BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebutuhan makanan pokok setiap penduduk di seluruh penjuru dunia ini
satu sama lain berbeda, tetapi salah satu kebutuhan makanan pokok tersebut
adalah beras atau nasi, dan sebagian besar penduduk Indonesia makanan
pokoknya adalah nasi (beras) ini. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-
tumbuhan golongan rumput-rumputan (gramineae) yang sudah banyak di
budidayakan di Indonesia semenjak lama. Beras mengandung berbagai zat
makanan yang diperlukan oleh tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak,
serat kasar, abu dan vitamin. Salah satu vitamin yang terkandung dalam beras
adalah vitamin B1 (Tiamin) (Anonim, 1994).
Vitamin B1 merupakan gabungan dari senyawa dengan cincin utama
pirimidin dan senyawa dengan cincin utama tiasol. Karena peranannya sebagai
koenzim dalam metabolisme perantara dari asam alfa-keto dan karbohidrat, maka
vitamin B1 terdapat pada hampir semua tanaman dan hewan. Sayuran dan buah-
buahan mengandung sedikit vitamin B1, kacang kapri dan kacang-kacangan lain
kaya vitamin B1. Vitamin B1 terdapat dalam jumlah yang tinggi pada biji-bijian,
terutama dalam bagian kecambah dan bekatul padi. Vitamin B1 juga banyak
terkandung dalam kamir atau ragi baik roti maupun kamir bir (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Vitamin B1 merupakan vitamin anti beri-beri (neuritis), karena itu di Eropa
vitamin ini disebut Aneurin atau antineuritic vitamin. Nama tiamin banyak dipakai
di Amerika Serikat sedangkan orang Jepang menamakannya oryzamin, karena
banyak terdapat dalam spesies oryza (padi-padian). Sebelumnya, vitamin B1
pernah diberi nama torulin dan polyneuramin. Oleh ahli-ahli kimia vitamin B1
diberi nama yang cukup panjang yaitu 4-metil-5-β-hidroksi-etil-N-{[2-metil-4-
amino-pirimidil-(5)]-metil}-tiazolium-chorida-hidroklorida (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Kandungan vitamin B1 dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya pengaruh
lokasi tumbuhnya padi tersebut atau intensitas cahaya. Faktor lokasi lebih
berpengaruh dalam penentuan kadar vitamin B1 daripada faktor genetik (Harris
dan Karmas, 1989). Kandungan vitamin B1 dalam padi juga dipengaruhi oleh cara
pengolahannya, yaitu perlakuan-perlakuan yang dikerjakan mulai panen sampai
menjadi beras, umumnya dikenal dengan penggilingan beras (Makfoel, 1982).
Pada umumnya beras tumbuk lebih baik nilai gizinya dibandingkan
dengan beras giling, yang biasanya berupa beras giling sempurna. Akan tetapi
menumbuk beras sekarang dianggap terlalu banyak menghabiskan tenaga manusia
dan juga waktu, sehingga dianggap cara yang sudah kuno ini tidak sesuai lagi
dengan zaman kemajuan teknologi (Sediaoetama, 1999).
Masyarakat seringkali melakukan penggilingan padi sampai tahap paling
sempurna. Masyarakat menganggap makin putih beras maka kualitasnya makin
baik (rasanya lebih enak). Padahal beras yang digiling sampai menjadi putih
(giling sempurna ), akan kehilangan vitamin B1 didalamnya (Moehji, 1986).
Dari paparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang kandungan vitamin B1 (tiamin) pada beras tumbuk dan beras giling yang
didapat dari tanaman padi (Oryza sativa L). Diharapkan dengan penelitian ini
dapat diketahui kadar vitamin B1 dalam beras secara spektrofluorometri. Dipilih
metode spektrofluorometri karena pengukuran kuantitatif fluorosensi
(fluorometri) merupakan prosedur yang peka untuk penetapan kadar vitamin B1
(Roth dan Blaschke, 1999).
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan perbedaan kadar vitamin
B1 dalam beras tumbuk dan beras giling dari padi (Oryza sativa L) varietas IR 64,
Memberamo dan Dodokan asal Pati secara spektrofluorometri.
B. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebutuhan makanan pokok setiap penduduk di seluruh penjuru dunia ini
satu sama lain berbeda, tetapi salah satu kebutuhan makanan pokok tersebut
adalah beras atau nasi, dan sebagian besar penduduk Indonesia makanan
pokoknya adalah nasi (beras) ini. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-
tumbuhan golongan rumput-rumputan (gramineae) yang sudah banyak di
budidayakan di Indonesia semenjak lama. Beras mengandung berbagai zat
makanan yang diperlukan oleh tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak,
serat kasar, abu dan vitamin. Salah satu vitamin yang terkandung dalam beras
adalah vitamin B1 (Tiamin) (Anonim, 1994).
Vitamin B1 merupakan gabungan dari senyawa dengan cincin utama
pirimidin dan senyawa dengan cincin utama tiasol. Karena peranannya sebagai
koenzim dalam metabolisme perantara dari asam alfa-keto dan karbohidrat, maka
vitamin B1 terdapat pada hampir semua tanaman dan hewan. Sayuran dan buah-
buahan mengandung sedikit vitamin B1, kacang kapri dan kacang-kacangan lain
kaya vitamin B1. Vitamin B1 terdapat dalam jumlah yang tinggi pada biji-bijian,
terutama dalam bagian kecambah dan bekatul padi. Vitamin B1 juga banyak
terkandung dalam kamir atau ragi baik roti maupun kamir bir (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Vitamin B1 merupakan vitamin anti beri-beri (neuritis), karena itu di Eropa
vitamin ini disebut Aneurin atau antineuritic vitamin. Nama tiamin banyak dipakai
di Amerika Serikat sedangkan orang Jepang menamakannya oryzamin, karena
banyak terdapat dalam spesies oryza (padi-padian). Sebelumnya, vitamin B1
pernah diberi nama torulin dan polyneuramin. Oleh ahli-ahli kimia vitamin B1
diberi nama yang cukup panjang yaitu 4-metil-5-β-hidroksi-etil-N-{[2-metil-4-
amino-pirimidil-(5)]-metil}-tiazolium-chorida-hidroklorida (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Kandungan vitamin B1 dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya pengaruh
lokasi tumbuhnya padi tersebut atau intensitas cahaya. Faktor lokasi lebih
berpengaruh dalam penentuan kadar vitamin B1 daripada faktor genetik (Harris
dan Karmas, 1989). Kandungan vitamin B1 dalam padi juga dipengaruhi oleh cara
pengolahannya, yaitu perlakuan-perlakuan yang dikerjakan mulai panen sampai
menjadi beras, umumnya dikenal dengan penggilingan beras (Makfoel, 1982).
Pada umumnya beras tumbuk lebih baik nilai gizinya dibandingkan
dengan beras giling, yang biasanya berupa beras giling sempurna. Akan tetapi
menumbuk beras sekarang dianggap terlalu banyak menghabiskan tenaga manusia
dan juga waktu, sehingga dianggap cara yang sudah kuno ini tidak sesuai lagi
dengan zaman kemajuan teknologi (Sediaoetama, 1999).
Masyarakat seringkali melakukan penggilingan padi sampai tahap paling
sempurna. Masyarakat menganggap makin putih beras maka kualitasnya makin
baik (rasanya lebih enak). Padahal beras yang digiling sampai menjadi putih
(giling sempurna ), akan kehilangan vitamin B1 didalamnya (Moehji, 1986).
Dari paparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang kandungan vitamin B1 (tiamin) pada beras tumbuk dan beras giling yang
didapat dari tanaman padi (Oryza sativa L). Diharapkan dengan penelitian ini
dapat diketahui kadar vitamin B1 dalam beras secara spektrofluorometri. Dipilih
metode spektrofluorometri karena pengukuran kuantitatif fluorosensi
(fluorometri) merupakan prosedur yang peka untuk penetapan kadar vitamin B1
(Roth dan Blaschke, 1999).
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan perbedaan kadar vitamin
B1 dalam beras tumbuk dan beras giling dari padi (Oryza sativa L) varietas IR 64,
Memberamo dan Dodokan asal Pati secara spektrofluorometri.
B. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :