BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era persaingan global yang merambah ke segala bidang saat ini telah
menjadikan tingkat persaingan bisnis semakin tajam. Setiap perusahaan dituntut
untuk lebih meningkatkan daya saingnya agar eksistensi perusahaan senantiasa
terjaga. Usaha dalam mewujudkan tujuan tersebut yaitu dengan mengoptimalkan
faktor-faktor produksi dalam perusahaan. Salah satu faktor yang harus
dioptimalkan agar dapat bersaing di pasar global adalah keberadaan sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini disebabkan sumber daya manusia (SDM) dalam
perusahaan merupakan kekayaan yang paling berharga guna menentukan
keberhasilan maupun kegagalan tujuan perusahaan tersebut.
Salah satu tantangan besar dalam organisasi adalah bagaimana menyampaikan
informasi ke seluruh bagian organisasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah.
Pada kenyataannya informasi tidak bergerak. Hal yang sesungguhnya terlihat
adalah penyampaian pesan, interpretasi penyampaian pesan tersebut, serta
penciptaan penyampaian pesan lainnya. Penciptaan, penyampaian, serta
interpretasi pesan merupakan proses yang mendistribusikan pesan-pesan
keseluruh bagian organisasi.
Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting sebab dengan komunikasi
bagian-bagian organisasi da pat berhubungan dengan lingkungan. Pace dan Faules
(1997) menyatakan bahwa komunikasi dalam organisasi adalah penafsiran pesan
diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari satu organisasi.
Melalui komunikasi, informasi dapat mengalir dari pertukaran informasi, gagasan,
dan pengalaman. Sehingga perlu diupayakan kondisi komunikasi yang efektif
yang dapat memuaskan semua pihak yaitu apakah kesan yang disampaikan
diartikan sama oleh penerima.
Melalui komunikasi yang efektif dalam organisasi, pihak manajemen dapat
mengetahui saran ataupun tanggapan tentang kebutuhan karyawan. Sehingga
dapat mengambil suatu kebijaksanaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan pihak karyawan dapat memahami pekerjaan mereka dengan lebih baik,
dapat melaksanakan koordinasi serta merasa lebih puas dengan pekerjaannya.
Akan tetapi, bila tidak ada keefektifan komunikasi atau kegagalan berkomunikasi
maka akan muncul kekurangpahaman terhadap suatu informasi jaringan
organisasi dan selanjutnya akan mengakibatkan suatu kekaburan, ketidakpuasan,
dan ketidakpastian tugas.
Efektifitas komunikasi organisasi merupakan salah satu kajian penting
didalam pembinaan hubungan antar karyawan dalam organisasi. Rahmat (1986)
mengemukakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan atau penerima.
Sedangkan indikator efektifitas komunikasi organisasi adalah kesesuaian antara
apa yang dipikirkan oleh penyampai pesan dengan apa yang dipahami oleh
penerima pesan. Agar dapat mengetahui apakah suatu komunikasi yang dilakukan
telah efektif atau tidak, maka Kincald dan Schramm (1980) menyatakan bahwa
berkomunikasi yang efektif menimbulkan tiga hal yaitu: pengertian bersama,
keputusan, dan persetujuan.
Persaingan bisnis yang merambah pada bidang industri manufaktur maupun
jasa ditandai dengan semakin berkembangnya penggunaan mutu sebagai standar
kualitas. Para konsumen akan semakin selektif dalam meggunakan barang
maupun jasa terlepas dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Terkait dengan
keberadaan SDM dalam peningkatan kualitas mutu, maka muncul standar
internasional yang berlaku secara universal yang memberikan kerangka tentang
jaminan kualitas mutu. Seperti misalnya international organization for
standardization (ISO) 9001 yang memberikan kerangka tentang kualitas dan ISO
14001
lingkungan.
yang memberikan kerangka tentang program tanggungjawab terhadap
Salah satu konsep manajemen yang banyak digunakan di Indonesia terkait
dengan kualitas mutu adalah total quality management (TQM) yang diterapkan
melalui gugus kendali mutu (GKM) maupun pengendalian mutu terpadu (PMT).
Penerapan GKM maupun PMT di Indonesia disebabkan konsep GKM dan PMT
dibangun berdasarkan kualitas, teamwork, produktifitas dan pelanggan. Bahkan
beberapa perusahaan manufaktur maupun jasa menganggap bahwa konsep GKM
menjadi media yang paling efektif dalam pengembangan sumber daya manusia
termasuk merubah kesadaran karyawan terhadap tanggung jawab pekerjaannya.
Manfaat yang paling dirasakan adalah adanya peningkatan kualitas karyawan
dalam berpikir secara analitis.
Feigenbaum (1992) menyatakan bahwa salah satu bentuk peran serta
kelompok karyawan yang terbesar dan sangat luas adalah gugus kendali mutu
(quality circle). Gugus kendali mutu merupakan kelompok karyawan (biasanya
dari satu bidang aktifitas pabrik dan perusahaan dan biasanya kecil jumlahnya)
yang bertemu secara berkala untuk maksud-maksud praktis seperti untuk:
a. Menandai, memeriksa, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
b. Meningkatkan komunikasi antara karyawan dan manajemen.
Ingle (1989) menyatakan bahwa salah satu sasaran program gugus kendali
mutu adalah peningkatan dalam berkomunikasi dan sikap. Gugus kendali mutu
menyediakan wadah penyaluran saran-saran perbaikan dan menyebarkan
informasi yang dapat dipergunakan karyawan lewat pembicaraan kelompok.
Pendekatan kelompok kerja dalam gugus kendali mutu ini dilakukan dengan
tujuan untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan yang mendukung
manajemen perusahaan terutama dalam memberikan sumbangan informasi dan
gagasan-gagasan baru serta pemecahan masalah secara produktif. Gugus kendali
mutu menyediakan wadah komunikasi bagi karyawan dan pimpinan perusahaan.
PT. Rekacipta Teknindo Perkasa Klaten telah menerapkan program gugus
kendali mutu sejak tahun 2000. Langkah ini diambil mengingat bahwa perusahaan
sedang menghadapi persaingan yang sangat ketat, terutama setelah banyaknya
perusahaan yang bergerak dalam produksi barang-barang berbahan baku logam,
sehingga perlu adanya suatu wadah yang dapat menyediakan saran-saran
perbaikan sebagai bagian dari pengendalian mutu perusahaan. Perusahaan ini
memproduksi barang-barang logam (besi cor tuang kelabu) diantaranya rem
kereta api, kipas penggerak, dan pompa air mineral (pompa tangan).
Kualitas produk yang baik tidak terlepas dari peran tenaga kerja dalam
operasional perusahaan khususnya bagian produksi. Pada bagian ini terdapat
proses peleburan logam, penuangan, pembongkaran, dan finishing. Pada setiap
minggunya enam kelompok gugus bagian produksi bertemu untuk membahas
permasalahan yang ada. Komunikasi yang terjadi meliputi komunikasi dari
pimpinan perusahaan kepada karyawan yang dapat berupa, pemberian instruksi
mengenai produk , menginformasikan kebijakan perusahaan, menunjukkan
masalah yang perlu mendapat perhatian, serta mengemukakan umpan balik
tentang kinerja. Sedangkan komunikasi dari karyawan kepada atasan dapat
meliputi keluhan pekerjaan, diskusi atasan dan bawahan mengenai pekerjaan, dan
laporan tentang pekerjaan yang dilakukan. Selain itu terjadi pula komunikasi
antar sesama karyawan mengenai koordinasi tugas, ataupun permasalahan antar
karyawan.
Perkembangan pelaksanaan program gugus kendali mutu di perusahaan ini
belum dapat diindikasikan mengalami peningkatan atau justru mengalami
kemunduran. Hal ini terlihat pada tingkat prosentase cacat produk yang masih
tinggi serta masih banyaknya keluhan baik dari karyawan ataupun dari pihak
manajemen. Cacat produk yang meliputi cacat gas terjebak, cacat pembekuan
putih, serta cacat penyusutan mencapai 11,4% dari 130 produk pulley fanbelt
(kipas penggerak). Hal ini berarti terdapai 15 produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pengguna. Selain itu, masih terdapat keluhan dari karyawan mengenai
koordinasi pekerjaan, upah, tingkat absensi serta keluhan dari perusahaan
mengenai kedisiplinan kerja, pembagian tugas, tingginya tingkat cacat produk
mengindikasikan bahwa gugus kendali mutu sebagai sarana menciptakan
komunikasi efektif tidak berjalan dengan baik.
Sikap mau bekerjasama (kooperatif) merupakan salah satu faktor pendukung
berhasil atau tidaknya program gugus kendali mutu. Indrawijaya (2000)
mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri bila sikap kooperatif atau
bekerjasama dapat memberikan keuntungan bagi suatu organisasi dan
berpengaruh baik bagi perilaku para anggota. Sikap kooperatif dapat menciptakan
keselarasan hubungan antar manusia, antar kelompok, dan antar organisasi.
Sikap kooperatif karyawan terhadap program gugus kendali mutu ditunjukkan
pada bentuk partisipasi yang aktif terhadap program ini. Ingle (1989) menyatakan
bahwa dengan adanya partisipasi yang aktif dalam pelaksanaan program gugus
kendali mutu akan mendorong terciptanya kesatuan dan persatuan dalam sebuah
perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Talib dan Ali (2000) menyatakan
bahwa gugus kendali mutu berpengaruh positif terhadap produktifitas kerja serta
komunikasi antar karyawan. Produktifitas bukanlah membuat karyawan bekerja
lebih lama atau lebih keras. Tetapi membuat karyawan agar dapat menyenangi
pekerjaannya dan pada akhirnya akan membuahkan hasil yang lebih memuaskan.
Bekerjasama dan berkomunikasi didalam suatu kelompok akan membantu
karyawan untuk dapat membuat keputusan secara lebih baik. Kerja secara
kelompok akan memba ngun suatu semangat kerja yang tinggi. Dengan semangat
kerja yang tinggi maka diharapkan persoalan-persoalan yang ada didalam suatu
perusahaan akan dapat diselesaikan dengan baik.
Menurut Indrawati (1992) dengan gugus kendali mutu perusahaan dapat
mengorganisir kelompok pekerja bersama dengan para manager ke dalam
kelompok kepanitiaan untuk memikirkan dan memecahkan permasalahan
pekerjaan. Keluarga kepanitiaan ini sangat berguna untuk meningkatkan
produktifitas dan komunikasi karena banyak pekerja yang ter libat didalamnya.
Gugus kendali mutu membantu karyawan untuk merasakan bahwa mereka
memiliki pengaruh pada organisasi mereka, sekalipun tidak semua rekomendasi
mereka dapat diterima pihak manajemen yang lebih tinggi.
Penciptaan dan pengendalian mutu produk dan jasa yang tepat untuk
perusahaan meminta agar banyak aktivitas mutu dalam daur ulang produk dan jasa
yang dipadukan dan diukur berdasarkan suatu landasan yang terorganisasi, efektif
secara teknis, dan baik secara ekonomis. Gugus kendali mutu merupakan landasan
bagi kendali mutu terpadu yang selalu menyediakan saluran-saluran yang tepat
bagi pertumbuhan diri, maju, dan pengakuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam penelitian ini dirumuskan
permasalahan yang akan menjadi titik tolak pembahasan selanjutnya yaitu:
“Apakah ada hubungan antara sikap kooperatif karyawan dalam Gugus
Kendali Mutu dengan efektifitas komunikasi organisasi pada PT. Rekacipta
Teknindo Perkasa Klaten“.
Dari rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang
Psikologi Industri dan mengambil judul “Hubungan antara sikap kooperatif
karyawan dalam gugus kendali mutu dengan efektifitas komunikasi dalam
organisasi pada PT. Rekacipta Teknindo Perkasa Klaten“
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era persaingan global yang merambah ke segala bidang saat ini telah
menjadikan tingkat persaingan bisnis semakin tajam. Setiap perusahaan dituntut
untuk lebih meningkatkan daya saingnya agar eksistensi perusahaan senantiasa
terjaga. Usaha dalam mewujudkan tujuan tersebut yaitu dengan mengoptimalkan
faktor-faktor produksi dalam perusahaan. Salah satu faktor yang harus
dioptimalkan agar dapat bersaing di pasar global adalah keberadaan sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini disebabkan sumber daya manusia (SDM) dalam
perusahaan merupakan kekayaan yang paling berharga guna menentukan
keberhasilan maupun kegagalan tujuan perusahaan tersebut.
Salah satu tantangan besar dalam organisasi adalah bagaimana menyampaikan
informasi ke seluruh bagian organisasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah.
Pada kenyataannya informasi tidak bergerak. Hal yang sesungguhnya terlihat
adalah penyampaian pesan, interpretasi penyampaian pesan tersebut, serta
penciptaan penyampaian pesan lainnya. Penciptaan, penyampaian, serta
interpretasi pesan merupakan proses yang mendistribusikan pesan-pesan
keseluruh bagian organisasi.
Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting sebab dengan komunikasi
bagian-bagian organisasi da pat berhubungan dengan lingkungan. Pace dan Faules
(1997) menyatakan bahwa komunikasi dalam organisasi adalah penafsiran pesan
diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari satu organisasi.
Melalui komunikasi, informasi dapat mengalir dari pertukaran informasi, gagasan,
dan pengalaman. Sehingga perlu diupayakan kondisi komunikasi yang efektif
yang dapat memuaskan semua pihak yaitu apakah kesan yang disampaikan
diartikan sama oleh penerima.
Melalui komunikasi yang efektif dalam organisasi, pihak manajemen dapat
mengetahui saran ataupun tanggapan tentang kebutuhan karyawan. Sehingga
dapat mengambil suatu kebijaksanaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan pihak karyawan dapat memahami pekerjaan mereka dengan lebih baik,
dapat melaksanakan koordinasi serta merasa lebih puas dengan pekerjaannya.
Akan tetapi, bila tidak ada keefektifan komunikasi atau kegagalan berkomunikasi
maka akan muncul kekurangpahaman terhadap suatu informasi jaringan
organisasi dan selanjutnya akan mengakibatkan suatu kekaburan, ketidakpuasan,
dan ketidakpastian tugas.
Efektifitas komunikasi organisasi merupakan salah satu kajian penting
didalam pembinaan hubungan antar karyawan dalam organisasi. Rahmat (1986)
mengemukakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan atau penerima.
Sedangkan indikator efektifitas komunikasi organisasi adalah kesesuaian antara
apa yang dipikirkan oleh penyampai pesan dengan apa yang dipahami oleh
penerima pesan. Agar dapat mengetahui apakah suatu komunikasi yang dilakukan
telah efektif atau tidak, maka Kincald dan Schramm (1980) menyatakan bahwa
berkomunikasi yang efektif menimbulkan tiga hal yaitu: pengertian bersama,
keputusan, dan persetujuan.
Persaingan bisnis yang merambah pada bidang industri manufaktur maupun
jasa ditandai dengan semakin berkembangnya penggunaan mutu sebagai standar
kualitas. Para konsumen akan semakin selektif dalam meggunakan barang
maupun jasa terlepas dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Terkait dengan
keberadaan SDM dalam peningkatan kualitas mutu, maka muncul standar
internasional yang berlaku secara universal yang memberikan kerangka tentang
jaminan kualitas mutu. Seperti misalnya international organization for
standardization (ISO) 9001 yang memberikan kerangka tentang kualitas dan ISO
14001
lingkungan.
yang memberikan kerangka tentang program tanggungjawab terhadap
Salah satu konsep manajemen yang banyak digunakan di Indonesia terkait
dengan kualitas mutu adalah total quality management (TQM) yang diterapkan
melalui gugus kendali mutu (GKM) maupun pengendalian mutu terpadu (PMT).
Penerapan GKM maupun PMT di Indonesia disebabkan konsep GKM dan PMT
dibangun berdasarkan kualitas, teamwork, produktifitas dan pelanggan. Bahkan
beberapa perusahaan manufaktur maupun jasa menganggap bahwa konsep GKM
menjadi media yang paling efektif dalam pengembangan sumber daya manusia
termasuk merubah kesadaran karyawan terhadap tanggung jawab pekerjaannya.
Manfaat yang paling dirasakan adalah adanya peningkatan kualitas karyawan
dalam berpikir secara analitis.
Feigenbaum (1992) menyatakan bahwa salah satu bentuk peran serta
kelompok karyawan yang terbesar dan sangat luas adalah gugus kendali mutu
(quality circle). Gugus kendali mutu merupakan kelompok karyawan (biasanya
dari satu bidang aktifitas pabrik dan perusahaan dan biasanya kecil jumlahnya)
yang bertemu secara berkala untuk maksud-maksud praktis seperti untuk:
a. Menandai, memeriksa, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
b. Meningkatkan komunikasi antara karyawan dan manajemen.
Ingle (1989) menyatakan bahwa salah satu sasaran program gugus kendali
mutu adalah peningkatan dalam berkomunikasi dan sikap. Gugus kendali mutu
menyediakan wadah penyaluran saran-saran perbaikan dan menyebarkan
informasi yang dapat dipergunakan karyawan lewat pembicaraan kelompok.
Pendekatan kelompok kerja dalam gugus kendali mutu ini dilakukan dengan
tujuan untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan yang mendukung
manajemen perusahaan terutama dalam memberikan sumbangan informasi dan
gagasan-gagasan baru serta pemecahan masalah secara produktif. Gugus kendali
mutu menyediakan wadah komunikasi bagi karyawan dan pimpinan perusahaan.
PT. Rekacipta Teknindo Perkasa Klaten telah menerapkan program gugus
kendali mutu sejak tahun 2000. Langkah ini diambil mengingat bahwa perusahaan
sedang menghadapi persaingan yang sangat ketat, terutama setelah banyaknya
perusahaan yang bergerak dalam produksi barang-barang berbahan baku logam,
sehingga perlu adanya suatu wadah yang dapat menyediakan saran-saran
perbaikan sebagai bagian dari pengendalian mutu perusahaan. Perusahaan ini
memproduksi barang-barang logam (besi cor tuang kelabu) diantaranya rem
kereta api, kipas penggerak, dan pompa air mineral (pompa tangan).
Kualitas produk yang baik tidak terlepas dari peran tenaga kerja dalam
operasional perusahaan khususnya bagian produksi. Pada bagian ini terdapat
proses peleburan logam, penuangan, pembongkaran, dan finishing. Pada setiap
minggunya enam kelompok gugus bagian produksi bertemu untuk membahas
permasalahan yang ada. Komunikasi yang terjadi meliputi komunikasi dari
pimpinan perusahaan kepada karyawan yang dapat berupa, pemberian instruksi
mengenai produk , menginformasikan kebijakan perusahaan, menunjukkan
masalah yang perlu mendapat perhatian, serta mengemukakan umpan balik
tentang kinerja. Sedangkan komunikasi dari karyawan kepada atasan dapat
meliputi keluhan pekerjaan, diskusi atasan dan bawahan mengenai pekerjaan, dan
laporan tentang pekerjaan yang dilakukan. Selain itu terjadi pula komunikasi
antar sesama karyawan mengenai koordinasi tugas, ataupun permasalahan antar
karyawan.
Perkembangan pelaksanaan program gugus kendali mutu di perusahaan ini
belum dapat diindikasikan mengalami peningkatan atau justru mengalami
kemunduran. Hal ini terlihat pada tingkat prosentase cacat produk yang masih
tinggi serta masih banyaknya keluhan baik dari karyawan ataupun dari pihak
manajemen. Cacat produk yang meliputi cacat gas terjebak, cacat pembekuan
putih, serta cacat penyusutan mencapai 11,4% dari 130 produk pulley fanbelt
(kipas penggerak). Hal ini berarti terdapai 15 produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pengguna. Selain itu, masih terdapat keluhan dari karyawan mengenai
koordinasi pekerjaan, upah, tingkat absensi serta keluhan dari perusahaan
mengenai kedisiplinan kerja, pembagian tugas, tingginya tingkat cacat produk
mengindikasikan bahwa gugus kendali mutu sebagai sarana menciptakan
komunikasi efektif tidak berjalan dengan baik.
Sikap mau bekerjasama (kooperatif) merupakan salah satu faktor pendukung
berhasil atau tidaknya program gugus kendali mutu. Indrawijaya (2000)
mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri bila sikap kooperatif atau
bekerjasama dapat memberikan keuntungan bagi suatu organisasi dan
berpengaruh baik bagi perilaku para anggota. Sikap kooperatif dapat menciptakan
keselarasan hubungan antar manusia, antar kelompok, dan antar organisasi.
Sikap kooperatif karyawan terhadap program gugus kendali mutu ditunjukkan
pada bentuk partisipasi yang aktif terhadap program ini. Ingle (1989) menyatakan
bahwa dengan adanya partisipasi yang aktif dalam pelaksanaan program gugus
kendali mutu akan mendorong terciptanya kesatuan dan persatuan dalam sebuah
perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Talib dan Ali (2000) menyatakan
bahwa gugus kendali mutu berpengaruh positif terhadap produktifitas kerja serta
komunikasi antar karyawan. Produktifitas bukanlah membuat karyawan bekerja
lebih lama atau lebih keras. Tetapi membuat karyawan agar dapat menyenangi
pekerjaannya dan pada akhirnya akan membuahkan hasil yang lebih memuaskan.
Bekerjasama dan berkomunikasi didalam suatu kelompok akan membantu
karyawan untuk dapat membuat keputusan secara lebih baik. Kerja secara
kelompok akan memba ngun suatu semangat kerja yang tinggi. Dengan semangat
kerja yang tinggi maka diharapkan persoalan-persoalan yang ada didalam suatu
perusahaan akan dapat diselesaikan dengan baik.
Menurut Indrawati (1992) dengan gugus kendali mutu perusahaan dapat
mengorganisir kelompok pekerja bersama dengan para manager ke dalam
kelompok kepanitiaan untuk memikirkan dan memecahkan permasalahan
pekerjaan. Keluarga kepanitiaan ini sangat berguna untuk meningkatkan
produktifitas dan komunikasi karena banyak pekerja yang ter libat didalamnya.
Gugus kendali mutu membantu karyawan untuk merasakan bahwa mereka
memiliki pengaruh pada organisasi mereka, sekalipun tidak semua rekomendasi
mereka dapat diterima pihak manajemen yang lebih tinggi.
Penciptaan dan pengendalian mutu produk dan jasa yang tepat untuk
perusahaan meminta agar banyak aktivitas mutu dalam daur ulang produk dan jasa
yang dipadukan dan diukur berdasarkan suatu landasan yang terorganisasi, efektif
secara teknis, dan baik secara ekonomis. Gugus kendali mutu merupakan landasan
bagi kendali mutu terpadu yang selalu menyediakan saluran-saluran yang tepat
bagi pertumbuhan diri, maju, dan pengakuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam penelitian ini dirumuskan
permasalahan yang akan menjadi titik tolak pembahasan selanjutnya yaitu:
“Apakah ada hubungan antara sikap kooperatif karyawan dalam Gugus
Kendali Mutu dengan efektifitas komunikasi organisasi pada PT. Rekacipta
Teknindo Perkasa Klaten“.
Dari rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang
Psikologi Industri dan mengambil judul “Hubungan antara sikap kooperatif
karyawan dalam gugus kendali mutu dengan efektifitas komunikasi dalam
organisasi pada PT. Rekacipta Teknindo Perkasa Klaten“
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: