
1994).
4. Bakteriologi
Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Anonimb, 2002).
Sputum BTA positif, bila dua kali pemeriksaaan menunjukkan hasil BTA
positif, atau satu kali pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil
pemeriksaaan radiologis sesuai dengan TB paru, atau satu kali sputum BTA
positif dan hasil kultur positif. (Anonin, 2000)
Sputum BTA negatif, bila dua kali pemeriksaaan dengan jarak 2 minggu
dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaaan radiologi sesuai dengan TB paru dan
gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas selama satu
minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati dan pengobatan regimen anti
TB secara penuh. (Anonim,2000)
Seluruh keluarga besar Mycobacterium yang jumlahnya sekitar 40 jenis
itu semuanya bersifat basil tahan asam. Ada yang tumbuhnya lambat, seperti
Mycobacterium tuberculosis, M. africanum, dan M. kansasii. Ada pula yang
tumbuhnya cepat, seperti M. fortuitun dan M. chelonei. Pada penderita AIDS yang
banyak berperan menimbulkan penyakit di paru-paru selain Mycobacterium
tuberculosis adalah yang digolongkan dalam Mycobacterium avium complex
(MAC), yang antara lain terdiri dari Mycobacterium avium dan Mycobacterium
intracellulare. Contoh Mycobacterium lain adalah M. bovis, yang dipakai sebagai
bahan pembuat vaksin BCG guna pencegahan tuberkulosis (Aditama, 1994).
5. Gejala Klinik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan untuk
menggunakan cara IUAT (International Union Against Tuberculosis) untuk
membaca sediaan karena skala IUAT yang digunakan untuk melaporkan hasil
pemeriksaan jumlah kepadatan kuman secara kuantitatif. (Sandjaja, 1992).
Pada sebagian anak kecil akan menunjukkan gejala-gejala, akan tetapi
kebanyakan tanpa gejala, uji tuberkulin menjadi positif. Kadang-kadang dapat
terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang hebat, sehingga menyebabkan paru
kolaps disertai dengan penekanan pada bronkus dan hilus, fenomena ini disebut
epituberkulosis, keadaan ini akan menimbulkan reaksi hipersensitif parenkim paru
sehingga dapat terjadi kavitas atau efusi pleura (Nawas, 1990).
Diagnosis paling tepat pada anak adalah dengan ditemukannya kuman
TBC pada bahan yang diambil dari penderita, misal dahak, bilasan lambung, dan
biopsy. Karena pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, maka sebagian besar
diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen
dada, dan uji tuberkulin (Anonimb, 2002).
Tanda-tanda yang mencurigakan atau gejala-gejala TBC pada anak
menurut pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis yaitu :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan aset suatu bangsa, masa depan bangsa tergantung pada
mereka, maka dari itu perlu sekali para orang tua maupun pemerintah
memperhatikan pendidikan dan juga kesehatan. Lebih-lebih di zaman seperti
sekarang ini, penyakit menular ada di mana-mana, salah satunya yaitu penyakit
tuberkulosis atau TBC. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi
juga anak-anak.
Tuberkulosis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, ditandai dengan khas terjadinya pembentukan granuloma dan
nekrosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru, akan tetapi dapat juga meluas
mengenai organ-organ tertentu (Nawas, 1990).
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang paling sering
(sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Gejala TBC antara lain batuk kronis, demam,
berkeringat waktu malam, keluhan pernafasan, perasaan letih, malaisme, hilang
nafsu makan, turunnya berat badan, dan rasa nyeri di bagian dada. Dahak
penderita berupa lendir (mucoid), purulent, atau mengandung darah (Tjay dan
Raharja, 2002).
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi metode pemeriksaaan
penderita tuberkulosis pun semakin beraneka ragam dan sensitivitas dan spesifitas
yang semakin baik. Pemeriksaaan bakteriologi dianggap cukup memegang
peranan penting sebagai salah satu penunjang utama dalam mengevaluasi hasil
pengobatan maupun dalam penyidikan epidemiologik (Sandjaja, 1992).
