BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia bertindak sebagai mahluk pribadi dan mahluk sosial di dalam
kehidupan sehari-hari peran tersebut harus dilaksanakan tiap-tiap pribadi dengan
bertanggung jawab, sebagai pemenuhan atas bagian dari seluruh kebutuhan yang
dimilikinya. Secara garis besar di dalam dunia kerja manusia akan terbagi jabatannya ke
dalam dua kelompok, yaitu sebagai pemimpin dan sebagai pihak yang dipimpin atau
karyawan.
Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam
menjalani kehidupannya (Gerungan, 1988). Manusia harus mampu menjalani hubungan
dengan orang lain, menjalankan peran yang dimilikinya dan bekerjasama dalam setiap
relasi yang dibentuknya. Salah satu bentuk hubungan antar manusia adalah hubungan
yang terjadi dalam lingkungan kerja, manusia dalam lingkungan kerja dituntut
kemampuannya dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki sesuai dengan jabatannya
masing-masing.
Dalam perusahaan modal utama yang diperlukan adalah sesuai dengan apa yang
di persepsikan, karena karyawan dalam memasuki organisasi kerja mempunyai harapan
kepuasan terhadap kebutuhannya, dengan kata lain bahwa hubungan antar karyawan
dengan atasan maupun dengan sesama karyawan sangat diperlukan demi perusahaan.
Karyawan dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh tekad, kesanggupan
dan tanggung jawab pada pekerjaan. Seorang karyawan yang mempunyai loyalitas
terhadap perusahaan akan ssemakin aktif dan berorientasi pada perusahaan, ulet dalam
bekerja, penuh tanggung jawab disertai perasaan senang sehingga diperoleh hasil
memuaskan (Siswanto, 1989).
Loyalitas ini akan ada bila disertai dengan tunjangan-tunjangan tambahan untuk
menopang hidup keluarganya, sehingga mereka betah bekerja pada satu perusahaan
saja. Hal ini dikarenakan tolak ukur individu yang terpenting yaitu sense of belonging,
dimana pada dasarnya orang akan mau berbuat lebih banyak dan lebih baik jika ia
merasa dibutuhkan.
Apabila persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan baik mengakibatkan
karyawan jarang melakukan pelanggaran. Seorang karyawan yang sering melakukan
pelanggaran terhadap segala ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan perusahaan
tidak dapat dikatakan sebagai karyawan yang loyal, karena salah satu persyaratan untuk
loyal adalah mentaati segala ketentuan atau peraturan yang telah dibuat perusahaan
(Muhyadi, 1989).
Setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan
bersama dengan bawahannya. Penilaian karyawan terhadap pola kepemimpinan
atasannya mutlak diperlukan. Banyak hal yang turut mendukung keberhasilan seorang
pemimpin, di antaranya adalah bagaimana bawahan menerima dan mempersepsi
atasannya (Arianti, 1992).
Karyawan harus mempunyai persepsi terhadap gaya kepemimpinan yang positif,
karena persepsi terhadap gaya kepemimpinan bukan saja dapat menimbulkan rasa
kesetiaan terhadap perusahaan tetapi juga dapat menghilangkan perilaku-perilaku yang
merugikan organisasi. Perilaku-perilaku tersebut antara lain terjadinya mogok kerja
karyawan, demonstrasi-demonstrasi, kinerja karyawan yang tidak efektif, atau loyalitas
kerja karyawan yang rendah.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut persepsi terhadap gaya
kepemimpinan yang terjadi saat ini diantaranya terjadinya mogok kerja oleh 600-an
karyawan PT. Plastpack Palur ini terjadi karena tidak kondusifnya perusahaan tempat
tempat mereka bekerja, dipicu oleh kedatangan Tim Konsultan SIP Productivity yang
langsung memutasi staf pimpinan yang menurut mereka cukup komunikatif dengan para
karyawan (Solopos, 2003).
Kesulitan Modal PT Texmaco Group yang mengakibatkan bangkrut perusahaan
yang bergerak dalam bidang tekstil dan engineering adalah ketidakmampuan
pimpinan dan manajemen perusahaan yang berakibat terjadinya Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) besar-besaran yang merugikan karyawan (Republika, 2003).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk lebih
berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka
(Wexley & Yukl, 1992). Tugas seorang pemimpin adalah menuntun dan
mengkoordinasikan proses pengambilan suatu keputusan, bukan memutuskan apa yang
ada dipikirannya. Pemimpin memerlukan kekuasaan, sebab tanpa kekuasaan tersebut
seorang pemimpin tidak akan bisa melaksanakan tugas kepemimpinannya.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-
usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan
hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang
(lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai
tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam
pencapaian sasaran-sasarannya. Davis (Kurniawati, 1999) mengatakan bahwa tanpa
kepemimpinan suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang
tidak teratur (kacau balau).
Karyawan harus dapat berperan dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan
dengan cara menghasilkan barang atau jasa. Kemampuan dari suatu perusahaan
menuntut peran aktif karyawan, sebab karyawan yang baik dan berkualitas merupakan
aset yang berharga bagi perusahaan dalam persaingan bisnisnya. Sehingga kedua belah
pihak seharusnya bekerjasama agar tercapai tujuan perusahaan. Bagaimanapun
modernnya suatu perusahaan jika tanpa tenaga manusia yang mengatur dan
menggerakkannya perusahaan itu tidak akan bisa berjalan dengan sendirinya.
Pemimpin pada kenyataannya dapat mempengaruhi loyalitas kerja karyawan
dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Hal ini agar seorang pemimpin di dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya secara baik dan dapat menumbuhkan rasa loyal
dari bawahannya agar kepemimpinannya dapat solid ia harus memiliki beberapa sifat,
sikap, dan terampil dalam berkomunikasi serta harus lebih dari bawahannya dalam
segala hal yang menyangkut pekerjaan.
Manusia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan, permasalahannya
bagaimana karyawan itu mau bekerja dan menjalankan tugasnya dengan baik sesuai
dengan tuntutan perusahaan, dalam pemenuhan kebutuhan tiap orang selalu berbeda-
beda. Namun pada intinya ada kesamaan yaitu kebutuhan sosial, kebutuhan biologis dan
kebutuhan psikologis.
Karyawan bersedia untuk bekerja sebaik mungkin dan bersikap serta berlaku
loyal pada perusahaan. Tetapi sebagai imbalan karyawan tersebut menuntut lebih dari
sekedar imbalan yang bersifat ekonomik, yaitu imbalan diperla kukan sebagai manusia
seutuhnya, karena dengan mendapatkan umpan balik terhadap hasil kerjanya karyawan
merasa dihargai dan diperhatikan.
Hubungan antar pemimpin dan karyawan sangat menentukan di dalam
pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan, sehingga loyalitas kerja karyawan di
dalam suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
atasan.
Seseorang sebagai pimpinan tidak boleh merasa bahwa dirinya selalu berada
pada pihak yang benar. Manusia, baik yang menempati posisi sebagai pimpinan maupun
sebagai karyawan harus sama-sama menyadari bahwa keduanya merupakan satu
kesatuan yang utuh dan saling membutuhkan sehingga akan tercipta suatu interaksi dan
kerjasama yang baik untuk mewujudkan loyalitas kerja.
Apabila karyawan tidak mempunyai rasa loyalitas kerja yang tinggi pada
perusahaan tempat ia bekerja, maka secara otomatis kelancaran dan efektivitas
pencapaian tujuan perusahaan akan terganggu. Karena orang yang kurang rasa
loyalitasnya mereka tidak mempunyai rasa memiliki, menjaga, melindungi dan tanggung
jawab terhadap wewenang yang telah dipercayakan dan kemungkinan untuk keluar dan
mencari pekerjaan pada perusahaan lain cukup besar, sesuai dengan pendapat Siswanto
(1989) bahwa loyalitas kerja karyawan adalah tekad dan kesanggupan individu untuk
mentaati, melaksanakan, mengamalkan peraturan dengan penuh kesadaran dan adanya
sikap tanggung jawab serta dibuktikan dengan tingkah laku kerja yang positif, kesediaan
di sini berhubungan dengan pengabdian individu yang berupa sumbangan pikiran dan
tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi, ini merupakan wujud dari interaksi dan kerjasama antara pimpinan dan
bawahannya.
Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya bebas menentukan
gaya kepemimpinan mana yang akan dipakai, tidak mengharuskan seorang pemimpin
menganut gaya kepemimpinan yang tunggal (Flippo, 1997). Pemimpin harus fleksibel
menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda dan berupaya untuk mengetahui kondisi
bawahannya dalam lingkungan kerja sehingga dapat menerapkan gaya kepemimpinan
yang tepat demi terwujudnya sikap loyal dari karyawan yang dipimpinnya, dengan
demikian karyawan mampu mempersepsikan dengan baik gaya kepemimpinan yang
diterapkan di tempat mereka bekerja dan akan menyelesaikan pekerjaannya dengan
sepenuh hati bila yang diterima sesuai dengan yang dilakukan.
Kondisi semacam ini yang menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan dengan loyalitas kerja.
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penulis mengajukan judul
“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Dengan Loyalitas Kerja
Karyawan”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia bertindak sebagai mahluk pribadi dan mahluk sosial di dalam
kehidupan sehari-hari peran tersebut harus dilaksanakan tiap-tiap pribadi dengan
bertanggung jawab, sebagai pemenuhan atas bagian dari seluruh kebutuhan yang
dimilikinya. Secara garis besar di dalam dunia kerja manusia akan terbagi jabatannya ke
dalam dua kelompok, yaitu sebagai pemimpin dan sebagai pihak yang dipimpin atau
karyawan.
Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam
menjalani kehidupannya (Gerungan, 1988). Manusia harus mampu menjalani hubungan
dengan orang lain, menjalankan peran yang dimilikinya dan bekerjasama dalam setiap
relasi yang dibentuknya. Salah satu bentuk hubungan antar manusia adalah hubungan
yang terjadi dalam lingkungan kerja, manusia dalam lingkungan kerja dituntut
kemampuannya dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki sesuai dengan jabatannya
masing-masing.
Dalam perusahaan modal utama yang diperlukan adalah sesuai dengan apa yang
di persepsikan, karena karyawan dalam memasuki organisasi kerja mempunyai harapan
kepuasan terhadap kebutuhannya, dengan kata lain bahwa hubungan antar karyawan
dengan atasan maupun dengan sesama karyawan sangat diperlukan demi perusahaan.
Karyawan dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh tekad, kesanggupan
dan tanggung jawab pada pekerjaan. Seorang karyawan yang mempunyai loyalitas
terhadap perusahaan akan ssemakin aktif dan berorientasi pada perusahaan, ulet dalam
bekerja, penuh tanggung jawab disertai perasaan senang sehingga diperoleh hasil
memuaskan (Siswanto, 1989).
Loyalitas ini akan ada bila disertai dengan tunjangan-tunjangan tambahan untuk
menopang hidup keluarganya, sehingga mereka betah bekerja pada satu perusahaan
saja. Hal ini dikarenakan tolak ukur individu yang terpenting yaitu sense of belonging,
dimana pada dasarnya orang akan mau berbuat lebih banyak dan lebih baik jika ia
merasa dibutuhkan.
Apabila persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan baik mengakibatkan
karyawan jarang melakukan pelanggaran. Seorang karyawan yang sering melakukan
pelanggaran terhadap segala ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan perusahaan
tidak dapat dikatakan sebagai karyawan yang loyal, karena salah satu persyaratan untuk
loyal adalah mentaati segala ketentuan atau peraturan yang telah dibuat perusahaan
(Muhyadi, 1989).
Setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan
bersama dengan bawahannya. Penilaian karyawan terhadap pola kepemimpinan
atasannya mutlak diperlukan. Banyak hal yang turut mendukung keberhasilan seorang
pemimpin, di antaranya adalah bagaimana bawahan menerima dan mempersepsi
atasannya (Arianti, 1992).
Karyawan harus mempunyai persepsi terhadap gaya kepemimpinan yang positif,
karena persepsi terhadap gaya kepemimpinan bukan saja dapat menimbulkan rasa
kesetiaan terhadap perusahaan tetapi juga dapat menghilangkan perilaku-perilaku yang
merugikan organisasi. Perilaku-perilaku tersebut antara lain terjadinya mogok kerja
karyawan, demonstrasi-demonstrasi, kinerja karyawan yang tidak efektif, atau loyalitas
kerja karyawan yang rendah.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut persepsi terhadap gaya
kepemimpinan yang terjadi saat ini diantaranya terjadinya mogok kerja oleh 600-an
karyawan PT. Plastpack Palur ini terjadi karena tidak kondusifnya perusahaan tempat
tempat mereka bekerja, dipicu oleh kedatangan Tim Konsultan SIP Productivity yang
langsung memutasi staf pimpinan yang menurut mereka cukup komunikatif dengan para
karyawan (Solopos, 2003).
Kesulitan Modal PT Texmaco Group yang mengakibatkan bangkrut perusahaan
yang bergerak dalam bidang tekstil dan engineering adalah ketidakmampuan
pimpinan dan manajemen perusahaan yang berakibat terjadinya Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) besar-besaran yang merugikan karyawan (Republika, 2003).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk lebih
berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka
(Wexley & Yukl, 1992). Tugas seorang pemimpin adalah menuntun dan
mengkoordinasikan proses pengambilan suatu keputusan, bukan memutuskan apa yang
ada dipikirannya. Pemimpin memerlukan kekuasaan, sebab tanpa kekuasaan tersebut
seorang pemimpin tidak akan bisa melaksanakan tugas kepemimpinannya.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-
usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan
hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang
(lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai
tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam
pencapaian sasaran-sasarannya. Davis (Kurniawati, 1999) mengatakan bahwa tanpa
kepemimpinan suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang
tidak teratur (kacau balau).
Karyawan harus dapat berperan dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan
dengan cara menghasilkan barang atau jasa. Kemampuan dari suatu perusahaan
menuntut peran aktif karyawan, sebab karyawan yang baik dan berkualitas merupakan
aset yang berharga bagi perusahaan dalam persaingan bisnisnya. Sehingga kedua belah
pihak seharusnya bekerjasama agar tercapai tujuan perusahaan. Bagaimanapun
modernnya suatu perusahaan jika tanpa tenaga manusia yang mengatur dan
menggerakkannya perusahaan itu tidak akan bisa berjalan dengan sendirinya.
Pemimpin pada kenyataannya dapat mempengaruhi loyalitas kerja karyawan
dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Hal ini agar seorang pemimpin di dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya secara baik dan dapat menumbuhkan rasa loyal
dari bawahannya agar kepemimpinannya dapat solid ia harus memiliki beberapa sifat,
sikap, dan terampil dalam berkomunikasi serta harus lebih dari bawahannya dalam
segala hal yang menyangkut pekerjaan.
Manusia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan, permasalahannya
bagaimana karyawan itu mau bekerja dan menjalankan tugasnya dengan baik sesuai
dengan tuntutan perusahaan, dalam pemenuhan kebutuhan tiap orang selalu berbeda-
beda. Namun pada intinya ada kesamaan yaitu kebutuhan sosial, kebutuhan biologis dan
kebutuhan psikologis.
Karyawan bersedia untuk bekerja sebaik mungkin dan bersikap serta berlaku
loyal pada perusahaan. Tetapi sebagai imbalan karyawan tersebut menuntut lebih dari
sekedar imbalan yang bersifat ekonomik, yaitu imbalan diperla kukan sebagai manusia
seutuhnya, karena dengan mendapatkan umpan balik terhadap hasil kerjanya karyawan
merasa dihargai dan diperhatikan.
Hubungan antar pemimpin dan karyawan sangat menentukan di dalam
pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan, sehingga loyalitas kerja karyawan di
dalam suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
atasan.
Seseorang sebagai pimpinan tidak boleh merasa bahwa dirinya selalu berada
pada pihak yang benar. Manusia, baik yang menempati posisi sebagai pimpinan maupun
sebagai karyawan harus sama-sama menyadari bahwa keduanya merupakan satu
kesatuan yang utuh dan saling membutuhkan sehingga akan tercipta suatu interaksi dan
kerjasama yang baik untuk mewujudkan loyalitas kerja.
Apabila karyawan tidak mempunyai rasa loyalitas kerja yang tinggi pada
perusahaan tempat ia bekerja, maka secara otomatis kelancaran dan efektivitas
pencapaian tujuan perusahaan akan terganggu. Karena orang yang kurang rasa
loyalitasnya mereka tidak mempunyai rasa memiliki, menjaga, melindungi dan tanggung
jawab terhadap wewenang yang telah dipercayakan dan kemungkinan untuk keluar dan
mencari pekerjaan pada perusahaan lain cukup besar, sesuai dengan pendapat Siswanto
(1989) bahwa loyalitas kerja karyawan adalah tekad dan kesanggupan individu untuk
mentaati, melaksanakan, mengamalkan peraturan dengan penuh kesadaran dan adanya
sikap tanggung jawab serta dibuktikan dengan tingkah laku kerja yang positif, kesediaan
di sini berhubungan dengan pengabdian individu yang berupa sumbangan pikiran dan
tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi, ini merupakan wujud dari interaksi dan kerjasama antara pimpinan dan
bawahannya.
Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya bebas menentukan
gaya kepemimpinan mana yang akan dipakai, tidak mengharuskan seorang pemimpin
menganut gaya kepemimpinan yang tunggal (Flippo, 1997). Pemimpin harus fleksibel
menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda dan berupaya untuk mengetahui kondisi
bawahannya dalam lingkungan kerja sehingga dapat menerapkan gaya kepemimpinan
yang tepat demi terwujudnya sikap loyal dari karyawan yang dipimpinnya, dengan
demikian karyawan mampu mempersepsikan dengan baik gaya kepemimpinan yang
diterapkan di tempat mereka bekerja dan akan menyelesaikan pekerjaannya dengan
sepenuh hati bila yang diterima sesuai dengan yang dilakukan.
Kondisi semacam ini yang menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan dengan loyalitas kerja.
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penulis mengajukan judul
“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Dengan Loyalitas Kerja
Karyawan”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :