ABSTRAK
Dalam konteks masyarakat Indonesia, fenomena perkawinan beda agama sering terjadi. Perkawinan antar agama yang mereka lakukan pada umumnya membawa fenomena-fenomena yang berpengaruh terhadap pembentukan suatu keluarga yang sakinah. Akan tetapi, hanya karena perasaan cinta, pasangan-pasangan yang berbeda agama melanjutkan hubungan mereka dalam suatu kehidupan rumah tangga. Hanya ada dua kemungkinan bagi pasangan suami istri yang berbeda agama, pertama, rumah tangga mereka akan bahagia, sejahtera, harmonis, damai, dan sentosa, namun agama mereka terabaikan, atau norma-norma agama dilangkahi, atau salah seorang mengalah isteri masuk agama suami atau suami masuk agama isteri. Kedua, kalau masing-masing mereka tetap teguh berpegang pada ajaran agamanya, konflik akan selalu membayangi dan melanda rumah tangga, rasanya mustahil mendapatkan rumah tangga seperti itu yang bahagia sementara kedua belah pihak dengan kokoh berpegang pada ajarannya. Sebagai solusi, banyak di antara pasangan suami isteri lebih memilih untuk melakukan perceraian.
Di antara penyebab diajukannya gugatan cerai, yang diterima dan diputuskan oleh Pengadilan Agama Sleman adalah perselisihan agama. Perselisihan agama ini terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: pertama, perbedaan agama kedua belah pihak (suami istri), kedua, adanya ajakan untuk pindah agama, ketiga, perbedaan prinsip dalam mendidik anak, keempat, adanya pernyataan dari suami atau istri, bahwa ia pindah agama.
Dengan pendekatan yuridis-normatif, penyusun mencoba menganalisa kasus perceraian dengan alasan perselisihan agama yang terjadi di Pengadilan Agama Sleman secara lebih objektif lewat kacamata agama dan norma-norma hukum yang berlaku.
Dalam konsep Islam sendiri menyoroti perkawinan berbeda agama hanya membolehkan pria Muslim menikahi perempuan non-Muslim, hal itupun hanya terbatas dengan perempuan Ahli Kitab saja. Sedangkan bentuk perkawinan berbeda agama antara Muslimah dengan pria non-Muslim dilarang tegas dalam Islam.
Fenomena ini sangat menarik karena dalam sistem perundang-undangan Islam sendiri yang termaktub dalam KHI dan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tidak ada satupun aturan yang mengatur tentang perkawinan beda agama, dan secara otomatis dalam perceraian pun sistem peradilan Islam tidak menerima kasus gugatan perceraian karena alasan beda agama, kecuali jika pada awal dilangsungkannya perkawinan salah satu pihak yang notabene beda agama rela pindah agama demi sahnya perkawinan..
Dalam memutuskan perkara perceraian karena perselisihan agama, Majelis Hakim di Pengadilan Agama Sleman menggunakan pertimbangan-pertimbangan hukum yang telah di tentukan oleh perundang-undangan, yaitu menggunakan pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) KHI. Walaupun pertimbangan tersebut tidak mencantumkan dalil-dalil dari al-Qur’an yang mana merupakan landasan pokok dalam hukum Islam.
Dengan adanya abstrak ini diharapkan para pembaca bisa memahami secara singkat seluruh rangkaian isi dari hasil penelitian kasus perceraian karena alasan perselisihan agama tahun 2002-2003 di Pengadilan Agama Sleman.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, fenomena perkawinan beda agama sering terjadi. Perkawinan antar agama yang mereka lakukan pada umumnya membawa fenomena-fenomena yang berpengaruh terhadap pembentukan suatu keluarga yang sakinah. Akan tetapi, hanya karena perasaan cinta, pasangan-pasangan yang berbeda agama melanjutkan hubungan mereka dalam suatu kehidupan rumah tangga. Hanya ada dua kemungkinan bagi pasangan suami istri yang berbeda agama, pertama, rumah tangga mereka akan bahagia, sejahtera, harmonis, damai, dan sentosa, namun agama mereka terabaikan, atau norma-norma agama dilangkahi, atau salah seorang mengalah isteri masuk agama suami atau suami masuk agama isteri. Kedua, kalau masing-masing mereka tetap teguh berpegang pada ajaran agamanya, konflik akan selalu membayangi dan melanda rumah tangga, rasanya mustahil mendapatkan rumah tangga seperti itu yang bahagia sementara kedua belah pihak dengan kokoh berpegang pada ajarannya. Sebagai solusi, banyak di antara pasangan suami isteri lebih memilih untuk melakukan perceraian.
Di antara penyebab diajukannya gugatan cerai, yang diterima dan diputuskan oleh Pengadilan Agama Sleman adalah perselisihan agama. Perselisihan agama ini terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: pertama, perbedaan agama kedua belah pihak (suami istri), kedua, adanya ajakan untuk pindah agama, ketiga, perbedaan prinsip dalam mendidik anak, keempat, adanya pernyataan dari suami atau istri, bahwa ia pindah agama.
Dengan pendekatan yuridis-normatif, penyusun mencoba menganalisa kasus perceraian dengan alasan perselisihan agama yang terjadi di Pengadilan Agama Sleman secara lebih objektif lewat kacamata agama dan norma-norma hukum yang berlaku.
Dalam konsep Islam sendiri menyoroti perkawinan berbeda agama hanya membolehkan pria Muslim menikahi perempuan non-Muslim, hal itupun hanya terbatas dengan perempuan Ahli Kitab saja. Sedangkan bentuk perkawinan berbeda agama antara Muslimah dengan pria non-Muslim dilarang tegas dalam Islam.
Fenomena ini sangat menarik karena dalam sistem perundang-undangan Islam sendiri yang termaktub dalam KHI dan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tidak ada satupun aturan yang mengatur tentang perkawinan beda agama, dan secara otomatis dalam perceraian pun sistem peradilan Islam tidak menerima kasus gugatan perceraian karena alasan beda agama, kecuali jika pada awal dilangsungkannya perkawinan salah satu pihak yang notabene beda agama rela pindah agama demi sahnya perkawinan..
Dalam memutuskan perkara perceraian karena perselisihan agama, Majelis Hakim di Pengadilan Agama Sleman menggunakan pertimbangan-pertimbangan hukum yang telah di tentukan oleh perundang-undangan, yaitu menggunakan pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) KHI. Walaupun pertimbangan tersebut tidak mencantumkan dalil-dalil dari al-Qur’an yang mana merupakan landasan pokok dalam hukum Islam.
Dengan adanya abstrak ini diharapkan para pembaca bisa memahami secara singkat seluruh rangkaian isi dari hasil penelitian kasus perceraian karena alasan perselisihan agama tahun 2002-2003 di Pengadilan Agama Sleman.