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia
setelah penyakit saluran nafas dan kardiovaskuler, seperti yang ditemukan pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dikerjakan oleh Departemen Kesehatan di
tahun 1995 (Supriyatno dkk, 2002), sehingga harus ditanggulangi secara nasional,
terprogram, dan terpadu. Di pihak lain, menurut perhitungan dalam dekade 1990-
1999 di seluruh dunia akan muncul sekitar 88 juta penderita tuberkulosis yang
baru, dan 35 juta di antaranya berasal dari kawasan Asia Tenggara. Pada dekade
yang sama juga akan dijumpai sekitar 30 juta orang yang meninggal di seluruh
dunia akibat penyakit ini, dan 12 juta di antaranya dari kawasan Asia Tenggara
(Aditama, 1994).
Penyakit tuberkulosis sebagai salah satu penyebab kematian penyakit
infeksi yang terbesar di Indonesia, tampak belum dapat diredakan penyebarannya,
apalagi penyembuhannya secara luas dalam masyarakat luas. Lebih-lebih jika
diingat bahwa hasil kajian para ilmuwan menunjukkan adanya hubungan antara
tuberkulosis dan infeksi HIV atau AIDS, sehingga dunia internasional pun perlu
dituntut perhatiannya (Aditama, 1994).
Penelitian mengenai tuberkulosis anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru Surakarta juga belum pernah dilakukan sehingga dapat menambah data
tentang penelitian tuberkulosis pada pasien anak, bahan masukan dan gambaran
yang dapat digunakan sebagai pembanding atau evaluasi bagi Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru Surakarta
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah seperti apa penggunaan obat TB Paru
pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta
tahun 2003 meliputi jenis obat antituberkulosis, kesesuaian dosis dan lama terapi,
interaksi obat secara teoritik yang terjadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penggunaan obat TB paru
pada pasien anak rawat jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Surakarta
tahun 2003 dengan parameter jenis obat yang digunakan, kesesuaian dosis dan
lama terapi, kajian teoritik terjadinya interaksi obat.
D. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Tuberkulosis
TBC berasal dari kata tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang
dapat mengenai paru-paru manusia, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
dan bukan merupakan penyakit keturunan. Karena disebabkan oleh kuman, maka
tuberkulosis dapat ditularkan dari sesorang ke orang lain. Bila seseorang penderita
tuberkulosis batuk-batuk misalnya, maka kuman tuberkulosis yang ada di paru-
parunya akan ikut di batukkan keluar, dan bila kemudian terhisap orang lain maka
kuman tuberkulosis itu akan ikut pula terhisap dan mungkin menimbulkan
penyakit (Aditama, 1994).
2. Patofisiologi
Data penularan dari seorang penderita ke penderita lain ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi penularan penyakit tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penular dianggap tidak
menular (Anonimb, 2002).
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi
dropplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TBC adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS
(Anonimb, 2002).
AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit yang timbul akibat penurunan daya tahan tubuh manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang secara popular diberi nama Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Telah disinggung bahwa datangnya AIDS ternyata membawa
dampak pula pada pola tuberkulosis di dunia ini. Tuberkulosis yang tadinya telah
amat jarang ditemui di negara-negara maju belakangan ini jadi banyak
dibicarakan lagi sehubungan dengan timbulnya tuberkulosis pada penderita AIDS.
Topik tuberkulosis dan AIDS dewasa ini menjadi suatu bahan kajian yang amat
banyak dibicarakan para ahli di seluruh dunia (Aditama, 1994).
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC ( Anonimb, 2002). Infeksi primer terjadi sebagian besar pada anak-anak
umur di atas 5 tahun. Sumber penularan berasal dari penderita yang mengeluarkan
kuman, biasanya dengan hubungan yang erat terus menerus (Nawas, 1990).
Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam gelembung paru
(alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan-
benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem pertahanan tubuh yang sehat dapat
memberantas basil dan caranya adalah menyelubunginya dengan jaringan
pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses terselubung (incapsulated)
dan berlangsung tanpa gejala, hanya jarang disertai batuk dan nafas berbunyi
(Tjay dan Raharja, 2002).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung pada banyaknya kuman yang
masuk dan besar respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister
atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan
(Anonimb, 2002).
3. Basil Tahan Asam
Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil, panjang basil hanya sekitar satu
sampai empat mikron dan lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Basil
tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 370C, yang memang
kebetulan sama dengan tubuh manusia. Untuk berkembang biak basil ini
melakukan pembelahan dirinya, dan dari satu basil membelah menjadi dua
dibutuhkan waktu 14 sampai 20 jam lamanya. Kalau dilihat struktur kimia
tubuhnya basil tahan asam terdiri dari lemak dan protein (Aditama, 1994)
Salah satu sifat utamanya ialah sebagai tahan asam, sehingga basil ini
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Maksudnya, bila basil ini telah
diwarnai maka warna itu tidak akan luntur walaupun ia diberi bahan kimia yang
sifatnya asam, misalnya H2SO4. Hal ini berbeda dengan golongan basil yang lain,
yang bila telah diberi warna maka ternyata warnanya itu akan luntur dengan
pemberian asam. Karena itu, di bawah mikroskop, basil ini akan tampak berwarna
merah karena semula diberi warna merah dengan latar belakang yang biru. Latar
belakang ini semula berwarna merah juga, tetapi setelah diberi asam maka warna
merahnya luntur, sedangkan warna merah pada BTA yang menetap (Aditama,
1994).
4. Bakteriologi
Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Anonimb, 2002).
Sputum BTA positif, bila dua kali pemeriksaaan menunjukkan hasil BTA
positif, atau satu kali pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil
pemeriksaaan radiologis sesuai dengan TB paru, atau satu kali sputum BTA
positif dan hasil kultur positif. (Anonin, 2000)
Sputum BTA negatif, bila dua kali pemeriksaaan dengan jarak 2 minggu
dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaaan radiologi sesuai dengan TB paru dan
gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas selama satu
minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati dan pengobatan regimen anti
TB secara penuh. (Anonim,2000)
Seluruh keluarga besar Mycobacterium yang jumlahnya sekitar 40 jenis
itu semuanya bersifat basil tahan asam. Ada yang tumbuhnya lambat, seperti
Mycobacterium tuberculosis, M. africanum, dan M. kansasii. Ada pula yang
tumbuhnya cepat, seperti M. fortuitun dan M. chelonei. Pada penderita AIDS yang
banyak berperan menimbulkan penyakit di paru-paru selain Mycobacterium
tuberculosis adalah yang digolongkan dalam Mycobacterium avium complex
(MAC), yang antara lain terdiri dari Mycobacterium avium dan Mycobacterium
intracellulare. Contoh Mycobacterium lain adalah M. bovis, yang dipakai sebagai
bahan pembuat vaksin BCG guna pencegahan tuberkulosis (Aditama, 1994).
5. Gejala Klinik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan untuk
menggunakan cara IUAT (International Union Against Tuberculosis) untuk
membaca sediaan karena skala IUAT yang digunakan untuk melaporkan hasil
pemeriksaan jumlah kepadatan kuman secara kuantitatif. (Sandjaja, 1992).
Pada sebagian anak kecil akan menunjukkan gejala-gejala, akan tetapi
kebanyakan tanpa gejala, uji tuberkulin menjadi positif. Kadang-kadang dapat
terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang hebat, sehingga menyebabkan paru
kolaps disertai dengan penekanan pada bronkus dan hilus, fenomena ini disebut
epituberkulosis, keadaan ini akan menimbulkan reaksi hipersensitif parenkim paru
sehingga dapat terjadi kavitas atau efusi pleura (Nawas, 1990).
Diagnosis paling tepat pada anak adalah dengan ditemukannya kuman
TBC pada bahan yang diambil dari penderita, misal dahak, bilasan lambung, dan
biopsy. Karena pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, maka sebagian besar
diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen
dada, dan uji tuberkulin (Anonimb, 2002).
Tanda-tanda yang mencurigakan atau gejala-gejala TBC pada anak
menurut pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis yaitu :