BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan keluarga sangat penting guna membangun pembentukan kepribadian
dan sikap sosial seorang anak dalam pertumbuhannya. Seorang anak akan memiliki
kepribadian yang baik dapat diketahui dari sejauh mana seorang anak tersebut
bertingkah laku dan memperoleh bimbingan dari orang tua semasa anak mengalami
pertumbuhannya. Untuk itulah peran orang tua dalam memberikan bimbingan moral
dan norma sangat penting bagi pembentukan kepribadian dan sikap sosial seorang
anak. Orang tua adalah pendidik pertama yang melakukan komunikasi awal dengan
anak. Orang tua juga berkewajiban untuk bisa menciptakan suasana yang mendukung
bagi perkembangan anak. Anak merupakan individu yang sedang tumbuh untuk
memasuki dunia sekolah. Masa anak usia sekolah dasar yaitu usia 6 – 12 tahun. Masa
sekolah dasar sering disebut masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Masa
keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa
sebelum dan sesudahnya (Gunarsa, 1995).
Keluarga adalah bagian dari kepribadian manusia sejak dilahirkan, pengaruh
orang-orang sekitar dalam sekali bekasnya pada anak. Keluarga yang penuh rasa cinta
menyebabkan anak menjadi anggota keluarga yang merasa tentram tinggal di rumah.
Sebaliknya bila keadaan keluarga tidak stabil dan orang tua terlalu mengekang
ataupun terlalu mengawasi pergaulan anak dengan berlebihan, maka anak tidak akan
senang di rumah, sehingga memungkinkan anak mencari kepuasan di luar rumah
(Dagun, 1991).
Keluarga Polri dalam hal ini orang tua yang mempunyai pekerjaan sebagai
anggota Polri, biasanya mendidik anak dengan sikap kedisiplinan yang keras,
sebagaimana dilakukan dalam kesehari-harian sebagai anggota Polri. Anak selalu
diarahkan dan dituntut untuk menjadi orang yang diharapkan nantinya bisa menjadi
seperti orang tuanya.
Polri adalah kepolisian yang tugasnya mengamankan masyarakat dari
kejahatan yang selama ini kian merajalela. Tugas polisi tidaklah ringan, semua
anggota polisi sebelum terjun langsung ke masyarakat diwajibkan mengikuti latihan-
latihan yang sangat keras dan displin agar setelah terjun sudah terlatih dengan baik
bagaimana caranya mengatasi masalah yang sesulit apapun, selain itu seorang
anggota polisi juga harus tangkas dalam menangani semua masalah yang ada.
Kebiasaan-kebiasaan ini membuat orang tua yang berprofesi sebagai anggota Polri
mendidik anaknya dengan pola didik yang terlalu mengontrol setiap kegiatan anak,
selalu membantu bila anak sedang mengalami kesulitan dan selalu melindungi
anaknya dari segala ancaman. Ini semua dilakukan agar anaknya tidak tidak
mendapatkan kesulitan apapun.
Pada kenyataannya, tidak semua anak menjadi seperti apa yang diharapkan
oleh orang tuanya. Biasanya anak yang dididik dengan pola asuh yang ketat (over
protective) cenderung menjadi orang yang tidak cepat tanggap dengan apa yang
sedang terjadi, tidak tahu harus berbuat apa di saat sedang menghadapi masalah yang
ada saat itu dan anak cenderung mengikuti apa yang diinginkan atau dikatakan oleh
orang tua. Hal ini menjadikan anak tidak kreatif dan anak akan menunggu aba-aba
dari orang tuanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (1993) bahwa
lingkungan orang tua yang khawatir, mengawasi, menuntut kepatuhan, bersikap over
protective, serta banyak melontarkan kritik kepada anak dan jarang memuji hasil
kreativitas anak merupakan lingkungan yang menghambat kreativitas anak.
Kreativitas anak tidak harus dimiliki atau lahir dari genital semata, namun bisa lahir
dalam keseharian. Hal ini menunjukkan bahwa dunia anak-anak dapat menjadi dunia
penuh kreativitas.
Anak yang kreatif dapat menciptakan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini karena kreativitas tidak muncul secara tiba-
tiba, selain itu kreativitas merupakan hasil dan bagian dari proses belajar yang
berlangsung lama. Seperti proses belajar lainnya, berkembangnya kreativitas anak
sangat bergantung pada kesempatan yang diberikan lingkungannya. Orang tua yang
mendidik anaknya dengan cara membiarkan anaknya berbuat sesuka hatinya untuk
selama yang dilakukan anaknya tidak melanggar tata susila maka anak akan senang
dapat menciptakan kreasi-kreasi yang bermanfaat dan berharga, tetapi bila anak tidak
diperbolehkan melakukan sesuatu tanpa ijin dari orang tua maka anak tidak akan
berani melakukan sesuatu hal yang berguna sehingga anak tidak dapat berkreasi
sesuai dengan angan-angannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas, antara lain yaitu faktor
lingkungan. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Munandar (1993),
faktor lingkungan misalnya keluarga, dalam hal ini pola asuh orangtua. Ditambahkan
oleh Lestari (2002) orangtua mempunyai peran penting dalam pembentukan watak
dan kepribadian anak. Oleh karena itu Seorang anak selalu menginginkan adanya
kesempatan yang banyak untuk memperoleh pengaruh, tuntunan, bimbingan untuk
membentuk kepribadiannya .
Chaplin (2000) mengatakan bahwa over protective berarti kecenderungan di
pihak orang tua untuk melindungi anaknya secara berlebihan dari gangguan, baik
bahaya fisik maupun psikologis sehingga anak gagal mencapai kebebasannya.
Mappiare (1982) berpendapat bahwa orang tua yang terlalu melindungi (over
protective) dan memanjakan anaknya akan menjadikan anak-anaknya tidak dapat
mengurusi keperluannya sendiri, membuat rencana, menyusun alternatif, mengambil
keputusan sendiri serta tidak dapat bertanggung jawab terhadap keputusannya sendiri.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa perlakuan orang tua terhadap anaknya
mempengaruhi bagaimana anak itu memandang, menilai dan juga mempengaruhi
sikap anak terhadap orang tua dan mempengaruhi kualitas hubungan yang
berkembang antara mereka. Seorang anak yang dididik dengan cara over protective
maka anak akan merasa bahwa ruang lingkupnya terbatasi, terkekang, tidak boleh
mengambil keputusan sendiri, tidak diberi kesempatan mengekspresikan atau
memimpin serta berinisiatif dalam mengatur diri dan tidak dapat bertanggungjawab
terhadap keputusannya. Sikap orang tua yang dipersepsikan over protective
kemungkinan akan menyebabkan anak kurang dapat mempersepsikan diri memahami
masa dewasa.
Sikap over protective atau terlalu melindungi dan memanjakan anak
merupakan bentuk baru penganiayaan terhadap anak. Sedangkan orang tua pada
jaman sekarang ini memberikan kepada anaknya apa saja yang mereka inginkan
tetapi tidak pernah memberikan rasa tanggung jawab yang lebih kepada anak
tersebut. Anak dengan orang tua yang over protective tidak akan merasa takut oleh
anggapan “jangan atau tidak” dari orang tuanya, karena anak tahu bahwa orang
tuanya sering mengalah dan menuruti apa yang yang mereka inginkan. Gunarsa
(1995) mengatakan bahwa over protective atau terlalu memanjakan dan melindungi
anak adalah bentuk baru penganiayaan anak.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengemukakan pertanyaan penelitian
“apakah ada hubungan antara sikap over protective orang tua dengan kreativitas anak
Polri ?”. Sehingga dari pertanyaan penelitian yang dikemukan, maka penulis
mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara Sikap Over Protective Orang
Tua dengan Kreativitas Anak Polri”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Ada tidaknya hubungan antara sikap over protective orang tua dengan kreativitas
anak Polri.
2. Seberapa besar peranan sikap over protective orang tua terhadap kreativitas anak
Polri.
3. Sejauhmana kondisi sikap over protective orang tua.
4. Sejauhmana kondisi kreativitas anak Polri
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan keluarga sangat penting guna membangun pembentukan kepribadian
dan sikap sosial seorang anak dalam pertumbuhannya. Seorang anak akan memiliki
kepribadian yang baik dapat diketahui dari sejauh mana seorang anak tersebut
bertingkah laku dan memperoleh bimbingan dari orang tua semasa anak mengalami
pertumbuhannya. Untuk itulah peran orang tua dalam memberikan bimbingan moral
dan norma sangat penting bagi pembentukan kepribadian dan sikap sosial seorang
anak. Orang tua adalah pendidik pertama yang melakukan komunikasi awal dengan
anak. Orang tua juga berkewajiban untuk bisa menciptakan suasana yang mendukung
bagi perkembangan anak. Anak merupakan individu yang sedang tumbuh untuk
memasuki dunia sekolah. Masa anak usia sekolah dasar yaitu usia 6 – 12 tahun. Masa
sekolah dasar sering disebut masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Masa
keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa
sebelum dan sesudahnya (Gunarsa, 1995).
Keluarga adalah bagian dari kepribadian manusia sejak dilahirkan, pengaruh
orang-orang sekitar dalam sekali bekasnya pada anak. Keluarga yang penuh rasa cinta
menyebabkan anak menjadi anggota keluarga yang merasa tentram tinggal di rumah.
Sebaliknya bila keadaan keluarga tidak stabil dan orang tua terlalu mengekang
ataupun terlalu mengawasi pergaulan anak dengan berlebihan, maka anak tidak akan
senang di rumah, sehingga memungkinkan anak mencari kepuasan di luar rumah
(Dagun, 1991).
Keluarga Polri dalam hal ini orang tua yang mempunyai pekerjaan sebagai
anggota Polri, biasanya mendidik anak dengan sikap kedisiplinan yang keras,
sebagaimana dilakukan dalam kesehari-harian sebagai anggota Polri. Anak selalu
diarahkan dan dituntut untuk menjadi orang yang diharapkan nantinya bisa menjadi
seperti orang tuanya.
Polri adalah kepolisian yang tugasnya mengamankan masyarakat dari
kejahatan yang selama ini kian merajalela. Tugas polisi tidaklah ringan, semua
anggota polisi sebelum terjun langsung ke masyarakat diwajibkan mengikuti latihan-
latihan yang sangat keras dan displin agar setelah terjun sudah terlatih dengan baik
bagaimana caranya mengatasi masalah yang sesulit apapun, selain itu seorang
anggota polisi juga harus tangkas dalam menangani semua masalah yang ada.
Kebiasaan-kebiasaan ini membuat orang tua yang berprofesi sebagai anggota Polri
mendidik anaknya dengan pola didik yang terlalu mengontrol setiap kegiatan anak,
selalu membantu bila anak sedang mengalami kesulitan dan selalu melindungi
anaknya dari segala ancaman. Ini semua dilakukan agar anaknya tidak tidak
mendapatkan kesulitan apapun.
Pada kenyataannya, tidak semua anak menjadi seperti apa yang diharapkan
oleh orang tuanya. Biasanya anak yang dididik dengan pola asuh yang ketat (over
protective) cenderung menjadi orang yang tidak cepat tanggap dengan apa yang
sedang terjadi, tidak tahu harus berbuat apa di saat sedang menghadapi masalah yang
ada saat itu dan anak cenderung mengikuti apa yang diinginkan atau dikatakan oleh
orang tua. Hal ini menjadikan anak tidak kreatif dan anak akan menunggu aba-aba
dari orang tuanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (1993) bahwa
lingkungan orang tua yang khawatir, mengawasi, menuntut kepatuhan, bersikap over
protective, serta banyak melontarkan kritik kepada anak dan jarang memuji hasil
kreativitas anak merupakan lingkungan yang menghambat kreativitas anak.
Kreativitas anak tidak harus dimiliki atau lahir dari genital semata, namun bisa lahir
dalam keseharian. Hal ini menunjukkan bahwa dunia anak-anak dapat menjadi dunia
penuh kreativitas.
Anak yang kreatif dapat menciptakan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini karena kreativitas tidak muncul secara tiba-
tiba, selain itu kreativitas merupakan hasil dan bagian dari proses belajar yang
berlangsung lama. Seperti proses belajar lainnya, berkembangnya kreativitas anak
sangat bergantung pada kesempatan yang diberikan lingkungannya. Orang tua yang
mendidik anaknya dengan cara membiarkan anaknya berbuat sesuka hatinya untuk
selama yang dilakukan anaknya tidak melanggar tata susila maka anak akan senang
dapat menciptakan kreasi-kreasi yang bermanfaat dan berharga, tetapi bila anak tidak
diperbolehkan melakukan sesuatu tanpa ijin dari orang tua maka anak tidak akan
berani melakukan sesuatu hal yang berguna sehingga anak tidak dapat berkreasi
sesuai dengan angan-angannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas, antara lain yaitu faktor
lingkungan. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Munandar (1993),
faktor lingkungan misalnya keluarga, dalam hal ini pola asuh orangtua. Ditambahkan
oleh Lestari (2002) orangtua mempunyai peran penting dalam pembentukan watak
dan kepribadian anak. Oleh karena itu Seorang anak selalu menginginkan adanya
kesempatan yang banyak untuk memperoleh pengaruh, tuntunan, bimbingan untuk
membentuk kepribadiannya .
Chaplin (2000) mengatakan bahwa over protective berarti kecenderungan di
pihak orang tua untuk melindungi anaknya secara berlebihan dari gangguan, baik
bahaya fisik maupun psikologis sehingga anak gagal mencapai kebebasannya.
Mappiare (1982) berpendapat bahwa orang tua yang terlalu melindungi (over
protective) dan memanjakan anaknya akan menjadikan anak-anaknya tidak dapat
mengurusi keperluannya sendiri, membuat rencana, menyusun alternatif, mengambil
keputusan sendiri serta tidak dapat bertanggung jawab terhadap keputusannya sendiri.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa perlakuan orang tua terhadap anaknya
mempengaruhi bagaimana anak itu memandang, menilai dan juga mempengaruhi
sikap anak terhadap orang tua dan mempengaruhi kualitas hubungan yang
berkembang antara mereka. Seorang anak yang dididik dengan cara over protective
maka anak akan merasa bahwa ruang lingkupnya terbatasi, terkekang, tidak boleh
mengambil keputusan sendiri, tidak diberi kesempatan mengekspresikan atau
memimpin serta berinisiatif dalam mengatur diri dan tidak dapat bertanggungjawab
terhadap keputusannya. Sikap orang tua yang dipersepsikan over protective
kemungkinan akan menyebabkan anak kurang dapat mempersepsikan diri memahami
masa dewasa.
Sikap over protective atau terlalu melindungi dan memanjakan anak
merupakan bentuk baru penganiayaan terhadap anak. Sedangkan orang tua pada
jaman sekarang ini memberikan kepada anaknya apa saja yang mereka inginkan
tetapi tidak pernah memberikan rasa tanggung jawab yang lebih kepada anak
tersebut. Anak dengan orang tua yang over protective tidak akan merasa takut oleh
anggapan “jangan atau tidak” dari orang tuanya, karena anak tahu bahwa orang
tuanya sering mengalah dan menuruti apa yang yang mereka inginkan. Gunarsa
(1995) mengatakan bahwa over protective atau terlalu memanjakan dan melindungi
anak adalah bentuk baru penganiayaan anak.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengemukakan pertanyaan penelitian
“apakah ada hubungan antara sikap over protective orang tua dengan kreativitas anak
Polri ?”. Sehingga dari pertanyaan penelitian yang dikemukan, maka penulis
mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara Sikap Over Protective Orang
Tua dengan Kreativitas Anak Polri”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Ada tidaknya hubungan antara sikap over protective orang tua dengan kreativitas
anak Polri.
2. Seberapa besar peranan sikap over protective orang tua terhadap kreativitas anak
Polri.
3. Sejauhmana kondisi sikap over protective orang tua.
4. Sejauhmana kondisi kreativitas anak Polri
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :