ABSTRAKSI
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian dari masyarakat umum yang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang berat dan amat khusus maka TNI di didik dan dilatih untuk mematuhi perintah-perintah ataupun putusan tanpa membantah dan melaksanakan dengan tepat, berdaya guna dan berhasil guna. Dalam kehidupan anggota TNI tidak jarang melakukan suatu kejahatan dan pelanggaran disiplin baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.
Setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus tunduk dan taat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi Militer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM), dan Peraturan Disiplin Militer (PDM).
Salah satu tindak pidana yang sering terjadi di dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tindak pidana desersi. Tentang pengertian atau definisi tindak pidana desersi tidak diatur secara khusus didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Tetapi pengertian atau definisi dari desersi tersebut dapat disimpulkan dari pasal 87 KUHPM, bahwa desersi adalah tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang. Ciri utama dari tindak pidana desersi ini adalah ketidakhadiran tanpa izin yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya dimana dia seharusnya berada untuk melaksanakan kewajiban dinas. Tindak pidana desersi ini termasuk dalam delik berlanjut yang erat hubungannya dengan ketentuan yang telah melewati batas waktu.
Dalam perumusan pasal 87 KUHPM dapat disimpulkan bahwa terdapat dua macam jenis tindak pidana desersi yaitu :
1. Tindak pidana desersi murni diatur dalam pasal 87 ayat (1) ke-1 KUHPM.
2. Tindak pidana desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin, diatur dalam pasal 87 ayat 1 ke-2 dan ke-3 KUHPM.
Faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana desersi ada 2 macam yaitu:
1. Faktor ekstern meliputi :
a. Perbedaan status sosial yang mencolok
b. Terlibat perselingkuhan/mempunyai wanita idaman lain (WIL)
c. Jenuh dengan peraturan/ingin bebas
d. Trauma perang
e. Mempunyai banyak hutang
f. Silau dengan keadaan ekonomi orang lain
2. Faktor intern meliputi :
a. Kurangnya pembinaan mental (Bintal)
b. Krisis kepemimpinan
c. Pisah keluarga
Dan upaya-upaya penanggulangan tindak pidana desersi antara lain : upaya-upaya yang bersifat prefentif dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya tindak pidana selain itu para pimpinan di lingkungan TNI juga melakukan upaya-upaya yang bersifat represif atau korelatif yaitu menindak si pelaku.
Setiap perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku akan mempunyai dampak atau akibat baik bagi si pelaku ataupun bagi orang lain. Begitu juga dalam hal tindak pidana desersi. Dari tindak pidana desersi ini dapat menimbulkan suatu akibat baik bagi kesatuannya ataupun bagi si pelaku tindak pidana desersi itu sendiri.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian dari masyarakat umum yang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang berat dan amat khusus maka TNI di didik dan dilatih untuk mematuhi perintah-perintah ataupun putusan tanpa membantah dan melaksanakan dengan tepat, berdaya guna dan berhasil guna. Dalam kehidupan anggota TNI tidak jarang melakukan suatu kejahatan dan pelanggaran disiplin baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.
Setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus tunduk dan taat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi Militer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM), dan Peraturan Disiplin Militer (PDM).
Salah satu tindak pidana yang sering terjadi di dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tindak pidana desersi. Tentang pengertian atau definisi tindak pidana desersi tidak diatur secara khusus didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Tetapi pengertian atau definisi dari desersi tersebut dapat disimpulkan dari pasal 87 KUHPM, bahwa desersi adalah tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang. Ciri utama dari tindak pidana desersi ini adalah ketidakhadiran tanpa izin yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya dimana dia seharusnya berada untuk melaksanakan kewajiban dinas. Tindak pidana desersi ini termasuk dalam delik berlanjut yang erat hubungannya dengan ketentuan yang telah melewati batas waktu.
Dalam perumusan pasal 87 KUHPM dapat disimpulkan bahwa terdapat dua macam jenis tindak pidana desersi yaitu :
1. Tindak pidana desersi murni diatur dalam pasal 87 ayat (1) ke-1 KUHPM.
2. Tindak pidana desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin, diatur dalam pasal 87 ayat 1 ke-2 dan ke-3 KUHPM.
Faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana desersi ada 2 macam yaitu:
1. Faktor ekstern meliputi :
a. Perbedaan status sosial yang mencolok
b. Terlibat perselingkuhan/mempunyai wanita idaman lain (WIL)
c. Jenuh dengan peraturan/ingin bebas
d. Trauma perang
e. Mempunyai banyak hutang
f. Silau dengan keadaan ekonomi orang lain
2. Faktor intern meliputi :
a. Kurangnya pembinaan mental (Bintal)
b. Krisis kepemimpinan
c. Pisah keluarga
Dan upaya-upaya penanggulangan tindak pidana desersi antara lain : upaya-upaya yang bersifat prefentif dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya tindak pidana selain itu para pimpinan di lingkungan TNI juga melakukan upaya-upaya yang bersifat represif atau korelatif yaitu menindak si pelaku.
Setiap perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku akan mempunyai dampak atau akibat baik bagi si pelaku ataupun bagi orang lain. Begitu juga dalam hal tindak pidana desersi. Dari tindak pidana desersi ini dapat menimbulkan suatu akibat baik bagi kesatuannya ataupun bagi si pelaku tindak pidana desersi itu sendiri.