BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan adalah suatu tempat berkumpulnya beberapa orang yang
memiliki suatu tujuan sama yaitu menjalankan dan mengembangkan perusahaan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan perusahaan. Di dalam perusahaan
karyawan merupakan sumber daya yang terpenting, oleh karena itu perusahaan
perlu memikirkan kepuasan kerja karyawannya sehingga dapat mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila tujuan perusahaan yang
telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai, maka akan menimbulkan kepuasan
tersendiri bagi atasan maupun bawahan terhadap hasil kerjanya.
Kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi karyawan dalam suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan kepuasan kerja menyangkut perasaan positif
karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Blim dan Naylor (Wijono, 2002)
mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai hasil dari berbagai sikap yang
ditunjukkan oleh seseorang karyawan. Dari pandangan yang sempit ini, maka
sikap tersebut menunjukkan kaitan erat dengan pekerjaan seseorang individu yang
secara khusus faktor-faktor seperti gaji, supervisi, situasi kerja, kesempatan maju,
penghargaan, potensi diri dan penilaian kinerja dalam kaitannya dengan hubungan
antara pribadi dan pihak atasan.
Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang bersifat individual dan relatif
sekali.artinya dengan perbedaan yang ada pada tiap-tiap individu maka tingkat
kepuasan kerjapun akan berbeda pula sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
pada individu tersebut. Rasa puas juga merupakan keadaan yang tetap karena
dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun
dari luar lingkungan kerja. Banyak faktor yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja, salah satunya adalah karakteristik pekerjaan. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan Wijono (2002) yang menunjukkan adanya hubungan
antara karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja.
Menurut Schultz (Wijono, 2002) ada beberapa faktor yang dapat diamati
dari kepuasan kerja seorang karyawan. Misalnya, melalui sikap dan cara
karyawan bekerja dalam suatu organisasi. Sikap terhadap jaminan pekerjaan dan
gaji, sikap terhadap beberapa faktor yang berhubungan dengan penghargaan
seperti penghargaan diri sendiri maupun orang lain dan sikap pada umumnya
terhadap pihak manajer atau pimpinan.
Menurut Suwandi (Syranta, 2002) suatu perusahaan melibatkan berbagai
unsur di dalamnya. Selain karyawan, keberadaan pemimpin dalam perusahaan
adalah sangat penting karena ia memiliki peranan yang strategis dalam mencapai
tujuan. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi
karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan
organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang
lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Jiambalvo dan Pratt (Suranta, 2002) menguji hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan motivasi dan kepuasan kerja bawahan. Hasilnya adalah
gaya kepemimpinan dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
motivasi. Temuan lain adalah gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja hanya
merupakan pengaruh langsung.
Utomo (2002) melakukan penelitian untuk menguji tentang
kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap perilaku citizenship, kepuasan kerja dan
perilaku organisasional. Hasilnya adalah ada hubungan antara kepemimpinan
dengan kepuasan kerja pada karyawan. Kepemimpinan yang dimaksud terdiri dari
dua macam, yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional. Kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif dengan
kepemimpinan transaksional dan memiliki hubungan yang positif dengan
kepemimpinan transformasional.
Perbedaan gaya kepemimpinan dalam perusahaan akan mempunyai
pengaruh yang berbeda pada partisipasi individu dan perilaku kelompok. Cara
pandang tiap karyawan terhadap gaya kepemimpinanpun berbeda. Hal ini
dipengaruhi subyektifitas karyawan yang bersangkutan, di antaranya persepsi.
Sahrah (2004) dalam penelitiannya membahas tentang persepsi terhadap
kepemimpinan perempuan. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan persepsi
terhadap kepemimpinan perempuan antara subyek laki-laki dan perempuan.
Suganda (Kurniawati, 2004) mengatakan bahwa persepsi seseorang dalam
memilih rangsang mana yang akan menjadi titik berat perhatiannya, pada
dasarnya adalah ditentukan oleh pengenalannya oleh rangsang tersebut, sifat-sifat
fisiknya, perhatian dan nilai-nilainya serta pengetahuan dan perasaannya. Persepsi
karyawan terhadap kepemimpinan sangat tergantung dari apa dan bagaimana
kebutuhan nilai-nilai dan pengalaman masa lalunya mempengaruhi dirinya pada
saat suatu kepemimpinan diterapkan.
Mantinelas (Pujiatni & Purwati, 1997) mengemukakan selain gaya
kepemimpinan, kebutuhan yang paling pokok dan paling vital dalam suatu
kepemimpinan adalah komunikasi. Secara psikologis pengertian komunikasi bisa
menjadi sangat luas mencakup proses penyampaian energi alat-alat indera ke otak,
proses persepsi, mengolah menjadi informasi dan selanjutnya menyampaikan
informasi tersebut kepada orang lain. Secara sederhana komunikasi dapat
diartikan sebagai penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain (Mantinelas
dalam Pujiatni & Purwati, 1997).
Berdasarkan individu yang berkomunikasi maka bentuk komunikasi
yang bisa terjadi salah satunya adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang terjadi di antara individu yaitu bagaimana
pesan dari seseorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada
individu lain. Dengan kata lain komunikasi interpersonal yaitu proses
penyampaian dari satu individu ke individu lain (Pujiatni dan Purwati, 1997).
Suardiman berpendapat bahwa komunikasi interpersonal dikatakan
efektif apabila ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, komunikasi
interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal
sangat penting. Hasil penelitian Yulaicha (2004) menyebutkan bahwa ada
hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis dan
komunikasi interpersonal dengan produktivitas kerja. Hasilnya adalah semakin
tinggi komunikasi interpersonal maka semakin tinggi pula produktivitas kerja.
Pimpinan pada suatu perusahaan harus mendukung terjalinnya
komunikasi interpersonal yang kuat di antara atasan dan bawahan dengan tujuan
roda perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya menuju tujuan yang ingin
dicapai perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penelitian ini lebih lanjut ingin mengetahui sejauhmana hubungan antara
persepsi terhadap gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan
bawahan dengan kepuasan kerja. Berkaitan dengan hal tersebut, rumusan
masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya
kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan-bawahan dengan kepuasan
kerja ?” dan judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Hubungan antara
persepsi terhadap gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan-
bawahan dengan kepuasan kerja “.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan adalah suatu tempat berkumpulnya beberapa orang yang
memiliki suatu tujuan sama yaitu menjalankan dan mengembangkan perusahaan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan perusahaan. Di dalam perusahaan
karyawan merupakan sumber daya yang terpenting, oleh karena itu perusahaan
perlu memikirkan kepuasan kerja karyawannya sehingga dapat mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila tujuan perusahaan yang
telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai, maka akan menimbulkan kepuasan
tersendiri bagi atasan maupun bawahan terhadap hasil kerjanya.
Kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi karyawan dalam suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan kepuasan kerja menyangkut perasaan positif
karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Blim dan Naylor (Wijono, 2002)
mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai hasil dari berbagai sikap yang
ditunjukkan oleh seseorang karyawan. Dari pandangan yang sempit ini, maka
sikap tersebut menunjukkan kaitan erat dengan pekerjaan seseorang individu yang
secara khusus faktor-faktor seperti gaji, supervisi, situasi kerja, kesempatan maju,
penghargaan, potensi diri dan penilaian kinerja dalam kaitannya dengan hubungan
antara pribadi dan pihak atasan.
Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang bersifat individual dan relatif
sekali.artinya dengan perbedaan yang ada pada tiap-tiap individu maka tingkat
kepuasan kerjapun akan berbeda pula sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
pada individu tersebut. Rasa puas juga merupakan keadaan yang tetap karena
dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun
dari luar lingkungan kerja. Banyak faktor yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja, salah satunya adalah karakteristik pekerjaan. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan Wijono (2002) yang menunjukkan adanya hubungan
antara karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja.
Menurut Schultz (Wijono, 2002) ada beberapa faktor yang dapat diamati
dari kepuasan kerja seorang karyawan. Misalnya, melalui sikap dan cara
karyawan bekerja dalam suatu organisasi. Sikap terhadap jaminan pekerjaan dan
gaji, sikap terhadap beberapa faktor yang berhubungan dengan penghargaan
seperti penghargaan diri sendiri maupun orang lain dan sikap pada umumnya
terhadap pihak manajer atau pimpinan.
Menurut Suwandi (Syranta, 2002) suatu perusahaan melibatkan berbagai
unsur di dalamnya. Selain karyawan, keberadaan pemimpin dalam perusahaan
adalah sangat penting karena ia memiliki peranan yang strategis dalam mencapai
tujuan. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi
karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan
organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang
lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Jiambalvo dan Pratt (Suranta, 2002) menguji hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan motivasi dan kepuasan kerja bawahan. Hasilnya adalah
gaya kepemimpinan dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
motivasi. Temuan lain adalah gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja hanya
merupakan pengaruh langsung.
Utomo (2002) melakukan penelitian untuk menguji tentang
kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap perilaku citizenship, kepuasan kerja dan
perilaku organisasional. Hasilnya adalah ada hubungan antara kepemimpinan
dengan kepuasan kerja pada karyawan. Kepemimpinan yang dimaksud terdiri dari
dua macam, yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional. Kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif dengan
kepemimpinan transaksional dan memiliki hubungan yang positif dengan
kepemimpinan transformasional.
Perbedaan gaya kepemimpinan dalam perusahaan akan mempunyai
pengaruh yang berbeda pada partisipasi individu dan perilaku kelompok. Cara
pandang tiap karyawan terhadap gaya kepemimpinanpun berbeda. Hal ini
dipengaruhi subyektifitas karyawan yang bersangkutan, di antaranya persepsi.
Sahrah (2004) dalam penelitiannya membahas tentang persepsi terhadap
kepemimpinan perempuan. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan persepsi
terhadap kepemimpinan perempuan antara subyek laki-laki dan perempuan.
Suganda (Kurniawati, 2004) mengatakan bahwa persepsi seseorang dalam
memilih rangsang mana yang akan menjadi titik berat perhatiannya, pada
dasarnya adalah ditentukan oleh pengenalannya oleh rangsang tersebut, sifat-sifat
fisiknya, perhatian dan nilai-nilainya serta pengetahuan dan perasaannya. Persepsi
karyawan terhadap kepemimpinan sangat tergantung dari apa dan bagaimana
kebutuhan nilai-nilai dan pengalaman masa lalunya mempengaruhi dirinya pada
saat suatu kepemimpinan diterapkan.
Mantinelas (Pujiatni & Purwati, 1997) mengemukakan selain gaya
kepemimpinan, kebutuhan yang paling pokok dan paling vital dalam suatu
kepemimpinan adalah komunikasi. Secara psikologis pengertian komunikasi bisa
menjadi sangat luas mencakup proses penyampaian energi alat-alat indera ke otak,
proses persepsi, mengolah menjadi informasi dan selanjutnya menyampaikan
informasi tersebut kepada orang lain. Secara sederhana komunikasi dapat
diartikan sebagai penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain (Mantinelas
dalam Pujiatni & Purwati, 1997).
Berdasarkan individu yang berkomunikasi maka bentuk komunikasi
yang bisa terjadi salah satunya adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang terjadi di antara individu yaitu bagaimana
pesan dari seseorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada
individu lain. Dengan kata lain komunikasi interpersonal yaitu proses
penyampaian dari satu individu ke individu lain (Pujiatni dan Purwati, 1997).
Suardiman berpendapat bahwa komunikasi interpersonal dikatakan
efektif apabila ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, komunikasi
interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal
sangat penting. Hasil penelitian Yulaicha (2004) menyebutkan bahwa ada
hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis dan
komunikasi interpersonal dengan produktivitas kerja. Hasilnya adalah semakin
tinggi komunikasi interpersonal maka semakin tinggi pula produktivitas kerja.
Pimpinan pada suatu perusahaan harus mendukung terjalinnya
komunikasi interpersonal yang kuat di antara atasan dan bawahan dengan tujuan
roda perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya menuju tujuan yang ingin
dicapai perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penelitian ini lebih lanjut ingin mengetahui sejauhmana hubungan antara
persepsi terhadap gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan
bawahan dengan kepuasan kerja. Berkaitan dengan hal tersebut, rumusan
masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya
kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan-bawahan dengan kepuasan
kerja ?” dan judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Hubungan antara
persepsi terhadap gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal atasan-
bawahan dengan kepuasan kerja “.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :