BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat sekarang yang merupakan era globalisasi, tak bisa dipungkiri bahwa
persaingan di segala bidang kehidupan semakin ketat. Persaingan itu mencakup
bidang ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Persaingan di bidang ekonomi tentunya
akan melibatkan berbagai perusahaan baik itu perusahaan tingkat bawah, menengah
serta atas, maupun perusahaan di sektor penghasil produk atau jasa pelayanan.
Salah satu bidang persaingan yang memerlukan kejelian dalam pengelolaan
manajemen yakni perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan konsumen.
Perusahaan seperti itu seharusnya lebih menitikberatkan pada kualitas sumber daya
manusia karena bagaimanapun, karyawan yang bergerak di bidang jasa akan
berhubungan langsung dengan pelayanan kepada konsumen. Salah satu perusahaan
yang bergerak di bidang pelayanan konsumen yakni pelayanan umroh maupun haji.
Menunaikan ibadah haji, wajib hanya untuk sekali seumur hidup bagi yang
mampu, karena sekali pergi haji harus benar dan syah. Upaya penyempurnaan sistem
dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji perlu terus ditingkatkan agar
pelaksanaan ibadah haji berjalan aman, tertib, dan lancar sesuai dengan tuntutan
agama. Akan tetapi banyak jamaah haji yang menyesal setelah pulang dari tanah suci
karena pihak perusahaan penyelenggara ibadah haji atau umroh melalui pemandu
atau pembimbingnya ternyata tidak mampu memimpin jamaahnya.
Sebagai perusahaan yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada
konsumen maka efektivitas kerja seorang guide atau pemandu yang melayani umroh
maupun haji sangat dituntut demi tercapainya tujuan perusahaan tersebut yakni
pelayanan yang baik dan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan konsumen,
dalam hal ini adalah orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah haji maupun
umroh.
Permasalahannya yang timbul bahwa efektivitas kerja tidak akan dapat
dicapai begitu saja tanpa adanya kesadaran dari pribadi masing-masing karyawan.
Untuk itu perlu kiranya seorang karyawan yang berhubungan langsung dengan
pelayanan konsumen hendaknya selalu meningkatkan segi-segi pengembangan
kepribadian yang dapat menunjang tercapainya efektivitas kerja.
Siagian (1983) mengemukakan efektivitas kerja adalah penyelesaian
pekerjaan tepat pada waktunya, artinya apakah suatu tugas dinilai baik atau tidak
sangat tergantung bilamana tugas itu diselesaikan. Efektivitas kerja dapat berarti pula
keberhasilan pekerjaan dari para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya, yang
mana tugas-tugas itu dilaksanakan untuk pencapaian tujuan organisasi dimana
individu bekerja di dalamnya.
Efektivitas dengan tolok ukur dilihat dari segi hasil adalah perbandingan
antara hasil riil yang dicapai seseorang dengan standar hasil minimum. Apabila hasil
riil itu di atas standar hasilnya itu dikatakan normal. Tetapi apabila hasil riilnya itu
berada di bawah standar minimumnya berarti hasil kerjanya tidak efektif.
Efektivitas kerja memegang peranan yang sangat penting dalam fungsi
pengembangan perusahaan, karena bila para karyawan dapat bekerja secara efektif
maka perusahaan tersebut akan dapat memaksimalkan sumber daya manusia yang ada
dalam menghadapi segala permasalahan yang muncul, baik dari segi industrial
maupun hubungan antar manusia. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Danim
(2004) bahwa efektivitas kerja adalah keseimbangan atau penekanan secara optimal
pada pencapaian tujuan, kemampuan pemecahan masalah dan pemanfaatan tenaga
manusia. Selain itu, dengan adanya pencapaian efektivitas kerja yang baik maka
diharapkan suatu perusahaan akan mampu menyatukan visi dan misi antara
kepentingan pribadi karyawan dengan sasaran ataupun tujuan perusahaan.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Steers (dalam Siagian, 1983) bahwa
efektivitas kerja adalah adalah internalisasi pengertian tujuan dan pencapaian tujuan,
dimana individu dianggap berperan dalam rangka menggabungkan diri dalam
kesatuan organisasi. Demikian pula organisasi dipandang sebagai kesatuan
pengejaran tujuan yang berusaha menggabungkan usaha bersama para anggotanya
untuk mengejar sasaran khusus keseluruhan organisasi. Namun perlu diperhatikan,
bahwa seperti diuraikan di atas bahwa efektivitas kerja akan dapat dicapai bila ada
kesadaran dari pribadi masing-masing karyawan untuk meningkatkan kualitas
dirinya, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari perusahaan, hal ini berarti
peran kepribadian seorang karyawan yang berhubungan langsung dengan pelayanan
konsumen sangatlah penting.
Salah satu faktor kepribadian yang dapat mendorong meningkatkan
efektivitas kerja seorang karyawan yang berhubungan dengan pelayanan konsumen
yakni perilaku asertif, karena dengan berperilaku asertif, karyawan akan mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkan dengan cara yang konsisten, artinya individu
mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang
kebenaran, tidak menghina atau meremehkan orang lain.
Rathus (1992) mengemukakan perilaku asertif merupakan ungkapan
seseorang dengan cara yang konsisten sesuai dengan apa yang dipikirkan, artinya
individu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang
kebenaran, tidak menghina atau meremehkan orang lain.
Adanya perilaku asertif pada diri karyawan selanjutnya akan dapat menuntun
karyawan tersebut menjadi individu yang mampu berperilaku wajar dan sanggup
untuk mempertanggungjawabkan segala tingkah lakunya terhadap lingkungan
kerjanya. Dengan demikian karyawan yang berperilaku asertif, dalam berperilaku
tidak dibuat-buat dan terhindar dari kinerja yang hanya dimaksudkan untuk menjilat
atasan melainkan kinerja yang penuh ketulusan dalam melayani konsumen.
Sukadji (1981) menjelaskan lebih lanjut bahwa perilaku asertif merupakan
perilaku antar pribadi yang menyangkut pernyataan emosi dengan tepat, secara terus
terang dan tanpa perasaan cemas terhadap orang lain. Perilaku asertif dapat
mengarahkan seorang individu untuk mengemukakan emosinya secara tepat, terus
terang dan tanpa dihantui perasaan cemas sewaktu berkomunikasi dengan orang lain.
Selain itu dengan perilaku asertif pada diri karyawan, maka karyawan tersebut tidak
akan takut dalam mengemukakan hak-hak pribadi kaitannya dengan kemajuan
perusahaan dan juga mengemukakan emosi yang tepat kepada para konsumen
pengguna jasa layanan umroh maupun haji.
Lyod (1991) mengemukakan bahwa asertif adalah tingkah laku yang penuh
ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk
membela hak-hak pribadi serta adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi:
mengetahui hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut serta
melakukan hak tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat Iriani (1996) bahwa individu yang
mempunyai perilaku asertif akan menjadi individu yang tegas. Tegas karena individu
akan mempunyai alasan yang logis sehubungan dengan hak pribadi, mempunyai
penilaian bahwa seseorang boleh berpendapat atau berbicara berdasarkan kondisi
pribadi, mempunyai penilaian pada diri sendiri bahwa dirinya berhak mengemukakan
emosi secara bebas. Oleh karena itu guide atau pemandu penyelenggara umroh dan
haji dituntut untuk dapat berperilaku secara asertif, karena dengan adanya perilaku
asertif tersebut diharapkan guide dapat benar-benar menyatakan perasaan dan
keramahannya, perilakunya lebih responsif, berusaha memperlancar interaksi sosial,
bersikap hangat dan terbuka sehingga akan akan mendukung efektifitas kerja
berkaitan dengan pelayanannya terhadap para konsumen.
Mengacu pada uraian-uraian di atas maka dapat dibuat pertanyaan penelitian:
apakah karyawan yang berperilaku asertif akan memiliki efektifitas kerja yang tinggi?
Dari pertanyaan tersebut, peneliti ingin membuktikan secara empiris dan mengadakan
penelitian dengan judul “Hubungan antara perilaku asertif dengan efektivitas kerja
guide pada penyelenggara umroh dan haji di Surakarta.”
B. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui “Hubungan antara perilaku
asertif dengan efektivitas kerja guide pada penyelenggara umroh dan haji di
Surakarta.”
C. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dari hasil penelitian ini dapat mempunyai manfaat sebagai
berikut:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat sekarang yang merupakan era globalisasi, tak bisa dipungkiri bahwa
persaingan di segala bidang kehidupan semakin ketat. Persaingan itu mencakup
bidang ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Persaingan di bidang ekonomi tentunya
akan melibatkan berbagai perusahaan baik itu perusahaan tingkat bawah, menengah
serta atas, maupun perusahaan di sektor penghasil produk atau jasa pelayanan.
Salah satu bidang persaingan yang memerlukan kejelian dalam pengelolaan
manajemen yakni perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan konsumen.
Perusahaan seperti itu seharusnya lebih menitikberatkan pada kualitas sumber daya
manusia karena bagaimanapun, karyawan yang bergerak di bidang jasa akan
berhubungan langsung dengan pelayanan kepada konsumen. Salah satu perusahaan
yang bergerak di bidang pelayanan konsumen yakni pelayanan umroh maupun haji.
Menunaikan ibadah haji, wajib hanya untuk sekali seumur hidup bagi yang
mampu, karena sekali pergi haji harus benar dan syah. Upaya penyempurnaan sistem
dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji perlu terus ditingkatkan agar
pelaksanaan ibadah haji berjalan aman, tertib, dan lancar sesuai dengan tuntutan
agama. Akan tetapi banyak jamaah haji yang menyesal setelah pulang dari tanah suci
karena pihak perusahaan penyelenggara ibadah haji atau umroh melalui pemandu
atau pembimbingnya ternyata tidak mampu memimpin jamaahnya.
Sebagai perusahaan yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada
konsumen maka efektivitas kerja seorang guide atau pemandu yang melayani umroh
maupun haji sangat dituntut demi tercapainya tujuan perusahaan tersebut yakni
pelayanan yang baik dan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan konsumen,
dalam hal ini adalah orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah haji maupun
umroh.
Permasalahannya yang timbul bahwa efektivitas kerja tidak akan dapat
dicapai begitu saja tanpa adanya kesadaran dari pribadi masing-masing karyawan.
Untuk itu perlu kiranya seorang karyawan yang berhubungan langsung dengan
pelayanan konsumen hendaknya selalu meningkatkan segi-segi pengembangan
kepribadian yang dapat menunjang tercapainya efektivitas kerja.
Siagian (1983) mengemukakan efektivitas kerja adalah penyelesaian
pekerjaan tepat pada waktunya, artinya apakah suatu tugas dinilai baik atau tidak
sangat tergantung bilamana tugas itu diselesaikan. Efektivitas kerja dapat berarti pula
keberhasilan pekerjaan dari para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya, yang
mana tugas-tugas itu dilaksanakan untuk pencapaian tujuan organisasi dimana
individu bekerja di dalamnya.
Efektivitas dengan tolok ukur dilihat dari segi hasil adalah perbandingan
antara hasil riil yang dicapai seseorang dengan standar hasil minimum. Apabila hasil
riil itu di atas standar hasilnya itu dikatakan normal. Tetapi apabila hasil riilnya itu
berada di bawah standar minimumnya berarti hasil kerjanya tidak efektif.
Efektivitas kerja memegang peranan yang sangat penting dalam fungsi
pengembangan perusahaan, karena bila para karyawan dapat bekerja secara efektif
maka perusahaan tersebut akan dapat memaksimalkan sumber daya manusia yang ada
dalam menghadapi segala permasalahan yang muncul, baik dari segi industrial
maupun hubungan antar manusia. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Danim
(2004) bahwa efektivitas kerja adalah keseimbangan atau penekanan secara optimal
pada pencapaian tujuan, kemampuan pemecahan masalah dan pemanfaatan tenaga
manusia. Selain itu, dengan adanya pencapaian efektivitas kerja yang baik maka
diharapkan suatu perusahaan akan mampu menyatukan visi dan misi antara
kepentingan pribadi karyawan dengan sasaran ataupun tujuan perusahaan.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Steers (dalam Siagian, 1983) bahwa
efektivitas kerja adalah adalah internalisasi pengertian tujuan dan pencapaian tujuan,
dimana individu dianggap berperan dalam rangka menggabungkan diri dalam
kesatuan organisasi. Demikian pula organisasi dipandang sebagai kesatuan
pengejaran tujuan yang berusaha menggabungkan usaha bersama para anggotanya
untuk mengejar sasaran khusus keseluruhan organisasi. Namun perlu diperhatikan,
bahwa seperti diuraikan di atas bahwa efektivitas kerja akan dapat dicapai bila ada
kesadaran dari pribadi masing-masing karyawan untuk meningkatkan kualitas
dirinya, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari perusahaan, hal ini berarti
peran kepribadian seorang karyawan yang berhubungan langsung dengan pelayanan
konsumen sangatlah penting.
Salah satu faktor kepribadian yang dapat mendorong meningkatkan
efektivitas kerja seorang karyawan yang berhubungan dengan pelayanan konsumen
yakni perilaku asertif, karena dengan berperilaku asertif, karyawan akan mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkan dengan cara yang konsisten, artinya individu
mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang
kebenaran, tidak menghina atau meremehkan orang lain.
Rathus (1992) mengemukakan perilaku asertif merupakan ungkapan
seseorang dengan cara yang konsisten sesuai dengan apa yang dipikirkan, artinya
individu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang
kebenaran, tidak menghina atau meremehkan orang lain.
Adanya perilaku asertif pada diri karyawan selanjutnya akan dapat menuntun
karyawan tersebut menjadi individu yang mampu berperilaku wajar dan sanggup
untuk mempertanggungjawabkan segala tingkah lakunya terhadap lingkungan
kerjanya. Dengan demikian karyawan yang berperilaku asertif, dalam berperilaku
tidak dibuat-buat dan terhindar dari kinerja yang hanya dimaksudkan untuk menjilat
atasan melainkan kinerja yang penuh ketulusan dalam melayani konsumen.
Sukadji (1981) menjelaskan lebih lanjut bahwa perilaku asertif merupakan
perilaku antar pribadi yang menyangkut pernyataan emosi dengan tepat, secara terus
terang dan tanpa perasaan cemas terhadap orang lain. Perilaku asertif dapat
mengarahkan seorang individu untuk mengemukakan emosinya secara tepat, terus
terang dan tanpa dihantui perasaan cemas sewaktu berkomunikasi dengan orang lain.
Selain itu dengan perilaku asertif pada diri karyawan, maka karyawan tersebut tidak
akan takut dalam mengemukakan hak-hak pribadi kaitannya dengan kemajuan
perusahaan dan juga mengemukakan emosi yang tepat kepada para konsumen
pengguna jasa layanan umroh maupun haji.
Lyod (1991) mengemukakan bahwa asertif adalah tingkah laku yang penuh
ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk
membela hak-hak pribadi serta adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi:
mengetahui hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut serta
melakukan hak tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat Iriani (1996) bahwa individu yang
mempunyai perilaku asertif akan menjadi individu yang tegas. Tegas karena individu
akan mempunyai alasan yang logis sehubungan dengan hak pribadi, mempunyai
penilaian bahwa seseorang boleh berpendapat atau berbicara berdasarkan kondisi
pribadi, mempunyai penilaian pada diri sendiri bahwa dirinya berhak mengemukakan
emosi secara bebas. Oleh karena itu guide atau pemandu penyelenggara umroh dan
haji dituntut untuk dapat berperilaku secara asertif, karena dengan adanya perilaku
asertif tersebut diharapkan guide dapat benar-benar menyatakan perasaan dan
keramahannya, perilakunya lebih responsif, berusaha memperlancar interaksi sosial,
bersikap hangat dan terbuka sehingga akan akan mendukung efektifitas kerja
berkaitan dengan pelayanannya terhadap para konsumen.
Mengacu pada uraian-uraian di atas maka dapat dibuat pertanyaan penelitian:
apakah karyawan yang berperilaku asertif akan memiliki efektifitas kerja yang tinggi?
Dari pertanyaan tersebut, peneliti ingin membuktikan secara empiris dan mengadakan
penelitian dengan judul “Hubungan antara perilaku asertif dengan efektivitas kerja
guide pada penyelenggara umroh dan haji di Surakarta.”
B. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui “Hubungan antara perilaku
asertif dengan efektivitas kerja guide pada penyelenggara umroh dan haji di
Surakarta.”
C. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dari hasil penelitian ini dapat mempunyai manfaat sebagai
berikut: