BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman pada abad ini memperlihatkan bahwa untuk berhasil
dalam pencapaian prestasi guna memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi
umat manusia ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang berperan
penting dalam suatu organisasi adalah manusia dan hanya manusia satu-
satunya yang merupakan sumber utama organisasi yang tidak bisa digantikan
oleh teknologi apapun. Bagaimanapun baiknya organisasi, lengkapnya sarana
dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan mempunyai arti tanpa ada manusia
yang mengatur, menggunakan dan memeliharanya dengan kata lain manusia
merupakan pusat dan sumber inspirasi gerakan suatu organisasi.
Perusahaan diharapkan mampu memberikan kompensasi yang sesuai
dengan pengorbanan yang telah diberikan melalui sikap moral yang dimiliki
oleh karyawan. Hal tersebut akan menyebabkan karyawan memiliki
komitmen, kegembiraan, kerjasama, kesanggupan dan ketaatan pada
kewajiban (Moekijat, 1979).
Komitmen karyawan terhadap perusahaan dapat menimbulkan rasa
bertanggung jawab dan semangat kerja. Karyawan yang memiliki komitmen
terhadap perusahaan, berkeinginan untuk berusaha dan bekerja semaksimal
mungkin bagi perusahaan, memiliki suatu kepercayaan yang tinggi
dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan dari organisasi
tersebut Dewi (2002).
Tiap-tiap organisasi atau perusahaan memiliki tujuan atau target yang
ingin dicapai. Banyak faktor yang berpengaruh dalam tujuan tersebut, salah
satu faktor tersebut adalah karyawan itu sendiri. Karyawan sebagai salah satu
aset perusahaan atau organisasi memiliki tanggung jawab yang besar dalam
menjaga perputaran roda perusahaan atau organisasi dimana dia berada.
Karena pentingnya peranan karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan
dapat menjadikan pihak manajemen harus mampu menciptakan karyawan
yang berkomitmen tinggi terhadap perusahaan.
Menurut Staw (dalam Husnia, 2001), komitmen karyawan terhadap
perusahaan adalah suatu pemahaman khusus dari karyawan atau individu
sebagai ikatan psikologis pada organisasi termasuk rasa terlibat dengan
pekerjaan, loyalitas dan percaya akan nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini
loyalitas yang dimaksud bukan sekedar setia semata akan tetapi tanggung
jawab dan disiplin kerja yang baik serta senantiasa menumpahkan semua
potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk menjalankan tugas yang
diberikan kepadanya.
Pembentukan komitmen karyawan pada perusahaan tidak terlepas dari
proses karyawan masuk menjadi anggota perusahaan. Pada saat karyawan
terlibat dalam suatu perusahaan, karyawan membawa serta kepribadiannya
yang unik, kemampuan, sifat, nilai-nilai dan aspirasi kerja yang berupa
harapan, tujuan atau cita-cita mengenai pekerjaan yang telah direncanakan
bagi dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan Schein (1983) bahwa setiap
individu yang memasuki suatu organisasi kerja akan membawa sejumlah
harapan dalam dirinya, umpamanya mencari pekerjaan, gaji, status,
lingkungan kerja yang aman dan pengembangan dirinya. Agar karyawan
senantiasa komitmen terhadap organisasinya maka seorang pemimpin harus
senantiasa menjalin kerjasama yang kooperatif, bila karyawan bersikap
kooperatif maka karyawan bias meyakini bahwa atasan mereka akan
mengganjar loyalitas dan kerja baik mereka dengan keamanan pekerjaan,
tunjangan dan kenaikan gaji.
Kenyataan yang ada menunjukkan masih banyak karyawan yang
datang kerja tidak tepat waktu atau pulang lebih awal, tingkat absensi yang
tinggi, tidak bergairah, apati terhadap kerja dan lingkungannya, tidak tepat
waktu dalam menyelesaikan tugasnya dan tindakan lain yang merugikan
perusahaan. Hal ini disebabkan kurang adanya perhatian pimpinan mengenai
apa yang diinginkan oleh karyawan dalam bekerja antara lain adanya
penyesuaian gaji antara karyawan lama dengan karyawan baru, penyesuaian
upah lembur serta adanya jaminan sosial tenaga kerja. Selain itu karyawan
juga menginginkan adanya kesepakatan kerja bersama antara karyawan yang
satu dengan karyawan yang lain dan juga dengan perusahaan. Jika tuntutan
diatas tidak terpenuhi maka akan membuat karyawan tidak puas dalam bekerja
sehingga komitmen karyawan terhadap perusahaan tidak akan terbentuk yang
mengakibatkan karyawan sering melakukan aksi unjuk rasa. Contoh konkret
aksi unjuk rasa karyawan karena komitmen karyawan terhadap perusahaan
tidak terbentuk adalah seperti yang diterbitkan oleh harian Solo Pos
(17 Februari 2004), memberitakan terjadinya demonstrasi yang dilakukan
karyawan PT. KIP Karanganyar dengan tuntutan soal iuran tunjangan
jamsostek, kenaikan upah atau tunjangan transportasi. Aksi tersebut dipicu
karena pihak manajemen kurang memperhatikan tuntutan karyawan.
Permasalahan yang muncul pada perusahaan yang karyawannya
mempunyai komitmen yang rendah pada perusahaan membawa kerugian bagi
perusahaan seperti menurunnya produktivitas, kualitas kerja, kepuasan
karyawan, meningkatnya tingkat keterlambatan, absensi dan turn-over.
Komitmen karyawan terhadap perusahaan akan berjalan seiring dengan
kesungguhan karyawan dalam bekerja karena ia beranggapan ini adalah
bagian dari kehidupan psikisnya dimana ketentraman batin akan ia peroleh.
Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan kunci kearah
peningkatan kualitas kerja dan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan dan
sasaran organisasi dapat dicapai lebih efisien dan efektif melalui tindakan-
tindakan individu dan kelompok yang diselenggarakan dengan persetujuan
bersama.
Dalam memasuki organisasi kerja karyawan mempunyai harapan
untuk dapat mencapai kepuasan terhadap kebutuhannya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut tidak hanya untuk mengejar upah yang tinggi tetapi juga
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai secara wajar oleh orang lain.
Kebutuhan untuk dapat dihormati ini dapat terwujud bila melakukan hubungan
komunikasi yang baik terhadap semua anggota organisasi atau perusahaan
(dalam Maryanti, 2000). Oleh karena itu, maka dalam bekerja karyawan perlu
menjalin human relations yang hangat dengan orang-orang yang ada di sekitar
tempat kerjanya.
Hal lain yang juga penting dalam mencapai tujuan perusahaan adalah
adanya suatu hubungan yang mendukung dan terjalinnya suatu hubungan
yang formal maupun informal yang ada antara pimpinan dan karyawan
maupun karyawan dengan karyawan. Hubungan yang terbina dengan akrab
dan cukup hangat itulah yang akan bisa meningkatkan kerjasama dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan agar bisa tercapai secara selaras
(Munasef, 1983). Dalam hal ini hubungan yang terjalin biasa disebut sebagai
human relations. Human relations diperlukan karena bisa menjembatani antar
karyawan serta sebagai tenaga pelaksana yang nantinya akan mewujudkan
tujuan dari perusahaan. Miles (dalam Thoha, 1983) mendefinisikan human
relations sebagai tindakan yang menempatkan karyawan sebagai manusia
yang diakui keberadaannya dengan cara didengar dan diperhatikan pendapat
dan keluhannya serta dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan mengenai
pekerjaan.
Selanjutnya Davis (1985), mengemukakan bahwa dalam suatu
organisasi, antara pimpinan dan karyawan, antara karyawan dan karyawan
saling memiliki kepentingan bersama sehingga antara mereka ada
ketergantungan yang selanjutnya akan menghasilkan sebuah kerjasama yang
baik yang akan bisa menyebabkan kepentingan dari masing-masing pihak
dapat terpenuhi.
Stringer (dalam Maryanti, 2000) mengatakan bahwa keinginan
karyawan untuk dihargai dan merasa dibutuhkan dapat dipenuhi bilamana
terjadi hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara atasan dan bawahan,
karyawan dengan karyawan.
Munasef (1984) mengatakan bahwa human relations atau hubungan
baik yang formal atau informal hendaknya menciptakan saling pengertian
yang baik untuk mewujudkan kerjasama antara keseluruhan unsur manusia
didalam organisasi. Selain itu human relations bertujuan untuk mempermudah
tercapainya tujuan organisasi dalam usaha untuk meningkatkan kerjasama
yang selaras serta landasan dari setiap hubungan yang diciptakan adalah atas
dasar saling menghargai karena manusia itu mempunyai martabat dan harga
diri.
Dalam sebuah perusahaan, karyawan lebih menitikberatkan masalah
relasi atau hubungan dengan teman sekerja daripada sejumlah uang yang telah
diterimanya sebab upah yang besar belum tentu bisa menjamin kepuasan batin
dari karyawan (Anoraga, 1993). Selanjutnya jika emosi-emosi karyawan
menjadi lebih positif dan moral karyawan dipertinggi makan akan muncul tim
kerja yang akrab dan penuh persahabatan yang akan menyebabkan karyawan
menjadi lebih rajin dan mandiri. Selanjutnya dengan emosi yang lebih matang,
seorang karyawan akan cenderung memiliki tanggung jawab serta mampu
bekerjasama dengan orang lain tanpa mementingkan diri sendiri sehingga
tercapai kemandirian kerja seperti yang diharapkan.
Dalam mewujudkan human relations, yang terpenting adalah
bagaimana bisa memahami hakekat manusia dan kemanusiaannya, bagaimana
menerima orang lain diluar dirinya dengan apa adanya atau bagaimana
manusia mampu bersimpati sekaligus berempati terhadap keberadaan orang
lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Dalam perusahaan, seorang karyawan membutuhkan hubungan baik
dengan sesama karyawan maupun dengan pimpinna karena dalam perusahaan
hubungan kerja yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kemandirian
kerja karyawan secara optimal karena untuk melakukan suatu pekerjaan
sangat dipengaruhi oleh keahlian seseorang untuk berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini didukung oleh Rachmadi (1994) yang mengemukakan bahwa
hubungan yang dilandasi oleh prinsip-prinsip human relations akan
mendorong karyawan ataupun pimpinan untuk bekerjasama secara produktif
sehingga akan berpengaruh pada kemandirian kerja.
Bandura (dalam Husnia, 2003) mengembangkan suatu konsep yang
menarik berkaitan dengan perilaku manusia yaitu self efficacy yang diartikan
sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan-tindakan
tertentu untuk mencapai prestasi. Untuk mencapai hal itu diperlukan
komponen kepercayaan diri terutama dalam menghadapi situasi yang akan
datang. Self efficacy menekankan pada situasi yang akan datang dalam artian
sejauh mana seseorang menilai kemampuan, potensi dan kecenderungan yang
ada pada dirinya untuk dipadukan menjadi tindakan tertentu dalam usahanya
mengatasi situasi yang akan datang. Keyakinan dan kemantapan ini akan
memberi suatu landasan untuk berusaha secara tekun, ulet dan berani
menghadapi permasalahan.
Maddux (dalam Dewi, 2003) mengatakan bahwa seseorang yang
mempunyai self efficacy yang tinggi akan mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan reaksi psikis. Hal tersebut didukung oleh pendapat Scwarzer
(dalam Husnia, 2003) yang menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai
self efficacy yang tinggi akan memiliki kemampuan menyesuaikan diri lebih
baik, mereka lebih dapat mempengaruhi situasi dan dapat mempergunakan
ketrampilan yang dimiliki dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa bila
seorang karyawan memiliki self efficacy yang tinggi menyebabkan karyawan
lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dalam pekerjaannya serta mampu mempergunakan ketrampilan yang dimiliki
dalam pekerjaannya, sehingga akan meningkatkan komitmennya terhadap
perusahaan.
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa dengan human relations dan
self efficacy yang mendukung, maka komitmen karyawan terhadap perusahaan
akan meningkat, sebab dalam perusahaab karyawan membutuhkan hubungan
yang baik dengan sesama karyawan maupun dengan pimpinan yang akan bisa
mengakibatkan hubungan kerja bisa berjalan dengan baik karena seseorang
dengan human relations yang tinggi akan cenderung mempunyai toleransi
yang baik dan bisa bekerja sama dengan orang lain, yang kemungkinan akan
meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan sehingga tercapainya
tujuan dan sasaran perusahaan.
Alasan mengapa peneliti mengambil dua faktor yang berpengaruh
terhadap komitmen karyawan terhadap perusahaan yaitu human relations dan
self efficacy adalah karena suatu lingkup kerja dalam perusahaan, karyawan
dituntut untuk senantiasa datang tepat waktu atau pulang pada waktunya, tepat
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu yang ditentukan sehingga
tujuan dan sasaran perusahaan dapat dicapai. Maka diperlukan human
relations untuk menjalin hubungan yang baik antara karyawan dan atasan
maupun sesama karyawan dan karyawan dapat menggunakan self efficacy-nya
dengan baik sehingga tercipta suatu komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka timbullah
rumusan masalah dari peneliti yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara human relations dan self efficacy dengan komitmen karyawan terhadap
perusahaan. Dan berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penulis
berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan mengajukan judul
“Hubungan Antara Human Relations Dan Self Efficacy Dengan Komitmen
Karyawan Terhadap Perusahaan”.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan latar belakang masalah yang diuraikan di atas
maka penelitian ini bertujuan untuk:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman pada abad ini memperlihatkan bahwa untuk berhasil
dalam pencapaian prestasi guna memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi
umat manusia ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang berperan
penting dalam suatu organisasi adalah manusia dan hanya manusia satu-
satunya yang merupakan sumber utama organisasi yang tidak bisa digantikan
oleh teknologi apapun. Bagaimanapun baiknya organisasi, lengkapnya sarana
dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan mempunyai arti tanpa ada manusia
yang mengatur, menggunakan dan memeliharanya dengan kata lain manusia
merupakan pusat dan sumber inspirasi gerakan suatu organisasi.
Perusahaan diharapkan mampu memberikan kompensasi yang sesuai
dengan pengorbanan yang telah diberikan melalui sikap moral yang dimiliki
oleh karyawan. Hal tersebut akan menyebabkan karyawan memiliki
komitmen, kegembiraan, kerjasama, kesanggupan dan ketaatan pada
kewajiban (Moekijat, 1979).
Komitmen karyawan terhadap perusahaan dapat menimbulkan rasa
bertanggung jawab dan semangat kerja. Karyawan yang memiliki komitmen
terhadap perusahaan, berkeinginan untuk berusaha dan bekerja semaksimal
mungkin bagi perusahaan, memiliki suatu kepercayaan yang tinggi
dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan dari organisasi
tersebut Dewi (2002).
Tiap-tiap organisasi atau perusahaan memiliki tujuan atau target yang
ingin dicapai. Banyak faktor yang berpengaruh dalam tujuan tersebut, salah
satu faktor tersebut adalah karyawan itu sendiri. Karyawan sebagai salah satu
aset perusahaan atau organisasi memiliki tanggung jawab yang besar dalam
menjaga perputaran roda perusahaan atau organisasi dimana dia berada.
Karena pentingnya peranan karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan
dapat menjadikan pihak manajemen harus mampu menciptakan karyawan
yang berkomitmen tinggi terhadap perusahaan.
Menurut Staw (dalam Husnia, 2001), komitmen karyawan terhadap
perusahaan adalah suatu pemahaman khusus dari karyawan atau individu
sebagai ikatan psikologis pada organisasi termasuk rasa terlibat dengan
pekerjaan, loyalitas dan percaya akan nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini
loyalitas yang dimaksud bukan sekedar setia semata akan tetapi tanggung
jawab dan disiplin kerja yang baik serta senantiasa menumpahkan semua
potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk menjalankan tugas yang
diberikan kepadanya.
Pembentukan komitmen karyawan pada perusahaan tidak terlepas dari
proses karyawan masuk menjadi anggota perusahaan. Pada saat karyawan
terlibat dalam suatu perusahaan, karyawan membawa serta kepribadiannya
yang unik, kemampuan, sifat, nilai-nilai dan aspirasi kerja yang berupa
harapan, tujuan atau cita-cita mengenai pekerjaan yang telah direncanakan
bagi dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan Schein (1983) bahwa setiap
individu yang memasuki suatu organisasi kerja akan membawa sejumlah
harapan dalam dirinya, umpamanya mencari pekerjaan, gaji, status,
lingkungan kerja yang aman dan pengembangan dirinya. Agar karyawan
senantiasa komitmen terhadap organisasinya maka seorang pemimpin harus
senantiasa menjalin kerjasama yang kooperatif, bila karyawan bersikap
kooperatif maka karyawan bias meyakini bahwa atasan mereka akan
mengganjar loyalitas dan kerja baik mereka dengan keamanan pekerjaan,
tunjangan dan kenaikan gaji.
Kenyataan yang ada menunjukkan masih banyak karyawan yang
datang kerja tidak tepat waktu atau pulang lebih awal, tingkat absensi yang
tinggi, tidak bergairah, apati terhadap kerja dan lingkungannya, tidak tepat
waktu dalam menyelesaikan tugasnya dan tindakan lain yang merugikan
perusahaan. Hal ini disebabkan kurang adanya perhatian pimpinan mengenai
apa yang diinginkan oleh karyawan dalam bekerja antara lain adanya
penyesuaian gaji antara karyawan lama dengan karyawan baru, penyesuaian
upah lembur serta adanya jaminan sosial tenaga kerja. Selain itu karyawan
juga menginginkan adanya kesepakatan kerja bersama antara karyawan yang
satu dengan karyawan yang lain dan juga dengan perusahaan. Jika tuntutan
diatas tidak terpenuhi maka akan membuat karyawan tidak puas dalam bekerja
sehingga komitmen karyawan terhadap perusahaan tidak akan terbentuk yang
mengakibatkan karyawan sering melakukan aksi unjuk rasa. Contoh konkret
aksi unjuk rasa karyawan karena komitmen karyawan terhadap perusahaan
tidak terbentuk adalah seperti yang diterbitkan oleh harian Solo Pos
(17 Februari 2004), memberitakan terjadinya demonstrasi yang dilakukan
karyawan PT. KIP Karanganyar dengan tuntutan soal iuran tunjangan
jamsostek, kenaikan upah atau tunjangan transportasi. Aksi tersebut dipicu
karena pihak manajemen kurang memperhatikan tuntutan karyawan.
Permasalahan yang muncul pada perusahaan yang karyawannya
mempunyai komitmen yang rendah pada perusahaan membawa kerugian bagi
perusahaan seperti menurunnya produktivitas, kualitas kerja, kepuasan
karyawan, meningkatnya tingkat keterlambatan, absensi dan turn-over.
Komitmen karyawan terhadap perusahaan akan berjalan seiring dengan
kesungguhan karyawan dalam bekerja karena ia beranggapan ini adalah
bagian dari kehidupan psikisnya dimana ketentraman batin akan ia peroleh.
Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan kunci kearah
peningkatan kualitas kerja dan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan dan
sasaran organisasi dapat dicapai lebih efisien dan efektif melalui tindakan-
tindakan individu dan kelompok yang diselenggarakan dengan persetujuan
bersama.
Dalam memasuki organisasi kerja karyawan mempunyai harapan
untuk dapat mencapai kepuasan terhadap kebutuhannya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut tidak hanya untuk mengejar upah yang tinggi tetapi juga
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai secara wajar oleh orang lain.
Kebutuhan untuk dapat dihormati ini dapat terwujud bila melakukan hubungan
komunikasi yang baik terhadap semua anggota organisasi atau perusahaan
(dalam Maryanti, 2000). Oleh karena itu, maka dalam bekerja karyawan perlu
menjalin human relations yang hangat dengan orang-orang yang ada di sekitar
tempat kerjanya.
Hal lain yang juga penting dalam mencapai tujuan perusahaan adalah
adanya suatu hubungan yang mendukung dan terjalinnya suatu hubungan
yang formal maupun informal yang ada antara pimpinan dan karyawan
maupun karyawan dengan karyawan. Hubungan yang terbina dengan akrab
dan cukup hangat itulah yang akan bisa meningkatkan kerjasama dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan agar bisa tercapai secara selaras
(Munasef, 1983). Dalam hal ini hubungan yang terjalin biasa disebut sebagai
human relations. Human relations diperlukan karena bisa menjembatani antar
karyawan serta sebagai tenaga pelaksana yang nantinya akan mewujudkan
tujuan dari perusahaan. Miles (dalam Thoha, 1983) mendefinisikan human
relations sebagai tindakan yang menempatkan karyawan sebagai manusia
yang diakui keberadaannya dengan cara didengar dan diperhatikan pendapat
dan keluhannya serta dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan mengenai
pekerjaan.
Selanjutnya Davis (1985), mengemukakan bahwa dalam suatu
organisasi, antara pimpinan dan karyawan, antara karyawan dan karyawan
saling memiliki kepentingan bersama sehingga antara mereka ada
ketergantungan yang selanjutnya akan menghasilkan sebuah kerjasama yang
baik yang akan bisa menyebabkan kepentingan dari masing-masing pihak
dapat terpenuhi.
Stringer (dalam Maryanti, 2000) mengatakan bahwa keinginan
karyawan untuk dihargai dan merasa dibutuhkan dapat dipenuhi bilamana
terjadi hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara atasan dan bawahan,
karyawan dengan karyawan.
Munasef (1984) mengatakan bahwa human relations atau hubungan
baik yang formal atau informal hendaknya menciptakan saling pengertian
yang baik untuk mewujudkan kerjasama antara keseluruhan unsur manusia
didalam organisasi. Selain itu human relations bertujuan untuk mempermudah
tercapainya tujuan organisasi dalam usaha untuk meningkatkan kerjasama
yang selaras serta landasan dari setiap hubungan yang diciptakan adalah atas
dasar saling menghargai karena manusia itu mempunyai martabat dan harga
diri.
Dalam sebuah perusahaan, karyawan lebih menitikberatkan masalah
relasi atau hubungan dengan teman sekerja daripada sejumlah uang yang telah
diterimanya sebab upah yang besar belum tentu bisa menjamin kepuasan batin
dari karyawan (Anoraga, 1993). Selanjutnya jika emosi-emosi karyawan
menjadi lebih positif dan moral karyawan dipertinggi makan akan muncul tim
kerja yang akrab dan penuh persahabatan yang akan menyebabkan karyawan
menjadi lebih rajin dan mandiri. Selanjutnya dengan emosi yang lebih matang,
seorang karyawan akan cenderung memiliki tanggung jawab serta mampu
bekerjasama dengan orang lain tanpa mementingkan diri sendiri sehingga
tercapai kemandirian kerja seperti yang diharapkan.
Dalam mewujudkan human relations, yang terpenting adalah
bagaimana bisa memahami hakekat manusia dan kemanusiaannya, bagaimana
menerima orang lain diluar dirinya dengan apa adanya atau bagaimana
manusia mampu bersimpati sekaligus berempati terhadap keberadaan orang
lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Dalam perusahaan, seorang karyawan membutuhkan hubungan baik
dengan sesama karyawan maupun dengan pimpinna karena dalam perusahaan
hubungan kerja yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kemandirian
kerja karyawan secara optimal karena untuk melakukan suatu pekerjaan
sangat dipengaruhi oleh keahlian seseorang untuk berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini didukung oleh Rachmadi (1994) yang mengemukakan bahwa
hubungan yang dilandasi oleh prinsip-prinsip human relations akan
mendorong karyawan ataupun pimpinan untuk bekerjasama secara produktif
sehingga akan berpengaruh pada kemandirian kerja.
Bandura (dalam Husnia, 2003) mengembangkan suatu konsep yang
menarik berkaitan dengan perilaku manusia yaitu self efficacy yang diartikan
sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan-tindakan
tertentu untuk mencapai prestasi. Untuk mencapai hal itu diperlukan
komponen kepercayaan diri terutama dalam menghadapi situasi yang akan
datang. Self efficacy menekankan pada situasi yang akan datang dalam artian
sejauh mana seseorang menilai kemampuan, potensi dan kecenderungan yang
ada pada dirinya untuk dipadukan menjadi tindakan tertentu dalam usahanya
mengatasi situasi yang akan datang. Keyakinan dan kemantapan ini akan
memberi suatu landasan untuk berusaha secara tekun, ulet dan berani
menghadapi permasalahan.
Maddux (dalam Dewi, 2003) mengatakan bahwa seseorang yang
mempunyai self efficacy yang tinggi akan mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan reaksi psikis. Hal tersebut didukung oleh pendapat Scwarzer
(dalam Husnia, 2003) yang menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai
self efficacy yang tinggi akan memiliki kemampuan menyesuaikan diri lebih
baik, mereka lebih dapat mempengaruhi situasi dan dapat mempergunakan
ketrampilan yang dimiliki dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa bila
seorang karyawan memiliki self efficacy yang tinggi menyebabkan karyawan
lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dalam pekerjaannya serta mampu mempergunakan ketrampilan yang dimiliki
dalam pekerjaannya, sehingga akan meningkatkan komitmennya terhadap
perusahaan.
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa dengan human relations dan
self efficacy yang mendukung, maka komitmen karyawan terhadap perusahaan
akan meningkat, sebab dalam perusahaab karyawan membutuhkan hubungan
yang baik dengan sesama karyawan maupun dengan pimpinan yang akan bisa
mengakibatkan hubungan kerja bisa berjalan dengan baik karena seseorang
dengan human relations yang tinggi akan cenderung mempunyai toleransi
yang baik dan bisa bekerja sama dengan orang lain, yang kemungkinan akan
meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan sehingga tercapainya
tujuan dan sasaran perusahaan.
Alasan mengapa peneliti mengambil dua faktor yang berpengaruh
terhadap komitmen karyawan terhadap perusahaan yaitu human relations dan
self efficacy adalah karena suatu lingkup kerja dalam perusahaan, karyawan
dituntut untuk senantiasa datang tepat waktu atau pulang pada waktunya, tepat
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu yang ditentukan sehingga
tujuan dan sasaran perusahaan dapat dicapai. Maka diperlukan human
relations untuk menjalin hubungan yang baik antara karyawan dan atasan
maupun sesama karyawan dan karyawan dapat menggunakan self efficacy-nya
dengan baik sehingga tercipta suatu komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka timbullah
rumusan masalah dari peneliti yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara human relations dan self efficacy dengan komitmen karyawan terhadap
perusahaan. Dan berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penulis
berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan mengajukan judul
“Hubungan Antara Human Relations Dan Self Efficacy Dengan Komitmen
Karyawan Terhadap Perusahaan”.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan latar belakang masalah yang diuraikan di atas
maka penelitian ini bertujuan untuk: