BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan teknologi,
ternyata telah menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perusahaan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan dari perusahaan. Hal ini
secara tidak langsung berpengaruh terhadap individu yang merupakan sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan. Manusia merupakan salah satu faktor yang
sangat komplek, karena menyangkut jiwa, mental dan moral yang
termanifestasikan dalam bentuk perilaku.
Manusia dengan segala perilakunya ini bisa menjadi faktor penunjang
tetapi dapat juga menjadi faktor penghambat dalam pencapaian tujuan tersebut.
Perusahaan adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan
untuk mencapai sesuatu atau tujuan bersama melalui pembagian tugas serta
melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab (Schein, 1991). Betapapun
sempurnanya rencana-rencana organisasi, pengawasan serta penelitian, tanpa
kemauan orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan maka organisasi itu tidak
dapat berjalan dan betapapun canggihnya teknologi yang digunakan dalam
perusahaan, tanpa penyertaan tenaga manusia, suatu perusahaan tidak akan
mencapai hasil yang diinginkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan
manusia sebagai tenaga kerja dalam proses industri adalah sangat besar.
Teknologi tidak akan dapat berjalan sendiri tanpa adanya manusia. Melihat
kenyataan ini tidak dapat diingkari lagi, bahwa peranan manusia sebagai sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan sangat penting, sebagai penunjang
kelancaran kerja dan efektivitas pencapaian tujuan perusahaan.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat mendesak dalam
rangka menghadapi era perdagangan baik pada tingkat nasional, regional maupun
internasional. Keunggulan kompetitif dalam persaingan antar bangsa tidak lagi
terletak pada penguasaan sumber daya alam yang semakin berkurang, tetapi lebih
pada kualitas sumber daya manusia, baik kualitas profesional, sosial maupun
spiritualnya. Hal tersebut sejalan dengan tuntutan dunia kerja akan
profesionalisme, yaitu kemampuan untuk menguasai, mengembangkan dan
memanfaatkan teknologi.
Kenyataan di Indonesia, tenaga kerja yang profesional, terampil dan
terlatih, atau dengan kata lain tenaga kerja yang “siap pakai” masih sangat
terbatas, walaupun sebenarnya jumlah tenaga kerja yang tersedia sangat banyak,
bahkan melampaui daya tampung lapangan pekerjaan yang ada. Sayangnya tenaga
kerja tersebut belum “siap pakai”. Adanya kesenjangan kemampuan antara tenaga
kerja menjadikan karyawan sebagai salah satu mitra utama yang perlu
dipertahankan untuk menunjang efisiensi dan produktivitas perusahaan (Achmad,
2001; Suyoto, 2001).
Berdasarkan uraian diatas jelas terlihat bahwa loyalitas terhadap
perusahaan perlu mendapat perhatian serius. Loyalitas merupakan suatu aspek
psikologis yang mempunyai peranan besar dalam usaha pencapaian tujuan yang
diinginkan, maka apabila tenaga kerja memiliki loyalitas yang tinggi terhadap
perusahaan, orang tersebut akan semakin aktif dan berorientasi pada perusahaan
sehingga akan ulet dalam bekerja, penuh tanggung jawab disertai perasaan senang
sampai diperoleh hasil yang memuaskan. Apabila tenaga kerja memiliki loyalitas
kerja yang rendah maka akan dengan mudah keluar dari pekerjaan karena
mendapatkan tawaran gaji, fasilitas serta kedudukan yang lebih tinggi dari
perusahaan lain yang enggan mendidik karyawannya dan hanya mengejar tenaga
kerja yang “siap pakai”. Tenaga kerja yang tidak keluar dari pekerjaan belum
tentu juga memiliki loyalitas yang tinggi karena loyalitas kerja dapat tercermin
dari sikap kerja dan tanggung jawab. Karyawan yang malas, sering tidak masuk
mencerminkan karyawan tersebut memiliki sikap kerja negatif dan tidak
bertanggung jawab yang berarti loyalitas kerja rendah.
Adanya loyalitas yang tinggi akan memberikan pengaruh positif, yaitu
menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi kerja yang baik dan
keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut (Nitisemito, 1996). Siswanto
(1987) berpendapat bahwa loyalitas adalah tekad dan kesanggupan individu untuk
mentaati, melaksanakan dan mengamalkan peraturan dengan penuh kesadaran dan
adanya sikap tanggung jawab serta dibuktikan dengan tingkah laku yang positif.
Pembentukan loyalitas kerja diperlukan adanya kesadaran diri individu,
baik langsung atau tidak langsung, yang didukung oleh berbagai faktor dalam
kepuasan salah satunya diperoleh dengan terpenuhinya insentif dan lingkungan
kerja yang kondusif.
Diberikannya insentif pada karyawan dapat mendorong karyawan merasa
tenang dan bersemangat serta bergairah dalam mencapai dan menjalankan
tugasnya sehingga dapat memperbesar tingkat produktivitas. Herman (Setiawan,
1996) menyebutkan bahwa pemaksimalan kinerja para pegawai adalah yang
penting, yaitu dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif pada
seluruh tingkat organisasi agar sepadan dengan tingkat tanggung jawab atau
kontribusinya terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa pentingnya perusahaan atau
organisasi dalam memberikan insentif. Insentif merupakan daya tarik yang
menyebabkan seseorang melakukan sesuatu karena bisa mendapat imbalan yang
memuaskan kebutuhannya. Apabila insentif sesuai dengan dorongan yang ada
maka individu akan tertarik untuk memanfaatkan insentif tersebut. Sebaliknya
apabila insentif yang ada tidak sesuai dengan dorongan yang ada, maka insentif
yang ditawarkan hanya sedikit menarik perhatian. Hal ini tentu bisa
mengakibatkan gairah kerja individu menurun dan lama kelamaan dapat
memudarkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Selain insentif, lingkungan kerja yang kondusif juga sangat diperlukan
untuk menciptakan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Fasilitas kerja seperti
ruang kerja yang memadai dalam arti tidak sempit dan memungkinkan karyawan
bergerak bebas dan leluasa akan menimbulkan suasana yang bisa membangkitkan
semangat kerja. Ruang lingkup luas dengan sirkulasi udara yang cukup dapat
menciptakan suasana yang selalu segar sehingga para karyawan dapat bekerja
dengan ceria dan gembira serta terhindar dari situasi murung karena keadaan
tempat kerja yang sumpek, kotor dan pengap. Keadaan tempat kerja yang baik
dapat merangsang karyawan untuk bekerja keras sehingga pada akhirnya tujuan
perusahaan dapat tercapai. Semakin baik tempat kerja, semakin senang karyawan
dalam bekerja, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan ektrinsik bagi karyawan
(Sihombing, 2001).
Selain faktor lingkungan fisik di atas, faktor lingkungan psikososial juga
sangat berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas karyawan. Hal-hal yang
termasuk dalam lingkungan psikososial disini adalah norma-norma kelompok
kerja, peran dan sikap pekerja, hubungan antara sesama karyawan dan hubungan
antara karyawan dengan pimpinan.
Selama individu dan lingkungan kerjanya dapat saling memenuhi
tuntutannya, interaksi akan tetap terpelihara dan terjaga. Bila tuntutan tidak
terpenuhi, individu atau lingkungan akan bergerak untuk merubah atau
memutuskan interasi yang terjadi. Bila kesesuaian minimal tercapai, individu akan
memelihara hubungan tersebut dan menetap dalam lingkungan kerjanya. Hal ini
memberikan kemungkinan pada individu untuk mencapai kesesuaian yang lebih
optimal dan menstabilkan hubungan tersebut. Sebaliknya, bila kesesuaian tidak
tercapai, individu akan berusaha untuk mencapainya. Bila gagal, individu akan
meninggalkan pekerjaannya. Stabilitas kesesuaian antara individu dan lingkungan
kerja tercermin pada masa jabatan individu tersebut (Lestari, Rizaldi dan
Djunaidi, 2001).
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa lingkungan kerja
merupakan faktor yang penting dan dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang
dilakukan, banyak perusahaan sampai saat ini memperhatikan faktor tersebut.
Penciptaan lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat menimbulkan
perasaan puas pada karyawan, dengan demikian akan menghindarkan kerusakan
dan pemborosan waktu dan biaya.
Oleh karena itu, perusahaan diharapkan mampu memberikan kepuasan
manusiawi, rasa aman dan kesejahteraan bagi karyawannya. Disamping itu,
perusahaan diharapkan juga mampu menciptakan suatu ruang lingkup psikologis
yang nyaman sehingga bisa menimbulkan loyalitas kerja, kesetiakawanan, rasa
aman, rasa diterima, rasa dihargai, rasa kebersamaan dan perasaan berhasil pada
diri karyawan. Keterlibatan pihak perusahaan dan karyawannya ini dalam
mewujudkan tujuan organisasi dapat memperkuat rasa memiliki bersama dan
dapat menciptakan tim kerja yang baik. Begitu pula sebaliknya, suatu perusahaan
akan merasa senang jika karyawan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi,
sehingga hubungan timbal balik antara karyawan dan pihak perusahaan dapat
terpelihara secara harmonis.
Pada masa sekarang ini, karyawan tidak hanya puas dengan upah yang
mereka terima, tetapi mereka juga menuntut adanya insentif sebagai penghargaan
atas jerih payahnya pada perusahaan. Suatu permasalahan akan timbul bila
lingkungan perusahaan yang dirasakan oleh karyawan tidak sesuai dengan yang
diinginkan, baik yang menyangkut kebutuhan, tujuan dan harapan-harapan,
seperti karyawan cenderung akan bekerja seenaknya, rasa tanggung jawab kurang,
sering terlambat masuk kerja dan yang paling parah adalah melakukan aksi
demonstrasi dan mogok kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masalah persepsi
terhadap insentif dan lingkungan kerja dengan loyalitas kerja sangat penting.
Permasalahannya sekarang sejauh mana persepsi karyawan terhadap insentif dan
lingkungan kerja serta bagaimana loyalitas kerja karyawan terhadap
perusahaannya. Dari permasalahan tersebut penulis berasumsi bahwa dalam suatu
perusahaan, insentif dan lingkungan kerja sangat penting untuk menciptakan
loyalitas kerja. Idealnya dengan insentif yang sesuai dan lingkungan kerja yang
kondusif akan dapat meningkatkan loyalitas kerja karyawan, tetapi pada
kenyataannya masih banyak perusahaan yang belum memberikan insentif yang
sesuai dan kurang memperhatikan lingkungan kerja karyawan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan rumusan masalah yaitu
“Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap insentif dan lingkungan kerja
dengan loyalitas kerja”. Berdasarkan rumusan tersebut, penulis tertarik untuk
menjawab pertanyaan diatas dengan melakukan penelitian yamg berjudul
“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Insentif Dan Lingkungan Kerja Dengan
Loyalitas Kerja”
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan teknologi,
ternyata telah menimbulkan berbagai pengaruh terhadap perusahaan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan dari perusahaan. Hal ini
secara tidak langsung berpengaruh terhadap individu yang merupakan sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan. Manusia merupakan salah satu faktor yang
sangat komplek, karena menyangkut jiwa, mental dan moral yang
termanifestasikan dalam bentuk perilaku.
Manusia dengan segala perilakunya ini bisa menjadi faktor penunjang
tetapi dapat juga menjadi faktor penghambat dalam pencapaian tujuan tersebut.
Perusahaan adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan
untuk mencapai sesuatu atau tujuan bersama melalui pembagian tugas serta
melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab (Schein, 1991). Betapapun
sempurnanya rencana-rencana organisasi, pengawasan serta penelitian, tanpa
kemauan orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan maka organisasi itu tidak
dapat berjalan dan betapapun canggihnya teknologi yang digunakan dalam
perusahaan, tanpa penyertaan tenaga manusia, suatu perusahaan tidak akan
mencapai hasil yang diinginkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan
manusia sebagai tenaga kerja dalam proses industri adalah sangat besar.
Teknologi tidak akan dapat berjalan sendiri tanpa adanya manusia. Melihat
kenyataan ini tidak dapat diingkari lagi, bahwa peranan manusia sebagai sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan sangat penting, sebagai penunjang
kelancaran kerja dan efektivitas pencapaian tujuan perusahaan.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat mendesak dalam
rangka menghadapi era perdagangan baik pada tingkat nasional, regional maupun
internasional. Keunggulan kompetitif dalam persaingan antar bangsa tidak lagi
terletak pada penguasaan sumber daya alam yang semakin berkurang, tetapi lebih
pada kualitas sumber daya manusia, baik kualitas profesional, sosial maupun
spiritualnya. Hal tersebut sejalan dengan tuntutan dunia kerja akan
profesionalisme, yaitu kemampuan untuk menguasai, mengembangkan dan
memanfaatkan teknologi.
Kenyataan di Indonesia, tenaga kerja yang profesional, terampil dan
terlatih, atau dengan kata lain tenaga kerja yang “siap pakai” masih sangat
terbatas, walaupun sebenarnya jumlah tenaga kerja yang tersedia sangat banyak,
bahkan melampaui daya tampung lapangan pekerjaan yang ada. Sayangnya tenaga
kerja tersebut belum “siap pakai”. Adanya kesenjangan kemampuan antara tenaga
kerja menjadikan karyawan sebagai salah satu mitra utama yang perlu
dipertahankan untuk menunjang efisiensi dan produktivitas perusahaan (Achmad,
2001; Suyoto, 2001).
Berdasarkan uraian diatas jelas terlihat bahwa loyalitas terhadap
perusahaan perlu mendapat perhatian serius. Loyalitas merupakan suatu aspek
psikologis yang mempunyai peranan besar dalam usaha pencapaian tujuan yang
diinginkan, maka apabila tenaga kerja memiliki loyalitas yang tinggi terhadap
perusahaan, orang tersebut akan semakin aktif dan berorientasi pada perusahaan
sehingga akan ulet dalam bekerja, penuh tanggung jawab disertai perasaan senang
sampai diperoleh hasil yang memuaskan. Apabila tenaga kerja memiliki loyalitas
kerja yang rendah maka akan dengan mudah keluar dari pekerjaan karena
mendapatkan tawaran gaji, fasilitas serta kedudukan yang lebih tinggi dari
perusahaan lain yang enggan mendidik karyawannya dan hanya mengejar tenaga
kerja yang “siap pakai”. Tenaga kerja yang tidak keluar dari pekerjaan belum
tentu juga memiliki loyalitas yang tinggi karena loyalitas kerja dapat tercermin
dari sikap kerja dan tanggung jawab. Karyawan yang malas, sering tidak masuk
mencerminkan karyawan tersebut memiliki sikap kerja negatif dan tidak
bertanggung jawab yang berarti loyalitas kerja rendah.
Adanya loyalitas yang tinggi akan memberikan pengaruh positif, yaitu
menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi kerja yang baik dan
keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut (Nitisemito, 1996). Siswanto
(1987) berpendapat bahwa loyalitas adalah tekad dan kesanggupan individu untuk
mentaati, melaksanakan dan mengamalkan peraturan dengan penuh kesadaran dan
adanya sikap tanggung jawab serta dibuktikan dengan tingkah laku yang positif.
Pembentukan loyalitas kerja diperlukan adanya kesadaran diri individu,
baik langsung atau tidak langsung, yang didukung oleh berbagai faktor dalam
kepuasan salah satunya diperoleh dengan terpenuhinya insentif dan lingkungan
kerja yang kondusif.
Diberikannya insentif pada karyawan dapat mendorong karyawan merasa
tenang dan bersemangat serta bergairah dalam mencapai dan menjalankan
tugasnya sehingga dapat memperbesar tingkat produktivitas. Herman (Setiawan,
1996) menyebutkan bahwa pemaksimalan kinerja para pegawai adalah yang
penting, yaitu dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif pada
seluruh tingkat organisasi agar sepadan dengan tingkat tanggung jawab atau
kontribusinya terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa pentingnya perusahaan atau
organisasi dalam memberikan insentif. Insentif merupakan daya tarik yang
menyebabkan seseorang melakukan sesuatu karena bisa mendapat imbalan yang
memuaskan kebutuhannya. Apabila insentif sesuai dengan dorongan yang ada
maka individu akan tertarik untuk memanfaatkan insentif tersebut. Sebaliknya
apabila insentif yang ada tidak sesuai dengan dorongan yang ada, maka insentif
yang ditawarkan hanya sedikit menarik perhatian. Hal ini tentu bisa
mengakibatkan gairah kerja individu menurun dan lama kelamaan dapat
memudarkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Selain insentif, lingkungan kerja yang kondusif juga sangat diperlukan
untuk menciptakan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Fasilitas kerja seperti
ruang kerja yang memadai dalam arti tidak sempit dan memungkinkan karyawan
bergerak bebas dan leluasa akan menimbulkan suasana yang bisa membangkitkan
semangat kerja. Ruang lingkup luas dengan sirkulasi udara yang cukup dapat
menciptakan suasana yang selalu segar sehingga para karyawan dapat bekerja
dengan ceria dan gembira serta terhindar dari situasi murung karena keadaan
tempat kerja yang sumpek, kotor dan pengap. Keadaan tempat kerja yang baik
dapat merangsang karyawan untuk bekerja keras sehingga pada akhirnya tujuan
perusahaan dapat tercapai. Semakin baik tempat kerja, semakin senang karyawan
dalam bekerja, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan ektrinsik bagi karyawan
(Sihombing, 2001).
Selain faktor lingkungan fisik di atas, faktor lingkungan psikososial juga
sangat berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas karyawan. Hal-hal yang
termasuk dalam lingkungan psikososial disini adalah norma-norma kelompok
kerja, peran dan sikap pekerja, hubungan antara sesama karyawan dan hubungan
antara karyawan dengan pimpinan.
Selama individu dan lingkungan kerjanya dapat saling memenuhi
tuntutannya, interaksi akan tetap terpelihara dan terjaga. Bila tuntutan tidak
terpenuhi, individu atau lingkungan akan bergerak untuk merubah atau
memutuskan interasi yang terjadi. Bila kesesuaian minimal tercapai, individu akan
memelihara hubungan tersebut dan menetap dalam lingkungan kerjanya. Hal ini
memberikan kemungkinan pada individu untuk mencapai kesesuaian yang lebih
optimal dan menstabilkan hubungan tersebut. Sebaliknya, bila kesesuaian tidak
tercapai, individu akan berusaha untuk mencapainya. Bila gagal, individu akan
meninggalkan pekerjaannya. Stabilitas kesesuaian antara individu dan lingkungan
kerja tercermin pada masa jabatan individu tersebut (Lestari, Rizaldi dan
Djunaidi, 2001).
Berdasarkan uraian di atas jelas terlihat bahwa lingkungan kerja
merupakan faktor yang penting dan dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang
dilakukan, banyak perusahaan sampai saat ini memperhatikan faktor tersebut.
Penciptaan lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat menimbulkan
perasaan puas pada karyawan, dengan demikian akan menghindarkan kerusakan
dan pemborosan waktu dan biaya.
Oleh karena itu, perusahaan diharapkan mampu memberikan kepuasan
manusiawi, rasa aman dan kesejahteraan bagi karyawannya. Disamping itu,
perusahaan diharapkan juga mampu menciptakan suatu ruang lingkup psikologis
yang nyaman sehingga bisa menimbulkan loyalitas kerja, kesetiakawanan, rasa
aman, rasa diterima, rasa dihargai, rasa kebersamaan dan perasaan berhasil pada
diri karyawan. Keterlibatan pihak perusahaan dan karyawannya ini dalam
mewujudkan tujuan organisasi dapat memperkuat rasa memiliki bersama dan
dapat menciptakan tim kerja yang baik. Begitu pula sebaliknya, suatu perusahaan
akan merasa senang jika karyawan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi,
sehingga hubungan timbal balik antara karyawan dan pihak perusahaan dapat
terpelihara secara harmonis.
Pada masa sekarang ini, karyawan tidak hanya puas dengan upah yang
mereka terima, tetapi mereka juga menuntut adanya insentif sebagai penghargaan
atas jerih payahnya pada perusahaan. Suatu permasalahan akan timbul bila
lingkungan perusahaan yang dirasakan oleh karyawan tidak sesuai dengan yang
diinginkan, baik yang menyangkut kebutuhan, tujuan dan harapan-harapan,
seperti karyawan cenderung akan bekerja seenaknya, rasa tanggung jawab kurang,
sering terlambat masuk kerja dan yang paling parah adalah melakukan aksi
demonstrasi dan mogok kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masalah persepsi
terhadap insentif dan lingkungan kerja dengan loyalitas kerja sangat penting.
Permasalahannya sekarang sejauh mana persepsi karyawan terhadap insentif dan
lingkungan kerja serta bagaimana loyalitas kerja karyawan terhadap
perusahaannya. Dari permasalahan tersebut penulis berasumsi bahwa dalam suatu
perusahaan, insentif dan lingkungan kerja sangat penting untuk menciptakan
loyalitas kerja. Idealnya dengan insentif yang sesuai dan lingkungan kerja yang
kondusif akan dapat meningkatkan loyalitas kerja karyawan, tetapi pada
kenyataannya masih banyak perusahaan yang belum memberikan insentif yang
sesuai dan kurang memperhatikan lingkungan kerja karyawan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan rumusan masalah yaitu
“Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap insentif dan lingkungan kerja
dengan loyalitas kerja”. Berdasarkan rumusan tersebut, penulis tertarik untuk
menjawab pertanyaan diatas dengan melakukan penelitian yamg berjudul
“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Insentif Dan Lingkungan Kerja Dengan
Loyalitas Kerja”
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :