BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rokok sudah lama dikenal dan tampaknya menjadi bagian dari kehidupan seseorang
yang mutlak atau berkala harus dilakukan. Misalnya, merokok pada waktu volume pekerjaan
penuh, merokok pada waktu selesai makan, dan merokok pada waktu pikiran sedang kalut.
Merokok, menurut seorang perokok dapat menimbulkan aspek-aspek psikologis, apalagi
perokok tersebut sedang mengalami suatu masalah. Merokok dapat menimbulkan rasa tenang,
juga bila sedang menghadapi situasi yang tegang. Merokok juga dapat menimbulkan rasa
percaya diri, dapat menimbulkan rasa nikmat. Beribu-ribu orang pada dewasa ini menjadi
perokok berat, bukannya karena pilihan melainkan karena mereka tidak dapat menghentikan
merokok. Mereka terus menerus merokok sebab mereka sudah terikat dalam suatu kebiasaan
dan ketergantungan. Sementara itu, masih banyak orang muda beranggapan bahwa seorang
yang merokok akan kelihatan lebih jantan. Pada mulanya, mereka merokok hanyalah mengisi
waktu luang, ikut-ikutan, dan rasa ingin tahu. Lama kelamaan hal tersebut menjadi suatu
kebiasaan.
Menurut penelitian Suhariyono (1993) ketika para remaja ditanya mengapa mereka
merokok, mempunyai harga diri dan daya tarik adalah jawaban yang diberikan. Ada juga para
remaja yang melakukan karena hanya keingintahuannya saja, karena dengan melihat perilaku
merokok pada orang tua, saudara yang lebih tua, teman dan public figure, sehingga pada
remaja itu tertarik untuk mencobanya. Pertama mereka mencoba beberapa batang saja, tetapisetelah merasakan nikmatnya rokok lama kelamaan menjadi ketagihan dan dijadikan suatu
kebiasaan.
Menurut Sujudi (2001) hasil riset tentang rokok yang dilakukan Badan Kesehatan PBB
(WHO) memaparkan bahwa, 3 dari 4 (sekitar 75%) pria dan 5% perempuan di Indonesia
adalah perokok. Di AS, survei di tahun 1991, sekitar 26% penduduk dewasa pencandu rokok,
sedangkan di negara lain, persentase perokok lebih tinggi. Akhir-akhir ini, di negara maju
telah terjadi penurunan konsumsi rokok, seperti di Inggris berkurang 25%, di AS dan Kanada
9%, dan Australia 6%.
Ironisnya justru di negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia, terjadi
peningkatan. Pertumbuhan konsumsi rokok Indonesia terpesat di dunia. Konsumsi rokok di
Indonesia, terutama untuk perokok pemula, tumbuh paling pesat di dunia. Adapun persentase
konsumsi rokok tersebut, yakni 44% perokok usia 10 - 19 tahun dan 37% usia 20 - 29 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sirait dkk. (2003) prevalensi perokok semakin
lama semakin meningkat terutama perokok laki-laki. Sampel adalah responden yang berumur
10 tahun atau laki-laki maupun perempuan dari 27 propinsi di Indonesia. Data dari sampel ini
telah dipertimbangkan dengan inflation factor, sehingga hasil analisis merupakan perkiraan
pada populasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi perokok secara nasional sekitar
27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun
1995 dari 51,2% menjadi 54,5%. Sedang pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada
tahun 1995 menjadi 1,2% tahun 2001. Prevalensi mantan perokok relatif kecil baik secara
keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki atau perempuan (5,3% pada laki-laki dan 0,3%
pada perempuan). Prevalensi perokok ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Pada
laki-laki yang berpendidikan SD ke bawah sekitar 74,8%, SLTP 70,9%, SMU 61,5% dan
akademi/perguruan tinggi 44,2%. Di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di perkotaan.
Untuk itu promosi pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan budaya masyarakat
setempat dengan memakai media yang ada.
Menurut Khorida (2002) umur mulai merokok kurang dari 20 tahun cenderung
meningkat dan lebih dari separuh perokok mengkonsumsi > 10 batang per hari, bahkan yang
berumur 10-14 tahun pun sudah didapat sebesar 30,5% yang mengkonsumsi >10 batang per
hari di antaranya 2,6% yang mengkonsumsi > 20 batang per hari. Hal ini dapat menjadi bom
waktu pada 25 tahun yang akan datang, mengingat timbulnya penyakit seperti kanker
berhubungan dengan lamanya merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi.
Berdasarkan survei pengendalian dan pencegahan penyakit ditemukan bahwa para
perokok 80% diantaranya memulai kebiasaan merokok sebelum berusia 18 tahun (Kusuma,
2001). Menurut survei yang diadakan Yayasan Jantung Indonesia tahun 2001 (dalam Sitepoe,
1997) pada anak-anak berusia 10-16 tahun menunjukkan angka perokok usia dibawah 10
tahun (9%), 12 tahun (18%), 13 tahun (23%), 14 tahun (22%), dan 15-16 tahun (28%).
Menurut hasil penelitian Lembaga Pengkajian dan Penelitian Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran UI tahun 1998 menunjukkan bahwa lebih dari 70% siswa laki-laki kelas 2 SMU
Negeri di Jakarta Pusat pernah merokok dan 41% diantaranya adalah perokok aktif sedang di
Jakarta Selatan anak-anak berusia 12-18 tahun 80% telah menjadi perokok dan di SLTA
hampir 50% murid laki-laki menjadi perokok
Menurut Goodman dan Gilmans (dalam Alwi, 1990) dalam tembakau yang dibakar
akan melepaskan sekitar 4000 (empat ribu) komponen kimia yang mengancam kesehatan
manusia. Komposisi asap itu akan masuk kedalam tubuh perokok yang membawa pengaruh
buruk bagi kesehatan. Hal ini disebabkan terkandungnya zat-zat racun yang ditimbulkan dari
asap rokok seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hydrogen sianida, gas-gas
mengandung sulfur dan senyawa-senyawa lainnya yang menyebabkan gangguan pada paru-
paru.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa merokok memiliki dampak-dampak negatif
yang membahayakan bagi kondisi fisik, dan hampir semua perokok mengetahui bahwa
merokok merugikan kesehatan, membahayakan kesehatan orang lain sebagai perokok pasif.
Perokok sendiripun tidak suka bila anak-anak dan keluarga mereka merokok, dan para
perokok juga tahu bahwa label peringatan bahaya merokok dimaksudkan untuk memberi
informasi kepada konsumen rokok tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Namun
kenyataannya semakin hari semakin banyak orang yang menjadi perokok, hal ini dapat dilihat
dari semakin banyaknya konsumen atau perokok pemula yang menjadi perokok. Apakah hal
ini berarti label Peringatan Bahaya Merokok belum mampu/belum efektif untuk
meminimalisasikan perilaku para perokok, khususnya pada remaja awal ?
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan
pertanyaan penelitian yaitu apakah ada hubungan antara persepsi terhadap label peringatan
bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja awal?, untuk menjawab pertanyaan
penelitian tersebut peneliti mengadakan penelitian untuk mengkaji secara empirik dengan
mengambil judul penelitian hubungan antara persepsi terhadap label peringatan bahaya
merokok dengan perilaku merokok pada remaja awal.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rokok sudah lama dikenal dan tampaknya menjadi bagian dari kehidupan seseorang
yang mutlak atau berkala harus dilakukan. Misalnya, merokok pada waktu volume pekerjaan
penuh, merokok pada waktu selesai makan, dan merokok pada waktu pikiran sedang kalut.
Merokok, menurut seorang perokok dapat menimbulkan aspek-aspek psikologis, apalagi
perokok tersebut sedang mengalami suatu masalah. Merokok dapat menimbulkan rasa tenang,
juga bila sedang menghadapi situasi yang tegang. Merokok juga dapat menimbulkan rasa
percaya diri, dapat menimbulkan rasa nikmat. Beribu-ribu orang pada dewasa ini menjadi
perokok berat, bukannya karena pilihan melainkan karena mereka tidak dapat menghentikan
merokok. Mereka terus menerus merokok sebab mereka sudah terikat dalam suatu kebiasaan
dan ketergantungan. Sementara itu, masih banyak orang muda beranggapan bahwa seorang
yang merokok akan kelihatan lebih jantan. Pada mulanya, mereka merokok hanyalah mengisi
waktu luang, ikut-ikutan, dan rasa ingin tahu. Lama kelamaan hal tersebut menjadi suatu
kebiasaan.
Menurut penelitian Suhariyono (1993) ketika para remaja ditanya mengapa mereka
merokok, mempunyai harga diri dan daya tarik adalah jawaban yang diberikan. Ada juga para
remaja yang melakukan karena hanya keingintahuannya saja, karena dengan melihat perilaku
merokok pada orang tua, saudara yang lebih tua, teman dan public figure, sehingga pada
remaja itu tertarik untuk mencobanya. Pertama mereka mencoba beberapa batang saja, tetapisetelah merasakan nikmatnya rokok lama kelamaan menjadi ketagihan dan dijadikan suatu
kebiasaan.
Menurut Sujudi (2001) hasil riset tentang rokok yang dilakukan Badan Kesehatan PBB
(WHO) memaparkan bahwa, 3 dari 4 (sekitar 75%) pria dan 5% perempuan di Indonesia
adalah perokok. Di AS, survei di tahun 1991, sekitar 26% penduduk dewasa pencandu rokok,
sedangkan di negara lain, persentase perokok lebih tinggi. Akhir-akhir ini, di negara maju
telah terjadi penurunan konsumsi rokok, seperti di Inggris berkurang 25%, di AS dan Kanada
9%, dan Australia 6%.
Ironisnya justru di negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia, terjadi
peningkatan. Pertumbuhan konsumsi rokok Indonesia terpesat di dunia. Konsumsi rokok di
Indonesia, terutama untuk perokok pemula, tumbuh paling pesat di dunia. Adapun persentase
konsumsi rokok tersebut, yakni 44% perokok usia 10 - 19 tahun dan 37% usia 20 - 29 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sirait dkk. (2003) prevalensi perokok semakin
lama semakin meningkat terutama perokok laki-laki. Sampel adalah responden yang berumur
10 tahun atau laki-laki maupun perempuan dari 27 propinsi di Indonesia. Data dari sampel ini
telah dipertimbangkan dengan inflation factor, sehingga hasil analisis merupakan perkiraan
pada populasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi perokok secara nasional sekitar
27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun
1995 dari 51,2% menjadi 54,5%. Sedang pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada
tahun 1995 menjadi 1,2% tahun 2001. Prevalensi mantan perokok relatif kecil baik secara
keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki atau perempuan (5,3% pada laki-laki dan 0,3%
pada perempuan). Prevalensi perokok ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Pada
laki-laki yang berpendidikan SD ke bawah sekitar 74,8%, SLTP 70,9%, SMU 61,5% dan
akademi/perguruan tinggi 44,2%. Di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di perkotaan.
Untuk itu promosi pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan budaya masyarakat
setempat dengan memakai media yang ada.
Menurut Khorida (2002) umur mulai merokok kurang dari 20 tahun cenderung
meningkat dan lebih dari separuh perokok mengkonsumsi > 10 batang per hari, bahkan yang
berumur 10-14 tahun pun sudah didapat sebesar 30,5% yang mengkonsumsi >10 batang per
hari di antaranya 2,6% yang mengkonsumsi > 20 batang per hari. Hal ini dapat menjadi bom
waktu pada 25 tahun yang akan datang, mengingat timbulnya penyakit seperti kanker
berhubungan dengan lamanya merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi.
Berdasarkan survei pengendalian dan pencegahan penyakit ditemukan bahwa para
perokok 80% diantaranya memulai kebiasaan merokok sebelum berusia 18 tahun (Kusuma,
2001). Menurut survei yang diadakan Yayasan Jantung Indonesia tahun 2001 (dalam Sitepoe,
1997) pada anak-anak berusia 10-16 tahun menunjukkan angka perokok usia dibawah 10
tahun (9%), 12 tahun (18%), 13 tahun (23%), 14 tahun (22%), dan 15-16 tahun (28%).
Menurut hasil penelitian Lembaga Pengkajian dan Penelitian Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran UI tahun 1998 menunjukkan bahwa lebih dari 70% siswa laki-laki kelas 2 SMU
Negeri di Jakarta Pusat pernah merokok dan 41% diantaranya adalah perokok aktif sedang di
Jakarta Selatan anak-anak berusia 12-18 tahun 80% telah menjadi perokok dan di SLTA
hampir 50% murid laki-laki menjadi perokok
Menurut Goodman dan Gilmans (dalam Alwi, 1990) dalam tembakau yang dibakar
akan melepaskan sekitar 4000 (empat ribu) komponen kimia yang mengancam kesehatan
manusia. Komposisi asap itu akan masuk kedalam tubuh perokok yang membawa pengaruh
buruk bagi kesehatan. Hal ini disebabkan terkandungnya zat-zat racun yang ditimbulkan dari
asap rokok seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hydrogen sianida, gas-gas
mengandung sulfur dan senyawa-senyawa lainnya yang menyebabkan gangguan pada paru-
paru.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa merokok memiliki dampak-dampak negatif
yang membahayakan bagi kondisi fisik, dan hampir semua perokok mengetahui bahwa
merokok merugikan kesehatan, membahayakan kesehatan orang lain sebagai perokok pasif.
Perokok sendiripun tidak suka bila anak-anak dan keluarga mereka merokok, dan para
perokok juga tahu bahwa label peringatan bahaya merokok dimaksudkan untuk memberi
informasi kepada konsumen rokok tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Namun
kenyataannya semakin hari semakin banyak orang yang menjadi perokok, hal ini dapat dilihat
dari semakin banyaknya konsumen atau perokok pemula yang menjadi perokok. Apakah hal
ini berarti label Peringatan Bahaya Merokok belum mampu/belum efektif untuk
meminimalisasikan perilaku para perokok, khususnya pada remaja awal ?
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan
pertanyaan penelitian yaitu apakah ada hubungan antara persepsi terhadap label peringatan
bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja awal?, untuk menjawab pertanyaan
penelitian tersebut peneliti mengadakan penelitian untuk mengkaji secara empirik dengan
mengambil judul penelitian hubungan antara persepsi terhadap label peringatan bahaya
merokok dengan perilaku merokok pada remaja awal.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :