ABSTRAK
Problem umum mengenai teks adalah bagaimana memahami teks sebagai sesuatu yang berasal dari masa lalu dalam dunia kekinian. Al-Qur'an yang berasal dari masa lalu pun mengalami hal serupa. Problem yang sama ketika dihadapkan pada Al-Qur'an adalah bagaimana memahami Al-Qur’an yang berasal dari masa lalu supaya relevan dengan dunia kekinian. Untuk menjadikan Al-Qur’an supaya relevan dalam dunia kekinian, kajian terhadap metode tidak boleh berhenti melainkan metode perlu diperbarui dan dikaji secara terus menerus. Sebagai upaya memperbarui metode inilah metode hermeneutika Paul Ricoeur dihadirkan di sini.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penafsiran Al-Qur’an, ulama telah banyak menghadirkan metode penafsiran. Juga tidak dapat diingkari bahwa hermeneutika pun telah populer dan marak digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Namun, metode penafsiran Al-Qur’an yang ada selama ini mempunyai pandangan bahwa konteks sosial historis teks merupakan sesuatu yang signifikan dalam penafsiran Al-Qur’an, baik konteks umumnya maupun konteks khususnya (asbab al-nuzulnya), sementara metode interpretasi teks (hermeneutika) Ricoeur yang dapat dikategorikan dalam metode analisis teks (yang termasuk) terbaru memandang bahwa dalam memahami teks, teks harus diperlakukan secara otonom (lepas dari maksud pengarangnya, kondisi sosial historisnya dan audiens aslinya). Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri dalam penafsiran Al-Qur'an terlebih ketika kontekstualisasi Al-Qur’an yang semakin nyaring diperbincangkan itu sendiri juga mempunyai arah yang sama dengan hermeneutika Ricoeur dalam menjangkau audiens yang tidak terbatas.
Dalam mengkaji asbab al-nuzul dengan menggunakan hermeneutika Paul Ricoeur ini, metode yang dipakai adalah metode deskriptif analitis di mana selain memaparkan, menguraikan atau menjelaskan, juga dilakukan analisis kritis, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap teori interpretasi Paul Ricoeur dalam manelaah asbab al-nuzul dan penafsiran Al-Qur’an.
Namun demikian, sungguhpun hermeneutika Ricoeur telah memberikan arah baru bagi pemahaman teks, namun memahami teks dengan memberlakukan teks sebagai sesuatu yang otonom yang melepaskan konteks sosial-historisnya bukanlah hal yang mudah diterapkan dalam penafsiran Al-Qur'an, namun diperlukan pertimbangan tertentu. Sungguhpun Al-Qur'an adalah teks, bagaimanapun juga tidak dapat dilupakan bahwa Al-Qur'an adalah teks suci keagamaan. Sebagai teks suci keagamaan, Al-Qur'an mempunyai karakter yang unik dan berbeda dengan teks-teks profan pada umumnya. Al-Qur’an tidak hanya memuat satu tema pembicaraan saja, juga terdapat bagian-bagian yang saling berbeda di dalamnya: terdapat ayat-ayat yang sifatnya menceritakan dan ada pula ayat-ayat yang bermateri hukum yang mempunyai konsekuensi terhadap dosa dan pahala. Terdapatnya perbedaan karakter teks inilah yang menyebabkan hermeneutika Ricoeur tidak mudah untuk diterapkan terhadap Al-Qur’an yang tidak hanya merupakan teks biasa, namun teks suci keagamaan yang berwatak “unik”.
Problem umum mengenai teks adalah bagaimana memahami teks sebagai sesuatu yang berasal dari masa lalu dalam dunia kekinian. Al-Qur'an yang berasal dari masa lalu pun mengalami hal serupa. Problem yang sama ketika dihadapkan pada Al-Qur'an adalah bagaimana memahami Al-Qur’an yang berasal dari masa lalu supaya relevan dengan dunia kekinian. Untuk menjadikan Al-Qur’an supaya relevan dalam dunia kekinian, kajian terhadap metode tidak boleh berhenti melainkan metode perlu diperbarui dan dikaji secara terus menerus. Sebagai upaya memperbarui metode inilah metode hermeneutika Paul Ricoeur dihadirkan di sini.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penafsiran Al-Qur’an, ulama telah banyak menghadirkan metode penafsiran. Juga tidak dapat diingkari bahwa hermeneutika pun telah populer dan marak digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Namun, metode penafsiran Al-Qur’an yang ada selama ini mempunyai pandangan bahwa konteks sosial historis teks merupakan sesuatu yang signifikan dalam penafsiran Al-Qur’an, baik konteks umumnya maupun konteks khususnya (asbab al-nuzulnya), sementara metode interpretasi teks (hermeneutika) Ricoeur yang dapat dikategorikan dalam metode analisis teks (yang termasuk) terbaru memandang bahwa dalam memahami teks, teks harus diperlakukan secara otonom (lepas dari maksud pengarangnya, kondisi sosial historisnya dan audiens aslinya). Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri dalam penafsiran Al-Qur'an terlebih ketika kontekstualisasi Al-Qur’an yang semakin nyaring diperbincangkan itu sendiri juga mempunyai arah yang sama dengan hermeneutika Ricoeur dalam menjangkau audiens yang tidak terbatas.
Dalam mengkaji asbab al-nuzul dengan menggunakan hermeneutika Paul Ricoeur ini, metode yang dipakai adalah metode deskriptif analitis di mana selain memaparkan, menguraikan atau menjelaskan, juga dilakukan analisis kritis, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap teori interpretasi Paul Ricoeur dalam manelaah asbab al-nuzul dan penafsiran Al-Qur’an.
Namun demikian, sungguhpun hermeneutika Ricoeur telah memberikan arah baru bagi pemahaman teks, namun memahami teks dengan memberlakukan teks sebagai sesuatu yang otonom yang melepaskan konteks sosial-historisnya bukanlah hal yang mudah diterapkan dalam penafsiran Al-Qur'an, namun diperlukan pertimbangan tertentu. Sungguhpun Al-Qur'an adalah teks, bagaimanapun juga tidak dapat dilupakan bahwa Al-Qur'an adalah teks suci keagamaan. Sebagai teks suci keagamaan, Al-Qur'an mempunyai karakter yang unik dan berbeda dengan teks-teks profan pada umumnya. Al-Qur’an tidak hanya memuat satu tema pembicaraan saja, juga terdapat bagian-bagian yang saling berbeda di dalamnya: terdapat ayat-ayat yang sifatnya menceritakan dan ada pula ayat-ayat yang bermateri hukum yang mempunyai konsekuensi terhadap dosa dan pahala. Terdapatnya perbedaan karakter teks inilah yang menyebabkan hermeneutika Ricoeur tidak mudah untuk diterapkan terhadap Al-Qur’an yang tidak hanya merupakan teks biasa, namun teks suci keagamaan yang berwatak “unik”.