BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah penentu terbesar perkembangan masa depan bangsa. Makin besar perhatian kita terhadap bidang pendidikan, ditambah lagi dengan ketepatan arah pendidikan yang dicanangkan, niscaya akan membawa bangsa atau daerah tersebut pada tingkat kemajuan yang memadai, sehingga tidak akan tertinggal atau ditinggalkan oleh bangsa lain. Pendidikan di Indonesia dewasa ini masih jauh tertinggal dibanding pendidikan di negara lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah materi atau yang biasa disebut kurikulum.
Kurikulum dalam suatu sistem pendidikan merupakan komponen yang penting. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan penuntun dalam proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Oleh karena itu kurikulum selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara fundamental bila suatu negara yang dijajah menjadi negara yang merdeka, sehingga dengan sendirnya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang menyeluruh.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar mengajar, sehingga timbul berbagai bentuk kurikulum. Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan, dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum, betapapun relevannya pada suatu saat.
Agar pendidikan memiliki relevansi dengan perkembangan zaman, maka perlu sekali praktek pendidikan diarahkan pada pendidikan yang berbasis kompetensi. Artinya praktek pendidikan dapat membekali siswa sejumlah keterampilan (life skill). Dengan life skill, yang tidak semata-mata mengandalkan kemampuan akademik melainkan juga non akademik, siswa dapat memaknai perjalanan hidupnya dengan kearifan.
Berkaitan dengan life skill, para guru atau pendidik harus dapat menguasai keterampilan tertentu, sehingga para siswa dapat difasilitasi untuk meningkatkan keterampilan dasarnya menjadi suatu keterampilan yang lebih tinggi. Santoso (dalam Qomari Anwar, 2002) mengatakan bahwa tugas penting seorang pendidik atau guru ialah menguasai keterampilan melatih, dan membimbing siswa supaya mau dan mampu secara cermat dan tekun melakukan observasi terhadap berbagai peristiwa atau persoalan yang terjadi di sekelilingnya.
Dalam rumusan tujuan pembelajaran, life skill didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kejuruan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupannya serta harkat dan martabatnya, dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya (Suderadjat : 2004).
Sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil (mini society) yang merupakan wahana pengembangan peserta didik dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis (democratic instruction) agar terjadi proses belajar mengajar yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan iklim yang demikian, pendidikan diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus pembangunan masa depan yang sabar, kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif, dan siap menghadapi berbagi macam tantangan, dengan tetap bertawakal terhadap Sang penciptanya. Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif, dan tidak mampu lagi memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengn bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain.
Berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan tuntutan reformasi, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan.
KBK diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna.
Sejak tahun anggaran 2000/2001 Pusat Kurikulum Balitbang Diknas telah melakukan pengembangan KBK. Mulai tahun ajaran 2001/2002 KBK diimplementasikan secara terbatas dalam bentuk mini piloting di beberapa daerah/sekolah. Daerah yang dijadikan mini piloting yaitu Sidoarjo di Jawa Timur, Bandung di Jawa Barat, Serang di Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta dan di DKI Jakarta (Siskandar: 2003). Sementara pemerintah kota Makassar merencanakan untuk memberlakukan KBK pada tahun pelajaran 2003/2004, namun masih banyak sekolah yang belum memberlakukannya, dan pelaksanaannya masih dalam tahap uji coba (Nuryadi: 2004). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah seorang guru Matematika SMA Negeri 1 Makassar, terdapat beberapa persepsi guru tentang pelaksanaan KBK mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya informasi tentang pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah penentu terbesar perkembangan masa depan bangsa. Makin besar perhatian kita terhadap bidang pendidikan, ditambah lagi dengan ketepatan arah pendidikan yang dicanangkan, niscaya akan membawa bangsa atau daerah tersebut pada tingkat kemajuan yang memadai, sehingga tidak akan tertinggal atau ditinggalkan oleh bangsa lain. Pendidikan di Indonesia dewasa ini masih jauh tertinggal dibanding pendidikan di negara lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah materi atau yang biasa disebut kurikulum.
Kurikulum dalam suatu sistem pendidikan merupakan komponen yang penting. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan penuntun dalam proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Oleh karena itu kurikulum selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara fundamental bila suatu negara yang dijajah menjadi negara yang merdeka, sehingga dengan sendirnya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang menyeluruh.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar mengajar, sehingga timbul berbagai bentuk kurikulum. Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan, dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum, betapapun relevannya pada suatu saat.
Agar pendidikan memiliki relevansi dengan perkembangan zaman, maka perlu sekali praktek pendidikan diarahkan pada pendidikan yang berbasis kompetensi. Artinya praktek pendidikan dapat membekali siswa sejumlah keterampilan (life skill). Dengan life skill, yang tidak semata-mata mengandalkan kemampuan akademik melainkan juga non akademik, siswa dapat memaknai perjalanan hidupnya dengan kearifan.
Berkaitan dengan life skill, para guru atau pendidik harus dapat menguasai keterampilan tertentu, sehingga para siswa dapat difasilitasi untuk meningkatkan keterampilan dasarnya menjadi suatu keterampilan yang lebih tinggi. Santoso (dalam Qomari Anwar, 2002) mengatakan bahwa tugas penting seorang pendidik atau guru ialah menguasai keterampilan melatih, dan membimbing siswa supaya mau dan mampu secara cermat dan tekun melakukan observasi terhadap berbagai peristiwa atau persoalan yang terjadi di sekelilingnya.
Dalam rumusan tujuan pembelajaran, life skill didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kejuruan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupannya serta harkat dan martabatnya, dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya (Suderadjat : 2004).
Sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil (mini society) yang merupakan wahana pengembangan peserta didik dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis (democratic instruction) agar terjadi proses belajar mengajar yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan iklim yang demikian, pendidikan diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus pembangunan masa depan yang sabar, kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif, dan siap menghadapi berbagi macam tantangan, dengan tetap bertawakal terhadap Sang penciptanya. Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif, dan tidak mampu lagi memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengn bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain.
Berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan tuntutan reformasi, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan.
KBK diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna.
Sejak tahun anggaran 2000/2001 Pusat Kurikulum Balitbang Diknas telah melakukan pengembangan KBK. Mulai tahun ajaran 2001/2002 KBK diimplementasikan secara terbatas dalam bentuk mini piloting di beberapa daerah/sekolah. Daerah yang dijadikan mini piloting yaitu Sidoarjo di Jawa Timur, Bandung di Jawa Barat, Serang di Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta dan di DKI Jakarta (Siskandar: 2003). Sementara pemerintah kota Makassar merencanakan untuk memberlakukan KBK pada tahun pelajaran 2003/2004, namun masih banyak sekolah yang belum memberlakukannya, dan pelaksanaannya masih dalam tahap uji coba (Nuryadi: 2004). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah seorang guru Matematika SMA Negeri 1 Makassar, terdapat beberapa persepsi guru tentang pelaksanaan KBK mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya informasi tentang pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Makassar, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: