BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karaktertistik masyarakat kita sekarang adalah terdapatnya gejala
pertambahan, yaitu pertambahan penduduk dan pertambahan informasi. Bila suatu
kekuatan berhadapan kekuatan lain, yaitu suatu pertambahan informasi, maka untuk
menampung kedua kekuatan itu diperlukan suatu wadah yang besar berupa
organisasi. Kita menyadari bahwa basis suatu organisasi adalah manusia (individu),
dan kebutuhan untuk memelihara dan mengembangkan suatu organisasi sangat
bergantung dari pada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan individu yang terlibat
dalam organisasi tersebut (Manullang, 1981).
Suatu organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang
direncanakan untuk mencapai tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi
serta melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab. Sedangkan tujuan
organisasi yang utama adalah kegiatan, bukan orang. Sebagaimana dijelaskan oleh
ahli teori organisasi, Chester Barnard (dalam Schein, 1980) yang mengatakan bahwa,
kegiatan orang yang berkaitan dengan usaha mencapai tujuan tertentu. Sesungguhnya
orang yang sama dapat menjadi anggota dari organisasi lain, karena dalam organisasi
terdapat kegiatan itu. Oleh karena itu, dari sudut pandang organisasi, cukup diuraikan
kegiatan atau peranan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai tujuan.
Sementara itu Scott (dalam Rohmah, 2001) merumuskan organisasi formal
merupakan sistem kegiatan-kegiatan secara bersama-sama menuju kearah tujuan
bersama dibawah wewenang dan kepemimpinan. Wexley dan Yulk (1992)
menyatakan bahwa organisasi itu sebagai pola hubungan antar manusia yang
diikutsertakan dalam aktifitas dimana satu sama lain tergantung untuk suatu tujuan
tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran pemimpin untuk
mengajak anggota organisasi menetapkan bersama-sama tujuan organisasi serta
mengarahkan anggota organisasi menuju tujuan yang telah ditetapkan. Siagian
(dalam Kartono, 1986) menyatakan, organisasi adalah setiap bentuk persekutuan
untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarkhi
dimana terdapat hubungan antara seseorang atau kelompok yang disebut bawahan.
Pekerja akan merasa memiliki kepuasan kerja apabila ia merasa dihargai
sebagai manusia bukan sebagai mesin yang dapat menghasilkan barang. Gaji,
fasilitas, atau tunjangan-tunjangan yang besar nilainya tidak dapat melengkapi
kepuasan kerja karyawan tetapi sikap dan tindakan pemimpin yang dapat mengerti
dan memahami keinginan karyawan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan.
Kini jelas bagi kita bahwa kehidupan organisasi tidak lepas dari pimpinan dan
yang dipimpin. Pemimpin adalah orang yang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu
bila dibandingkan dengan orang-orang lainnya, sehingga dengan demikian ia mampu
mempengaruri orang lain atau sekelompok orang lain untuk melakukan aktifitas
tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tanpa pemimpin dan
kepemimpinan, suatu organisasi perusahaan hanya merupakan suatu kumpulan dari
orang-orang dan mesin-mesin belaka yang memiliki potensi menimbulkan kekacauan.
Untuk itu suatu organisasi harus menyiapkan diri sebaik mungkin guna
menghadapi karakteristik individu (sikap, kebutuhan, minat) yang berbeda-beda,
karakteristik masing-masing pekerja, dan karakteristik lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi tindakan pada saat individu bekerja.
Dengan demikian manajemen sering kali menerima keadaan organisasi
sebagai suatu yang diberikan dan menjelaskan keanekaragaman perilaku sebagai
suatu fungsi dari modif yang berbeda. Pekerja yang baik dapat dianggap sebagai
orang yang mempunyai kebutuhan yang besar untuk berhasil. Namun hal ini tidak
lepas dari perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin. Sebagai contoh, seorang
SPG (sales promotion grils) dituntut mempromosikan sebuah produk dengan baik
dan memiliki pengalaman dalam bidang tersebut. Ketika ia selesai melaksanakan
tugas kemudian dievaluasi oleh pimpinan dan ia hanya dicari kesalahannya tanpa
diberikan masukan/saran menuju perbaikan, maka dihari berikutnya ia tidak akan
mempromosikan produk dengan baik. Hal ini dikarenakan ia merasa memiliki
ketidakpuasan terhadap sikap pimpinannya walaupun gaji yang ia peroleh sangat
besar. Dari contoh di atas dapat memberikan gambaran kepada perusahaan bahwa
sebuah organisasi memerlukan seorang pemimpin yang dapat memperhatikan
kepuasan kerja karyawan dari berbagai aspek.
Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena seorang pemimpin
adalah pembuat keputusan (decision maker) dalam suatu organisasi. Pengetahuan
tentang kepemimpinan serta proses serta jenis kepemimpinan akan sangat membantu
seorang pemimpin dalam pembuatan kebijakan (Pratiwi dan Muhlisin, 2002).
Pemilihan gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai pengaruh
pula pada partisipasi individu dan perilaku kelompok. Cara pandang karyawan
terhadap gaya kepemimpinan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
subyektifitas karyawan yang berbeda.
Para karyawan akan merasa memiliki kepuasan dalam bekerja apabila
pemimpin dapat memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengungkapkan
keinginan-keinginan, motivasi atau bahkan kreatifitas sebagai upaya untuk dapat
melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan hasil yang baik sehingga pada
akhirnya akan memunculkan kepuasan kerja.
Dalam berbagai contoh banyak terjadi unjuk rasa dikalangan pekerja yang
menuntut hak mereka kepada pihak perusahaan. Hal ini dikarenakan pihak
perusahaan dalam menerapkan kebijakan serta dalam mengambil keputusan strategis
yang menyangkut kesejahteraan karyawan diambil secara sepihak tanpa melibatkan
karyawan. Dari sinilah muncul rasa ketidakpuasan karyawan kepada pimpinan yang
sebenarnya dapat dihindari oleh perusahaan apabila dalam mengambil keputusan
yang menyangkut karyawan dengan melibatkan mereka.
Perusahaan akan maju apabila karyawan mempunyai kepuasan kerja yang
tinggi, tanpa adanya kepuasan kerja yang tinggi tentu saja akan berpengaruh
langsung pada hasil produksi, hal ini akan menghambat perkembangan perusahaan
yang bersangkutan. Hal ini sesuai pendapat Hadi (1986) yang mengatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan salah satu sifat kejiwaan yang sangat erat hubungannya
dengan faktor semangat kerja, ketentraman kerja dan keinginan mempengaruhi hasil
kerja.
Masalah tentang gaya kepimpinan akan muncul dalam perusahaan, sehingga
menimbulkan ketidakstabilan proses produksi. Masalah ini berkaitan dengan tuntutan
kepuasan kerja karyawan, dimana karyawan akan melihat bagaimana pekerjaan itu
menjadi sesuatu yang berharga dan mampu memotivasi serta membangkitkan nilai-
nilai kemanusiaan.
Akan tetapi apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan seorang
pemimpin dengan kepuasan kerja karyawan ? Berdasarkan uraian di atas maka
penulis berniat mengadakan penelitian yang menjurus pada kepuasan kerja apabila
dihubungkan dengan gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam perusahaan. Oleh
karena itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan
antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada
Perusahaan”.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
demokratis dengan kepuasan kerja karyawan.
2. Untuk mengetahui persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis pada
karyawan.
3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja pada karyawan.
4. Untuk mengetahui peranan persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis
pada kepuasan kerja karyawan.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan hasil yang bermanfaat baik
dari segi teoritis maupun segi praktis.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karaktertistik masyarakat kita sekarang adalah terdapatnya gejala
pertambahan, yaitu pertambahan penduduk dan pertambahan informasi. Bila suatu
kekuatan berhadapan kekuatan lain, yaitu suatu pertambahan informasi, maka untuk
menampung kedua kekuatan itu diperlukan suatu wadah yang besar berupa
organisasi. Kita menyadari bahwa basis suatu organisasi adalah manusia (individu),
dan kebutuhan untuk memelihara dan mengembangkan suatu organisasi sangat
bergantung dari pada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan individu yang terlibat
dalam organisasi tersebut (Manullang, 1981).
Suatu organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang
direncanakan untuk mencapai tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi
serta melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab. Sedangkan tujuan
organisasi yang utama adalah kegiatan, bukan orang. Sebagaimana dijelaskan oleh
ahli teori organisasi, Chester Barnard (dalam Schein, 1980) yang mengatakan bahwa,
kegiatan orang yang berkaitan dengan usaha mencapai tujuan tertentu. Sesungguhnya
orang yang sama dapat menjadi anggota dari organisasi lain, karena dalam organisasi
terdapat kegiatan itu. Oleh karena itu, dari sudut pandang organisasi, cukup diuraikan
kegiatan atau peranan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai tujuan.
Sementara itu Scott (dalam Rohmah, 2001) merumuskan organisasi formal
merupakan sistem kegiatan-kegiatan secara bersama-sama menuju kearah tujuan
bersama dibawah wewenang dan kepemimpinan. Wexley dan Yulk (1992)
menyatakan bahwa organisasi itu sebagai pola hubungan antar manusia yang
diikutsertakan dalam aktifitas dimana satu sama lain tergantung untuk suatu tujuan
tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran pemimpin untuk
mengajak anggota organisasi menetapkan bersama-sama tujuan organisasi serta
mengarahkan anggota organisasi menuju tujuan yang telah ditetapkan. Siagian
(dalam Kartono, 1986) menyatakan, organisasi adalah setiap bentuk persekutuan
untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarkhi
dimana terdapat hubungan antara seseorang atau kelompok yang disebut bawahan.
Pekerja akan merasa memiliki kepuasan kerja apabila ia merasa dihargai
sebagai manusia bukan sebagai mesin yang dapat menghasilkan barang. Gaji,
fasilitas, atau tunjangan-tunjangan yang besar nilainya tidak dapat melengkapi
kepuasan kerja karyawan tetapi sikap dan tindakan pemimpin yang dapat mengerti
dan memahami keinginan karyawan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan.
Kini jelas bagi kita bahwa kehidupan organisasi tidak lepas dari pimpinan dan
yang dipimpin. Pemimpin adalah orang yang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu
bila dibandingkan dengan orang-orang lainnya, sehingga dengan demikian ia mampu
mempengaruri orang lain atau sekelompok orang lain untuk melakukan aktifitas
tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tanpa pemimpin dan
kepemimpinan, suatu organisasi perusahaan hanya merupakan suatu kumpulan dari
orang-orang dan mesin-mesin belaka yang memiliki potensi menimbulkan kekacauan.
Untuk itu suatu organisasi harus menyiapkan diri sebaik mungkin guna
menghadapi karakteristik individu (sikap, kebutuhan, minat) yang berbeda-beda,
karakteristik masing-masing pekerja, dan karakteristik lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi tindakan pada saat individu bekerja.
Dengan demikian manajemen sering kali menerima keadaan organisasi
sebagai suatu yang diberikan dan menjelaskan keanekaragaman perilaku sebagai
suatu fungsi dari modif yang berbeda. Pekerja yang baik dapat dianggap sebagai
orang yang mempunyai kebutuhan yang besar untuk berhasil. Namun hal ini tidak
lepas dari perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin. Sebagai contoh, seorang
SPG (sales promotion grils) dituntut mempromosikan sebuah produk dengan baik
dan memiliki pengalaman dalam bidang tersebut. Ketika ia selesai melaksanakan
tugas kemudian dievaluasi oleh pimpinan dan ia hanya dicari kesalahannya tanpa
diberikan masukan/saran menuju perbaikan, maka dihari berikutnya ia tidak akan
mempromosikan produk dengan baik. Hal ini dikarenakan ia merasa memiliki
ketidakpuasan terhadap sikap pimpinannya walaupun gaji yang ia peroleh sangat
besar. Dari contoh di atas dapat memberikan gambaran kepada perusahaan bahwa
sebuah organisasi memerlukan seorang pemimpin yang dapat memperhatikan
kepuasan kerja karyawan dari berbagai aspek.
Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena seorang pemimpin
adalah pembuat keputusan (decision maker) dalam suatu organisasi. Pengetahuan
tentang kepemimpinan serta proses serta jenis kepemimpinan akan sangat membantu
seorang pemimpin dalam pembuatan kebijakan (Pratiwi dan Muhlisin, 2002).
Pemilihan gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai pengaruh
pula pada partisipasi individu dan perilaku kelompok. Cara pandang karyawan
terhadap gaya kepemimpinan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
subyektifitas karyawan yang berbeda.
Para karyawan akan merasa memiliki kepuasan dalam bekerja apabila
pemimpin dapat memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengungkapkan
keinginan-keinginan, motivasi atau bahkan kreatifitas sebagai upaya untuk dapat
melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan hasil yang baik sehingga pada
akhirnya akan memunculkan kepuasan kerja.
Dalam berbagai contoh banyak terjadi unjuk rasa dikalangan pekerja yang
menuntut hak mereka kepada pihak perusahaan. Hal ini dikarenakan pihak
perusahaan dalam menerapkan kebijakan serta dalam mengambil keputusan strategis
yang menyangkut kesejahteraan karyawan diambil secara sepihak tanpa melibatkan
karyawan. Dari sinilah muncul rasa ketidakpuasan karyawan kepada pimpinan yang
sebenarnya dapat dihindari oleh perusahaan apabila dalam mengambil keputusan
yang menyangkut karyawan dengan melibatkan mereka.
Perusahaan akan maju apabila karyawan mempunyai kepuasan kerja yang
tinggi, tanpa adanya kepuasan kerja yang tinggi tentu saja akan berpengaruh
langsung pada hasil produksi, hal ini akan menghambat perkembangan perusahaan
yang bersangkutan. Hal ini sesuai pendapat Hadi (1986) yang mengatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan salah satu sifat kejiwaan yang sangat erat hubungannya
dengan faktor semangat kerja, ketentraman kerja dan keinginan mempengaruhi hasil
kerja.
Masalah tentang gaya kepimpinan akan muncul dalam perusahaan, sehingga
menimbulkan ketidakstabilan proses produksi. Masalah ini berkaitan dengan tuntutan
kepuasan kerja karyawan, dimana karyawan akan melihat bagaimana pekerjaan itu
menjadi sesuatu yang berharga dan mampu memotivasi serta membangkitkan nilai-
nilai kemanusiaan.
Akan tetapi apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan seorang
pemimpin dengan kepuasan kerja karyawan ? Berdasarkan uraian di atas maka
penulis berniat mengadakan penelitian yang menjurus pada kepuasan kerja apabila
dihubungkan dengan gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam perusahaan. Oleh
karena itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan
antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada
Perusahaan”.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
demokratis dengan kepuasan kerja karyawan.
2. Untuk mengetahui persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis pada
karyawan.
3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja pada karyawan.
4. Untuk mengetahui peranan persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis
pada kepuasan kerja karyawan.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan hasil yang bermanfaat baik
dari segi teoritis maupun segi praktis.