BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah suatu fase hidup dengan perubahan-perubahan penting
pada fungsi inteligensi yang tercakup dalam pengembangan aspek kognitif. Secara
psikologi masa remaja adalah usia dimana individu mulai berinteraksi dengan
masyarakat dewasa, dengan kata lain individu mempunyai hak yang sama dengan
orang dewasa (Hidayat, 1997).
Pada masa sekarang kehidupan remaja sering dipermasalahkan oleh
masyarakat terutama para orang tua dan pendidik. Moelino (1985) mengatakan bahwa
salah satu dari sekian banyak masalah remaja adalah masalah pergaulan dengan
lawan jenisnya. Sering terndengar dalam pergaulan remaja menjurus keperilaku yang
tidak positif yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah. Dalam hal ini masalah
yang dimaksud adalah bilamana pengendalian terhadap perilaku seks tidak berjalan
semestinya yaitu penyimpangan seksual sehingga remaja akan melakukan hubungan
seks secara bebas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (1997) tentang sikap remaja terhadap
seks menunjukkan adanya sikap permisif (sikap serba boleh) terhadap perilaku seks
“gaya modern” dimana hubungan seksual boleh dilakukan atas dasar berbagai motif
misal sebagai hadiah sebagai tanda terima kasih, untuk mendapatkan penghargaan
dan lain-lain. Selain itu juga hubungan seksual sebelum menikah boleh dilakukan asal
ada rasa cinta tanpa ada komitmen dengan pasangan.
Kehidupan yang akhir-akhir ini dipermasalahkan adalah perilaku seks bebas
di kalangan remaja yang semakin memprihatinkan. Schwartz (1999) dalam
penelitiannya dengan sampel sejumlah 120 pria dan 191 wanita dengan usia 18-25
tahun dari daerah Timur Laut Amerika Serikat menemukan bahwa umur rata-rata
mereka berhubungan seks pertamakalinya 16,1 tahun untuk pria dan 16,9 tahun untuk
wanita. Sehubungan dengan masturbasi 85% pria dan 37% wanita melaporkan
melakukan kegiatan masturbasi sebelum berhubungan seks pertama kali. Lebih dari
25% remaja pria maupun wanita melaporkan pernah melakukan oral paling sedikit
sekali sebelum melakukan hubungan seks pertama kali. Penemuan ini menujukkan
bahwa banyak akil baliq yang sudah aktif secara seksual walaupun mereka belum
berhubungan seks.
Hasil penelitian perilaku seks di Indonesia ternyata semakin lama semakin
meningkat hal ini diperkuat dengan adanya penelitian Tjitarsa (Munijaya, 1995)
Denpasar Bali dengan berdasarkan laporan Klinik Catur Warga Denpasar tahun 1989-
1991, diperoleh data bahwa dari 2,978 kasus kehamilan yang ditangani selam 2 tahun,
50% klien adalah wanita yang belum menikah dan sebagian besar mereka berumur
dibawah 25 tahun. Angka-angka tersebut kiranya cukup mencerminkan keadaan
pergaulan remaja yang sudah bergeser dari norma-norma masyarakat yang
mengakibatkan perilaku seksual semakin bebas dikalangan remaja.
Berdasarkan penelitian dari Satoto (1992) terhadap remaja yang berdomisili di
Semarang, Pati, Magelang , Solo, Pekalongan, dan Purwokerto menunjukkan dari 600
pelajar yang diteliti 60% pernah melakukan hubungan seks bebas.
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas, salah satunya yaitu
pornografi. Pornografi menurut Tukan (1993) merupakan suatu bahan yang dirancang
dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks atau
dapat dikatakan bahwa pornografi merupakan penyajian secara terisolir dalam bentuk
tulisan, gambar, film. Pertunjukan, pementasan dan kata-kata atau ucapan yang
bermaksud untuk merangsang nafsu birahi.
Dewasa ini, pornografi dan pornoaksi makin marak ditampilkan diberbagai
media massa. Baik dari media cetak seperti majalah dan tabloid, hingga media massa
elektronik seperti tanyangan televisi dan berbagai informasi di internet (Artikel
pendidikan seks, dalam www.smu -net.com). fenomena ini kontan saja menimbulkan
reksi dan perspektif yang beragam di masyarakat kita. Bahkan maraknya sajian
pornografi dan pornoaksi itu dituding sebagi penyebab tingginya tindak kriminalitas
dimasyarakat, khususnya kriminalitas seksual.
Menurut Tandowidjojo (1985) bahwa media massa mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap lingkungan dimana remaja tinggal. Selain itu media massa juga
mempunyai pengaruh terhadap sikap dan perilaku individu. Hal ini dapat terjadi
karena : 1) media massa di mana-mana mudah di peroleh sehingga mampu
menunjang informasi yang ada, 2) pesan-pesan yang di sampaikan di dalam media
massa di tampilkan berulang-ulang sehingga dapat memperkokoh dampak media
massa.
Film di televisi yang semakin longgar sensor majalah-majalah yang
memvisualisasikan adegan “syur” dan poster-poster film romantis yang dipajang
besar-besar di pinggir jalan utama, membuat remaja tidak punya banyak pilihan.
Sehingga bukan hal yang baru bahwa perilaku seks dikalangan remaja menunjukkan
kecenderungan ke arah seks bebas. Dampak globalisasi yang telah mengiring remaja
menjadikan apa yang mereka lihat di film dan majalah yang di impor dari budaya lain
sebagai referensi.
Perilaku tersebut merupakan pengaruh dari media dan televisi sering diimitasi
oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film
remaja yang berkebudayaan barat, melalui observasional learning mereka melihat
perilaku seksual itu menyenangkan dan dapat diterima di lingkungan. Hal ini di
imitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan,
nilai serta norma dalam lingkungan masyarakat yang berbeda (Dhede, 2002).
Fenomena perilaku seks bebas banyak dijumpai pada beberapa media massa
antara lain; majalah Matra (2004) memberitakan seorang mahasiswa sebuah kampus
di Depok yang mengaku telah melakukan hubungan intim dengan pacarnya setelah
melihat gambar-gambar pornografi dan menonton film. Selain itu dalam Majalah
Populer, (2004), terdapat pengakuan seorang remaja yang menyatakan bahwa setelah
empat bulan berpacaran dia menyerahkan keperawanan disebuah hotel setelah
melihat film dan gambar porno dengan alasan sudah merasa dewasa dan memang
cinta dengan pacarnya
Deskripsi di atas merupakan fakta yang memprihatinkan dan menggambarkan
perilaku seksual remaja yang melebihi atas norma, baik norma agama maupun norma
sosial serta menunjukkan bahwa kurang adanya pengendalian diri dari remaja
tersebut untuk mengontrol dorongan seksual dan menunjukkan tahap perilaku seksual
yang dilakukan telah mencapai tahap melakukan hubungan seksual (Faturochman,
1992).
Informasi-informasi tentang seks yang diperoleh dengan cara mengkonsumsi
media bertema seksual seperti ini justru memicu anak remaja untuk melukan perilaku
seksual yang seharusnya belum mereka lakukan sehingga banyak anak yang jatuh
dalam kehidupan seks bebas, hamil di luar nikah dan pemerkosaan. Hal ini akibat dari
banyaknyan para remaja menonton, melihat adegan seks, baik melalui film, internet,
atau di majalah dewasa, kemudian ingin menirukan adegan yang dilihatnya baik
dengan pacar, atau dengan anak yang lain (Siahaan, 1996).
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah penelitian :
Apakah ada hubungan antara Frekuensi Interaksi Dengan Media Pornografi dan
Sikap terhadap Perilaku Seks Bebas ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan Antara Frekuensi
Interaksi Dengan Media Pornografi Dan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas”.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara frekuensi remaja dalam
berinteraksi dengan media pornografi dan sikap terhadap perilaku seks bebas.
2. Untuk mengetahui peranan frekuensi interaksi dengan media pornografi dan sikap
terhadap perilaku seks bebas pada remaja.
2. Untuk mengetahui sejauhmana frekuensi remaja dalam berinteraksi dengan media
pornografi.
3. Untuk mengetahui bagaimana sikap remaja terhadap perilaku seks bebas.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah suatu fase hidup dengan perubahan-perubahan penting
pada fungsi inteligensi yang tercakup dalam pengembangan aspek kognitif. Secara
psikologi masa remaja adalah usia dimana individu mulai berinteraksi dengan
masyarakat dewasa, dengan kata lain individu mempunyai hak yang sama dengan
orang dewasa (Hidayat, 1997).
Pada masa sekarang kehidupan remaja sering dipermasalahkan oleh
masyarakat terutama para orang tua dan pendidik. Moelino (1985) mengatakan bahwa
salah satu dari sekian banyak masalah remaja adalah masalah pergaulan dengan
lawan jenisnya. Sering terndengar dalam pergaulan remaja menjurus keperilaku yang
tidak positif yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah. Dalam hal ini masalah
yang dimaksud adalah bilamana pengendalian terhadap perilaku seks tidak berjalan
semestinya yaitu penyimpangan seksual sehingga remaja akan melakukan hubungan
seks secara bebas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (1997) tentang sikap remaja terhadap
seks menunjukkan adanya sikap permisif (sikap serba boleh) terhadap perilaku seks
“gaya modern” dimana hubungan seksual boleh dilakukan atas dasar berbagai motif
misal sebagai hadiah sebagai tanda terima kasih, untuk mendapatkan penghargaan
dan lain-lain. Selain itu juga hubungan seksual sebelum menikah boleh dilakukan asal
ada rasa cinta tanpa ada komitmen dengan pasangan.
Kehidupan yang akhir-akhir ini dipermasalahkan adalah perilaku seks bebas
di kalangan remaja yang semakin memprihatinkan. Schwartz (1999) dalam
penelitiannya dengan sampel sejumlah 120 pria dan 191 wanita dengan usia 18-25
tahun dari daerah Timur Laut Amerika Serikat menemukan bahwa umur rata-rata
mereka berhubungan seks pertamakalinya 16,1 tahun untuk pria dan 16,9 tahun untuk
wanita. Sehubungan dengan masturbasi 85% pria dan 37% wanita melaporkan
melakukan kegiatan masturbasi sebelum berhubungan seks pertama kali. Lebih dari
25% remaja pria maupun wanita melaporkan pernah melakukan oral paling sedikit
sekali sebelum melakukan hubungan seks pertama kali. Penemuan ini menujukkan
bahwa banyak akil baliq yang sudah aktif secara seksual walaupun mereka belum
berhubungan seks.
Hasil penelitian perilaku seks di Indonesia ternyata semakin lama semakin
meningkat hal ini diperkuat dengan adanya penelitian Tjitarsa (Munijaya, 1995)
Denpasar Bali dengan berdasarkan laporan Klinik Catur Warga Denpasar tahun 1989-
1991, diperoleh data bahwa dari 2,978 kasus kehamilan yang ditangani selam 2 tahun,
50% klien adalah wanita yang belum menikah dan sebagian besar mereka berumur
dibawah 25 tahun. Angka-angka tersebut kiranya cukup mencerminkan keadaan
pergaulan remaja yang sudah bergeser dari norma-norma masyarakat yang
mengakibatkan perilaku seksual semakin bebas dikalangan remaja.
Berdasarkan penelitian dari Satoto (1992) terhadap remaja yang berdomisili di
Semarang, Pati, Magelang , Solo, Pekalongan, dan Purwokerto menunjukkan dari 600
pelajar yang diteliti 60% pernah melakukan hubungan seks bebas.
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas, salah satunya yaitu
pornografi. Pornografi menurut Tukan (1993) merupakan suatu bahan yang dirancang
dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks atau
dapat dikatakan bahwa pornografi merupakan penyajian secara terisolir dalam bentuk
tulisan, gambar, film. Pertunjukan, pementasan dan kata-kata atau ucapan yang
bermaksud untuk merangsang nafsu birahi.
Dewasa ini, pornografi dan pornoaksi makin marak ditampilkan diberbagai
media massa. Baik dari media cetak seperti majalah dan tabloid, hingga media massa
elektronik seperti tanyangan televisi dan berbagai informasi di internet (Artikel
pendidikan seks, dalam www.smu -net.com). fenomena ini kontan saja menimbulkan
reksi dan perspektif yang beragam di masyarakat kita. Bahkan maraknya sajian
pornografi dan pornoaksi itu dituding sebagi penyebab tingginya tindak kriminalitas
dimasyarakat, khususnya kriminalitas seksual.
Menurut Tandowidjojo (1985) bahwa media massa mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap lingkungan dimana remaja tinggal. Selain itu media massa juga
mempunyai pengaruh terhadap sikap dan perilaku individu. Hal ini dapat terjadi
karena : 1) media massa di mana-mana mudah di peroleh sehingga mampu
menunjang informasi yang ada, 2) pesan-pesan yang di sampaikan di dalam media
massa di tampilkan berulang-ulang sehingga dapat memperkokoh dampak media
massa.
Film di televisi yang semakin longgar sensor majalah-majalah yang
memvisualisasikan adegan “syur” dan poster-poster film romantis yang dipajang
besar-besar di pinggir jalan utama, membuat remaja tidak punya banyak pilihan.
Sehingga bukan hal yang baru bahwa perilaku seks dikalangan remaja menunjukkan
kecenderungan ke arah seks bebas. Dampak globalisasi yang telah mengiring remaja
menjadikan apa yang mereka lihat di film dan majalah yang di impor dari budaya lain
sebagai referensi.
Perilaku tersebut merupakan pengaruh dari media dan televisi sering diimitasi
oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film
remaja yang berkebudayaan barat, melalui observasional learning mereka melihat
perilaku seksual itu menyenangkan dan dapat diterima di lingkungan. Hal ini di
imitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan,
nilai serta norma dalam lingkungan masyarakat yang berbeda (Dhede, 2002).
Fenomena perilaku seks bebas banyak dijumpai pada beberapa media massa
antara lain; majalah Matra (2004) memberitakan seorang mahasiswa sebuah kampus
di Depok yang mengaku telah melakukan hubungan intim dengan pacarnya setelah
melihat gambar-gambar pornografi dan menonton film. Selain itu dalam Majalah
Populer, (2004), terdapat pengakuan seorang remaja yang menyatakan bahwa setelah
empat bulan berpacaran dia menyerahkan keperawanan disebuah hotel setelah
melihat film dan gambar porno dengan alasan sudah merasa dewasa dan memang
cinta dengan pacarnya
Deskripsi di atas merupakan fakta yang memprihatinkan dan menggambarkan
perilaku seksual remaja yang melebihi atas norma, baik norma agama maupun norma
sosial serta menunjukkan bahwa kurang adanya pengendalian diri dari remaja
tersebut untuk mengontrol dorongan seksual dan menunjukkan tahap perilaku seksual
yang dilakukan telah mencapai tahap melakukan hubungan seksual (Faturochman,
1992).
Informasi-informasi tentang seks yang diperoleh dengan cara mengkonsumsi
media bertema seksual seperti ini justru memicu anak remaja untuk melukan perilaku
seksual yang seharusnya belum mereka lakukan sehingga banyak anak yang jatuh
dalam kehidupan seks bebas, hamil di luar nikah dan pemerkosaan. Hal ini akibat dari
banyaknyan para remaja menonton, melihat adegan seks, baik melalui film, internet,
atau di majalah dewasa, kemudian ingin menirukan adegan yang dilihatnya baik
dengan pacar, atau dengan anak yang lain (Siahaan, 1996).
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah penelitian :
Apakah ada hubungan antara Frekuensi Interaksi Dengan Media Pornografi dan
Sikap terhadap Perilaku Seks Bebas ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan Antara Frekuensi
Interaksi Dengan Media Pornografi Dan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas”.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara frekuensi remaja dalam
berinteraksi dengan media pornografi dan sikap terhadap perilaku seks bebas.
2. Untuk mengetahui peranan frekuensi interaksi dengan media pornografi dan sikap
terhadap perilaku seks bebas pada remaja.
2. Untuk mengetahui sejauhmana frekuensi remaja dalam berinteraksi dengan media
pornografi.
3. Untuk mengetahui bagaimana sikap remaja terhadap perilaku seks bebas.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :