BAB I
PENDAHULUAN
A. Permasalahan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan kedisiplinan untuk
mengerjakan suatu kegiatan proses belajar. Disiplin mendorong individu untuk
berbuat atau menjalankan suatu peraturan yang ada atau lingkungannya. Pada
dasarnya kedisiplinan merupakan suatu sikap, tingkah laku yang sesuai dengan
peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (Nitisemito, 1984).
Cara belajar yang baik adalah suatu kecakapan yang dapat dimiliki oleh setiap
siswa dengan jalan latihan (Liang Gie, 1986). Tetapi keteraturan dan disiplin harus
ditanam dan dipertimbangkan dengan penuh kemauan dan kesungguhan barulah dapat
dimiliki oleh seorang siswa. Membaca atau mempelajari pengetahuan mengenai cara
belajar yang baik tidak sukar tetapi mengusahakan agar kecakapan itu benar-benar
dimiliki, hal ini meminta kesungguhan. Kecakapan harus dipergunakan sehari-hari
oleh seorang siswa dalam usaha belajarnya, sehingga menjadi kebiasaan yang melekat
pada dirinya. Kalau cara belajar yang baik telah menjadi kebiasaan, maka tidak ada
lagi resep-resep yang harus diperhatikan sewaktu belajar. Demikian pula unsur
disiplin dalam belajar tidak akan terasa lagi sebagai beban yang berat.
Pada umumnya fenomena yang muncul di masyarakat adalah sebaliknya, sifat
bermalas-malasan dalam belajar, keinginan mencari mudahnya saja (mencontek
dalam test yang diberikan oleh guru), ketidaksediaan untuk bersusah payah untuk
memusatkan pikiran, kebiasaan untuk melamun atau kurang konsentrasi. Kurangnya
minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu yang dipelajari atau rasa tidak suka
siswa terhadap guru yang mengajar, mengakibatkan siswa sering membolos atau
meninggalkan jam-jam pelajaran tersebut. Juga gangguan-gangguan lain misalnya,
anak tersebut atau siswa tersebut sebenarnya akan mengikuti mata pelajaran
disekolah. Tetapi karena selalu didorong atau dibujuk oleh temannya, bisa juga
melihat temannya membolos maka siswa tersebut berani untuk meninggalkan
pelajaran sekolah (Liang Gie, 1986).
Hal-hal tersebut di atas merupakan gangguan-gangguan yang selalu
menghinggapi kebanyakan siswa. Gangguan itu hanya bisa diatasi kalau siswa
mempunyai disiplin. Belajar setiap hari secara teratur hanya mungkin dijalankan
kalau seorang siswa mempunyai rencana untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.
Godaan-godaan yang bermaksud menangguhkan usaha belajar sampai dekat ujian,
hanya dapat dihalaunya kalau ia atau siswa mendisiplinkan dirinya sendiri. Disiplin
akan menciptakan keamanan secara teratur (Liang Gie, 1986).
Memiliki kebiasaan belajar yang tinggi selalu memberikan hasil yang sangat
memuaskan. Pelajaran yang sedang dipelajari dapat dimengerti dan dikuasai denagn
sempurna. Tidak ada lagi perasaan tertekan dalam diri seorang siswa karena setiap
hari harus bekerja keras menghafal setiap mata pelajaran. Bahkan di dalam hatinya
akan berkobar kegembiraan makin giat (Liang Gie, 1986).
Kebasaan baik yang telah dimiliki itu akan tetap memberikan faedah pada
semua usahanya. Dalam usaha belajarpun, kedisiplinan akan tetap merupakan kunci
untuk memperoleh hasil yang baik atau sebuah prestasi belajar yang memuaskan
(Liang Gie, 1986).
Disiplin berarti latihan batin atau dicetak dengan maksud supaya segala
perbuatannya selalu mentaati tata tertib (Poerwadarminto, 1984). Hal ini sesuai
dengan pendapat Moekijat (1985), bahwa disiplin berarti latihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohaniaan serta pengembangan tabiat. Disiplin berarti tindakan yang
mengandung suatu ketaatan terhadap peraturan (Meichati, 1981). Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan belajar adalah suatu dorongan untuk mentaati,
tunduk pada peraturan yang berlaku serta didorong kesabaran untuk menunaikan
tugas dan kewajiban dalam belajar.
Penerapan kedisiplinan harus dilakukan secara tegas dan konsisten dengan
dasar bahwa hukuman dikenakan pada perasaaan yang melanggar peraturan (Gunarsa
dalam Sumanta, 1988). Tujuan menanamkan kedisiplinan pada anak adalah anak atau
siswa agar belajar menguasai dirinya dan memberi kebebasan dalam lingkungannya
yang sama.
Disiplin belajar merupakan faktor positif bagi perkembangan siswa atau anak
kearah pola pikir dan perilaku yang dapat diterima sekolah. Menyadari adanya
perbedaan tingkat kemauan kognitif (Halmowitz dan Halmowitz dalam Mustafa,
1999). Misalnya dalam satu sekolah pada kelas satu, setiap kelasnya terdapat anak
yang pandai, cukup pandai, dan kurang pandai. Dan pada kelas dua nantinya akan
dipisah antara anak yang pandai sendiri, cukup pandai sendiri, dan kurang pandai
sendiri dan siswa-siswa tersebut dalam kelas tersendiri. Perlakuan tersebut diperlukan
dengan alasan untuk melihat sampai dimana usaha belajar mereka dan perlakuan–
perlakuan yang bagaimana seharusnya diberikan. Untuk anak yang cukup pandai dulu
memberikan keterangan sedikit, lalu guru memberi tugas kepada anak untuk
menyelesaikan tugas tersebut dan nanti guru tinggal mengoreksi, sedangkan untuk
anak yang cukup pandai guru menerangkan pelajaran lalu memberikan soal atau tugas
dan memberikan sedikit bantuan bimbingan dalam mngerjakan tugas lalu guru
mngoreksi hasil dari tugas tersebut. Sedangkan untuk anak yang kurang pandai guru
memberikan keterangan lalu membimbing dan mendampingi murid atau siswa dalam
mengerjakan tugas dan mengoreksi hasil tugas tersebut. Pendekatan yang berorientasi
pada kasih sayang harus dipakai sebagai dasar untuk hubungan yang baik antara siswa
dengan pengajar atau guru (Suryabrata, 1990).
Disiplin belajar merupakan suatu hal yang esensial dalam upaya mencapai
tingkat prestasi belajar siswa. Siswa akan berdisiplin di sekolah jika siswa memiliki
kesadaran diri, bahwa peraturan atau tata tertib sekolah itu perlu, sehingga siswa
berusaha untuk mematuhinya, tetapi siswa yang berdisiplin karena faktor dari luar
misalnya faktor guru, ekonomi, sosial, pendidikan orang tua, dan juga faktor
pekerjaan orang tua. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
hubungan antara disiplin kedisiplinan belajar dengan latar belakang status pekerjaaan
orang tua (Liang Gie, 1986).
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang yang telah melakukan kerja
tertentu atau bekerja (As’ad dalam Handayani, 1981). Karena tujuan manusia bekerja
berbeda-beda dari sinilah kemudian timbul pada banyak pekerjaan. Walaupun
bermacam ragam pekerjaan yang disebabkan dari keragaman aktivitas manusia,
sebenarnya dorongan mereka adalah sama. Hal ini seperti yang dikemukakan Maslow
(dalam Handayani, 1981) dengan “Need Hierarchy Theory” yang menyatakan ada
lima tingkatan kebutuhan manusia yaitu psychological need (kebutuhan bersifat
biologis), safety need (kebutuhan rasa aman), social need (kebutuhan sosial), esteem
need (kebutuhan harga diri), dan need for actualization (kebutuhan untuk berbuat
lebih baik). Dengan demikian walaupun sebenarnya bermacam-macam pekerjaan
yang tersedia, keberangkatan para pekerja adalah dalam rangka usaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya tersebut.
Adanya pekerjaan orang tua yang bermacam-macam tersebut dapat
dikategorikan sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan terbentuknya
kedisiplinan belajar anak atau siswa. Contohnya anak dari orang tua yang
pekerjaannya sebagai pedagang anak tersebut cenderung belajar atas inisiatif sendiri
atau kemauan sendiri, maksudnya anak tersebut belajar tanpa dorongan orang tua. Hal
ini dikarenakan orang tua mereka cenderung tidak peduli apakah anak mereka belajar
atau tidak. Orang tua hanya ingin tahu bahwa anak mereka tidak nakal, kebutuhan
mereka terpenuhi tanpa memperdulikan apakah anak mereka belajar disiplin atau
belum. Sedangkan bagi orang tua yang pekerjaannya sebagai TNI yang sudah
mengetahui hidup itu harus disiplin dalam segala hal guna mencapai keteraturan
hidup, maka kedisiplinan juga diterapkan kepada anak mereka khususnya dalam hal
kedisiplinan belajar (Handayani, 1981).
Penelitian ini akan dibedakan pekerjaan pedagang dan TNI pengaruhnya
terhadap tingkat kedisiplinan belajar siswa. Alasan dipilihnya pekerjaan pedagang,
karena pedagang memiliki sifat khusus yaitu antara lain lincah bergaul (mengadakan
relasi dengan masyarakat), hemat dan cermat dalam perhitungan, sesuatu banyak
dihitung dengan untung dan rugi. Sedangkan pekerjaan orang tua yang TNI, juga
mempunyai sifat khusus antara lain, tunduk pada pimpinan, disiplin, dan berkemauan
keras.
Ciri atau sifat yang dimiliki oleh profesi pekerjaan tersebut di atas,
diperhitungkan akan mempengaruhi tingkah laku dan pembentukan sikap orang yang
memangkunya. Selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap sikap dan tingkah laku
anak-anaknya, termasuk di dalamnya masalah pembentukan kedisiplinan belajar.
Lestari (1984), peranan orang tua dalam pendidikan anak sangat besar bahkan
menjadi kunci keberhasilan anak belajar di sekolah. Orang tua dalam kedudukannya
sebagai orang di luar stuktur kepribadian anak merupakan faktor luar yang turut
memberikan stimulus dan menimbulkan respon yang tersengaja harus dilakukan oleh
anak dalam bentuk tingkah laku kedisiplinan khususnya disiplin belajar (Handayani,
1981). Maksud dari hal ini adalah tanpa adanya dorongan, bimbingan dan perhatian
dari orang tua dalam hal kedisiplinan belajar, maka cara belajar mereka akan tidak
teratur dan mengakibatkan prestasi belajar anak atau siswa akan tidak memuaskan
hasilnya. Begitu pula tentang pola asuh orang tua dalam menanamkan kedisiplinan
belajar sangat dipengaruhi pekerjaannya. Bagi pedagang yang rata-rata pendidikannya
antara SD sampai dengan SMU, yang setiap harinya selalu menjalin relasi dengan
orang lain atas dasar mencari keuntungan dengan orang lain tersebut, tentu besar
pengaruhnya orientasi pikir orangtua dalam pembentukan tingkah laku kedisiplinan
belajar anak-anaknya. Sedangkan yang berstatus pekerjaan TNI yang rata-rata
pendidikannya SLTP sampai dengan perguruan tinggi disiplin selalu menjadi cirri
setiap anggota TNI dalam tingkah lakunya sehari-hari. Pekerjaan sebagai angkatan
bersenjata sering dinamakan dengan istilah militer atau tentara. Di Indonesia bidang
gerak atau lapangan angkatan bersenjata dibedakan menjadi gerak : di bidang
angkatan darat, angkatan udara, angkatan laut, dan angkatan kepolisian (Nasution
dalam Handayani, 1981).
Dari tiap-tiap bidang tersebut mempunyai tanggungjawab sendiri-sendiri
sesuai dengan bidangnya. Karena sejak kelahirannya TNI mempunyai fungsi rangkap
yaitu sebagai kekuatan HANKAM dan fungsi sebagai kekuatan sosial, maka dengan
dua fungsi tersebut lebih dikenal dengan sebutan dwi fungsi ABRI yang sekarang
dikenal dengan TNI.
Nasution (dalam Handayani, 1981) menjelaskan TNI selain mempunyai tugas
pokok yang harus dijalankan antara lain ikut serta aktif mengamankan dan ikut
melaksanakan pembangunan Nasional, dan mempunyai dua kekuatan fungsi seperti
disebutkan di atas, sebenarnya memiliki predikat dan status yang harus dia
pertahankan yaitu sebagai warga negara, angota masyarakat dan sebagai pegawai.
Adapun tentang keprajuritan sebenarnya terumus pada dua hal yaitu seperti
dijelaskan Nasution (dalam Handayani, 1981) bahwa disiplin dan kepemimpinan
berdasarkan tri setia yaitu setia pada Tuhan, setia pada rakyat dan setia pada negara.
Menurut Handayani (1981), disiplin selalu menjadi ciri setiap anggota TNI
dalam tingkah lakunya sehari-hari. Bahkan disiplin itu yang dilihat oleh masyarakat
pada umumnya sebagai yang menonjol bagi setiap anggota TNI dan merupakan
pembeda TNI dengan status pekerjaan lain yang ada di masyarakat. TNI yang lebih
menonjol dalam hal-hal disiplin dan tunduk pada atasan yang biasanya hal ini akan
berpengaruh bagaimana orang tua memberikan pengaruh terhadap tingkah laku
kedisiplinan dalam belajar.
Sering terdapat kesulitan dalam penanganan bimbingan belajar terhadap anak
atau siswa yang disebabkan karena masalah kedisiplinan belajar, yang menyangkut
tentang latar belakang orang tua siswa khususnya status pekerjaan orang tua. Dengan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sumbangan pemecahan
terhadap masalah kedisiplinan belajar tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil permasalahan sebagai berikut :
apakah ada perbedaan tingkat kedisiplinan belajar ditinjau dari status pekerjaan orang
tua yang bekerja sebagai TNI dengan pedagang.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kedisiplinan belajar anak dalam beberapa status pekerjaan orang tua.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat secara teoritis maupun praktis.
PENDAHULUAN
A. Permasalahan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan kedisiplinan untuk
mengerjakan suatu kegiatan proses belajar. Disiplin mendorong individu untuk
berbuat atau menjalankan suatu peraturan yang ada atau lingkungannya. Pada
dasarnya kedisiplinan merupakan suatu sikap, tingkah laku yang sesuai dengan
peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (Nitisemito, 1984).
Cara belajar yang baik adalah suatu kecakapan yang dapat dimiliki oleh setiap
siswa dengan jalan latihan (Liang Gie, 1986). Tetapi keteraturan dan disiplin harus
ditanam dan dipertimbangkan dengan penuh kemauan dan kesungguhan barulah dapat
dimiliki oleh seorang siswa. Membaca atau mempelajari pengetahuan mengenai cara
belajar yang baik tidak sukar tetapi mengusahakan agar kecakapan itu benar-benar
dimiliki, hal ini meminta kesungguhan. Kecakapan harus dipergunakan sehari-hari
oleh seorang siswa dalam usaha belajarnya, sehingga menjadi kebiasaan yang melekat
pada dirinya. Kalau cara belajar yang baik telah menjadi kebiasaan, maka tidak ada
lagi resep-resep yang harus diperhatikan sewaktu belajar. Demikian pula unsur
disiplin dalam belajar tidak akan terasa lagi sebagai beban yang berat.
Pada umumnya fenomena yang muncul di masyarakat adalah sebaliknya, sifat
bermalas-malasan dalam belajar, keinginan mencari mudahnya saja (mencontek
dalam test yang diberikan oleh guru), ketidaksediaan untuk bersusah payah untuk
memusatkan pikiran, kebiasaan untuk melamun atau kurang konsentrasi. Kurangnya
minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu yang dipelajari atau rasa tidak suka
siswa terhadap guru yang mengajar, mengakibatkan siswa sering membolos atau
meninggalkan jam-jam pelajaran tersebut. Juga gangguan-gangguan lain misalnya,
anak tersebut atau siswa tersebut sebenarnya akan mengikuti mata pelajaran
disekolah. Tetapi karena selalu didorong atau dibujuk oleh temannya, bisa juga
melihat temannya membolos maka siswa tersebut berani untuk meninggalkan
pelajaran sekolah (Liang Gie, 1986).
Hal-hal tersebut di atas merupakan gangguan-gangguan yang selalu
menghinggapi kebanyakan siswa. Gangguan itu hanya bisa diatasi kalau siswa
mempunyai disiplin. Belajar setiap hari secara teratur hanya mungkin dijalankan
kalau seorang siswa mempunyai rencana untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.
Godaan-godaan yang bermaksud menangguhkan usaha belajar sampai dekat ujian,
hanya dapat dihalaunya kalau ia atau siswa mendisiplinkan dirinya sendiri. Disiplin
akan menciptakan keamanan secara teratur (Liang Gie, 1986).
Memiliki kebiasaan belajar yang tinggi selalu memberikan hasil yang sangat
memuaskan. Pelajaran yang sedang dipelajari dapat dimengerti dan dikuasai denagn
sempurna. Tidak ada lagi perasaan tertekan dalam diri seorang siswa karena setiap
hari harus bekerja keras menghafal setiap mata pelajaran. Bahkan di dalam hatinya
akan berkobar kegembiraan makin giat (Liang Gie, 1986).
Kebasaan baik yang telah dimiliki itu akan tetap memberikan faedah pada
semua usahanya. Dalam usaha belajarpun, kedisiplinan akan tetap merupakan kunci
untuk memperoleh hasil yang baik atau sebuah prestasi belajar yang memuaskan
(Liang Gie, 1986).
Disiplin berarti latihan batin atau dicetak dengan maksud supaya segala
perbuatannya selalu mentaati tata tertib (Poerwadarminto, 1984). Hal ini sesuai
dengan pendapat Moekijat (1985), bahwa disiplin berarti latihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohaniaan serta pengembangan tabiat. Disiplin berarti tindakan yang
mengandung suatu ketaatan terhadap peraturan (Meichati, 1981). Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan belajar adalah suatu dorongan untuk mentaati,
tunduk pada peraturan yang berlaku serta didorong kesabaran untuk menunaikan
tugas dan kewajiban dalam belajar.
Penerapan kedisiplinan harus dilakukan secara tegas dan konsisten dengan
dasar bahwa hukuman dikenakan pada perasaaan yang melanggar peraturan (Gunarsa
dalam Sumanta, 1988). Tujuan menanamkan kedisiplinan pada anak adalah anak atau
siswa agar belajar menguasai dirinya dan memberi kebebasan dalam lingkungannya
yang sama.
Disiplin belajar merupakan faktor positif bagi perkembangan siswa atau anak
kearah pola pikir dan perilaku yang dapat diterima sekolah. Menyadari adanya
perbedaan tingkat kemauan kognitif (Halmowitz dan Halmowitz dalam Mustafa,
1999). Misalnya dalam satu sekolah pada kelas satu, setiap kelasnya terdapat anak
yang pandai, cukup pandai, dan kurang pandai. Dan pada kelas dua nantinya akan
dipisah antara anak yang pandai sendiri, cukup pandai sendiri, dan kurang pandai
sendiri dan siswa-siswa tersebut dalam kelas tersendiri. Perlakuan tersebut diperlukan
dengan alasan untuk melihat sampai dimana usaha belajar mereka dan perlakuan–
perlakuan yang bagaimana seharusnya diberikan. Untuk anak yang cukup pandai dulu
memberikan keterangan sedikit, lalu guru memberi tugas kepada anak untuk
menyelesaikan tugas tersebut dan nanti guru tinggal mengoreksi, sedangkan untuk
anak yang cukup pandai guru menerangkan pelajaran lalu memberikan soal atau tugas
dan memberikan sedikit bantuan bimbingan dalam mngerjakan tugas lalu guru
mngoreksi hasil dari tugas tersebut. Sedangkan untuk anak yang kurang pandai guru
memberikan keterangan lalu membimbing dan mendampingi murid atau siswa dalam
mengerjakan tugas dan mengoreksi hasil tugas tersebut. Pendekatan yang berorientasi
pada kasih sayang harus dipakai sebagai dasar untuk hubungan yang baik antara siswa
dengan pengajar atau guru (Suryabrata, 1990).
Disiplin belajar merupakan suatu hal yang esensial dalam upaya mencapai
tingkat prestasi belajar siswa. Siswa akan berdisiplin di sekolah jika siswa memiliki
kesadaran diri, bahwa peraturan atau tata tertib sekolah itu perlu, sehingga siswa
berusaha untuk mematuhinya, tetapi siswa yang berdisiplin karena faktor dari luar
misalnya faktor guru, ekonomi, sosial, pendidikan orang tua, dan juga faktor
pekerjaan orang tua. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
hubungan antara disiplin kedisiplinan belajar dengan latar belakang status pekerjaaan
orang tua (Liang Gie, 1986).
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang yang telah melakukan kerja
tertentu atau bekerja (As’ad dalam Handayani, 1981). Karena tujuan manusia bekerja
berbeda-beda dari sinilah kemudian timbul pada banyak pekerjaan. Walaupun
bermacam ragam pekerjaan yang disebabkan dari keragaman aktivitas manusia,
sebenarnya dorongan mereka adalah sama. Hal ini seperti yang dikemukakan Maslow
(dalam Handayani, 1981) dengan “Need Hierarchy Theory” yang menyatakan ada
lima tingkatan kebutuhan manusia yaitu psychological need (kebutuhan bersifat
biologis), safety need (kebutuhan rasa aman), social need (kebutuhan sosial), esteem
need (kebutuhan harga diri), dan need for actualization (kebutuhan untuk berbuat
lebih baik). Dengan demikian walaupun sebenarnya bermacam-macam pekerjaan
yang tersedia, keberangkatan para pekerja adalah dalam rangka usaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya tersebut.
Adanya pekerjaan orang tua yang bermacam-macam tersebut dapat
dikategorikan sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan terbentuknya
kedisiplinan belajar anak atau siswa. Contohnya anak dari orang tua yang
pekerjaannya sebagai pedagang anak tersebut cenderung belajar atas inisiatif sendiri
atau kemauan sendiri, maksudnya anak tersebut belajar tanpa dorongan orang tua. Hal
ini dikarenakan orang tua mereka cenderung tidak peduli apakah anak mereka belajar
atau tidak. Orang tua hanya ingin tahu bahwa anak mereka tidak nakal, kebutuhan
mereka terpenuhi tanpa memperdulikan apakah anak mereka belajar disiplin atau
belum. Sedangkan bagi orang tua yang pekerjaannya sebagai TNI yang sudah
mengetahui hidup itu harus disiplin dalam segala hal guna mencapai keteraturan
hidup, maka kedisiplinan juga diterapkan kepada anak mereka khususnya dalam hal
kedisiplinan belajar (Handayani, 1981).
Penelitian ini akan dibedakan pekerjaan pedagang dan TNI pengaruhnya
terhadap tingkat kedisiplinan belajar siswa. Alasan dipilihnya pekerjaan pedagang,
karena pedagang memiliki sifat khusus yaitu antara lain lincah bergaul (mengadakan
relasi dengan masyarakat), hemat dan cermat dalam perhitungan, sesuatu banyak
dihitung dengan untung dan rugi. Sedangkan pekerjaan orang tua yang TNI, juga
mempunyai sifat khusus antara lain, tunduk pada pimpinan, disiplin, dan berkemauan
keras.
Ciri atau sifat yang dimiliki oleh profesi pekerjaan tersebut di atas,
diperhitungkan akan mempengaruhi tingkah laku dan pembentukan sikap orang yang
memangkunya. Selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap sikap dan tingkah laku
anak-anaknya, termasuk di dalamnya masalah pembentukan kedisiplinan belajar.
Lestari (1984), peranan orang tua dalam pendidikan anak sangat besar bahkan
menjadi kunci keberhasilan anak belajar di sekolah. Orang tua dalam kedudukannya
sebagai orang di luar stuktur kepribadian anak merupakan faktor luar yang turut
memberikan stimulus dan menimbulkan respon yang tersengaja harus dilakukan oleh
anak dalam bentuk tingkah laku kedisiplinan khususnya disiplin belajar (Handayani,
1981). Maksud dari hal ini adalah tanpa adanya dorongan, bimbingan dan perhatian
dari orang tua dalam hal kedisiplinan belajar, maka cara belajar mereka akan tidak
teratur dan mengakibatkan prestasi belajar anak atau siswa akan tidak memuaskan
hasilnya. Begitu pula tentang pola asuh orang tua dalam menanamkan kedisiplinan
belajar sangat dipengaruhi pekerjaannya. Bagi pedagang yang rata-rata pendidikannya
antara SD sampai dengan SMU, yang setiap harinya selalu menjalin relasi dengan
orang lain atas dasar mencari keuntungan dengan orang lain tersebut, tentu besar
pengaruhnya orientasi pikir orangtua dalam pembentukan tingkah laku kedisiplinan
belajar anak-anaknya. Sedangkan yang berstatus pekerjaan TNI yang rata-rata
pendidikannya SLTP sampai dengan perguruan tinggi disiplin selalu menjadi cirri
setiap anggota TNI dalam tingkah lakunya sehari-hari. Pekerjaan sebagai angkatan
bersenjata sering dinamakan dengan istilah militer atau tentara. Di Indonesia bidang
gerak atau lapangan angkatan bersenjata dibedakan menjadi gerak : di bidang
angkatan darat, angkatan udara, angkatan laut, dan angkatan kepolisian (Nasution
dalam Handayani, 1981).
Dari tiap-tiap bidang tersebut mempunyai tanggungjawab sendiri-sendiri
sesuai dengan bidangnya. Karena sejak kelahirannya TNI mempunyai fungsi rangkap
yaitu sebagai kekuatan HANKAM dan fungsi sebagai kekuatan sosial, maka dengan
dua fungsi tersebut lebih dikenal dengan sebutan dwi fungsi ABRI yang sekarang
dikenal dengan TNI.
Nasution (dalam Handayani, 1981) menjelaskan TNI selain mempunyai tugas
pokok yang harus dijalankan antara lain ikut serta aktif mengamankan dan ikut
melaksanakan pembangunan Nasional, dan mempunyai dua kekuatan fungsi seperti
disebutkan di atas, sebenarnya memiliki predikat dan status yang harus dia
pertahankan yaitu sebagai warga negara, angota masyarakat dan sebagai pegawai.
Adapun tentang keprajuritan sebenarnya terumus pada dua hal yaitu seperti
dijelaskan Nasution (dalam Handayani, 1981) bahwa disiplin dan kepemimpinan
berdasarkan tri setia yaitu setia pada Tuhan, setia pada rakyat dan setia pada negara.
Menurut Handayani (1981), disiplin selalu menjadi ciri setiap anggota TNI
dalam tingkah lakunya sehari-hari. Bahkan disiplin itu yang dilihat oleh masyarakat
pada umumnya sebagai yang menonjol bagi setiap anggota TNI dan merupakan
pembeda TNI dengan status pekerjaan lain yang ada di masyarakat. TNI yang lebih
menonjol dalam hal-hal disiplin dan tunduk pada atasan yang biasanya hal ini akan
berpengaruh bagaimana orang tua memberikan pengaruh terhadap tingkah laku
kedisiplinan dalam belajar.
Sering terdapat kesulitan dalam penanganan bimbingan belajar terhadap anak
atau siswa yang disebabkan karena masalah kedisiplinan belajar, yang menyangkut
tentang latar belakang orang tua siswa khususnya status pekerjaan orang tua. Dengan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sumbangan pemecahan
terhadap masalah kedisiplinan belajar tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil permasalahan sebagai berikut :
apakah ada perbedaan tingkat kedisiplinan belajar ditinjau dari status pekerjaan orang
tua yang bekerja sebagai TNI dengan pedagang.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kedisiplinan belajar anak dalam beberapa status pekerjaan orang tua.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat secara teoritis maupun praktis.