BAB I
PENDAHULUAN
1
Di Indonesia bank yang mengalami kebangkrutan pada awalnya disebabkan
oleh krisis moneter. Seiring berjalannya krisis tersebut, industri perbankan juga
mengalami krisis kepercayaan yang mengakibatkan praktik-praktik perbankan yang
tidak jujur. Salah satunya adalah dengan memanipulasi laporan keuangan yang
disajikan kepada publik.
Walaupun hanya Bank Indonesia (BI) yang secara pasti mengetahui kondisi
suatu bank, namun dari laporan keuangan bank, masyarakat memperoleh informasi
secara menyeluruh dan dapat menilai kondisi suatu bank dengan panduan penilaian
kesehatan bank yang telah diatur oleh BI melalui Surat Edaran BI No.26/5/BPPP
tanggal 29 Mei 1993 dan Surat Keputusan BI No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April
1997.
Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan
kepercayaan masyarakat sehingga kesehatan bank perlu dipelihara. Pemeliharaan
kesehatan bank dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas, sehingga bank dapat
memenuhi kewajibannya. Ketika semua pihak menarik atau mencairkan
simpanannya sewaktu-waktu kesiapan untuk memenuhi kewajiban setiap saat
semakin penting, artinya mengingat peranan bank sebagai lembaga yang berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran.
Dalam pengelolaannya, bank dituntut untuk selalu senantiasa menjaga
keseimbangan antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dengan pencapaian
1
2
rentabilitas yang wajar dan pemenuhan modal yang memadai sesuai dengan jenis
investasinya. Sistem dan metode yang diterapkan harus dapat memacu produktivitas
nasabah sehingga pengelola bank mampu melihat ke depan dan ikut serta dalam
pengembangan ekonomi negaranya.
Untuk mengelola bank dengan baik dapat ditempuh dengan berbagai macam
cara, salah satu sarananya yaitu analisa terhadap laporan keuangan bank yang
bersangkutan untuk menilai prestasi yang telah dicapai dengan cara membandingkan
berbagai rasio (likuiditas, rentabilitas) dan mengadakan analisis komparatif selama
beberapa periode yang diinginkan. Analisis rasio keuangan bermanfaat untuk
mengetahui perkembangan perbankan dalam mengumpulkan dana dari masyarakat
yang disalurkan melalui kredit. Kemampuan bank dalam mengelola perkreditan
harus mempertimbangkan resiko kegagalan dan besarnya jaminan yang digunakan
untuk menutupi utang apabila terjadi kredit macet. Dengan analisa rasio akan
diperoleh gambaran mengenai baik atau buruknya kondisi bank.
Jadi dengan melakukan analisa hubungan dari berbagai pos-pos dalam suatu
laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar penilaian kondisi keuangan dari hasil
operasi (bank) kemudian dengan membandingkan laporan keuangan dari suatu
periode dengan periode sebelumnya, dapat diketahui perubahan-perubahan yang
terjadi dalam jumlah rupiah, prosentase, dan trend yang akan datang.
Namun pada saat sekarang, dunia usaha telah banyak menghadapi
ketidakpastian tentang trend yang akan datang. Deregulasi perbankan telah
menyebabkan kompetensi antar bank semakin ketat dan memacu sektor-sektor
perbankan agar bekerja lebih efektif dalam menginvestasikan dana dan
mengalokasikan modal usaha untuk terus meningkatkan pengelolaannya.
3
Laporan keuangan menjadi sangat penting karena mengandung informasi
yang penting bagi sejumlah pemakai untuk mengambil keputusan ekonomi terutama
bagi perusahaan yang telah go public dan memasuki pasar modal. Untuk itu laporan
keuangan yang telah diharapkan adalah yang mampu memberikan gambaran keadaan
perusahaan secara wajar. Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat juga perlu
menyampaikan laporan keuangan yang memberikan gambaran mengenai keadaan
bank secara wajar. Tanpa ada kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan juga
sebaliknya tanpa kepercayaan perbankan terhadap masyarakat, maka kegiatan
perbankan tidak akan berjalan dengan baik.
Pemeliharaan kesehatan bank menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait baik pemilik, pengelola bank, maupun pengguna jasa bank dan pengawas
bank, meskipun setiap bank di Indonesia selalu diawasi oleh BI dengan penilaian
yang menggunakan ukuran rasio keuangan model CAMEL yaitu Capital, Asset,
Management, Earnings, dan liquidity. Namun demikian masih terdapat beberapa
bank yang kinerjanya buruk sehingga harus dilikuidasi.
Berdasarkan ketentuan SK. DIR. BI No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April
1997 penilaian kesehatan bank diukur melalui faktor-faktor permodalan, kualitas
aktiva produktif, manajemen, earning, dan likuiditas, di mana penilaian kesehatan
tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor,
kemudian diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank
(permodalan sebesar 25%, KAP sebesar 30%, manajemen sebesar 25%, rentabilitas
sebesar 10%, dan likuiditas sebesar 10%) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0
sampai dengan 100. Sementara itu atas dasar nilai kredit dari faktor-faktor yang
dinilai, maka dapat diperoleh hasil penilaian tingkat kesehatan dengan menetapkan
empat golongan predikat tingkat kesehatan bank sebagai berikut:
1. Nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat sehat
2. Nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat cukup sehat
3. Nilai kredit 51 sampai dengan kurang dari 66 diberi predikat kurang sehat
4. Nilai kredit 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat tidak sehat
4
Penelitian Thomson (1991), menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank. Pengambilan sampel dengan logit regression yang
terdiri dari 1736 perusahaan tidak bangkrut dan 770 perusahaan bangkrut selama
periode 1984-1989. Thomson menyimpulkan bank akan bangkrut merupakan fungsi
dari variabel yang berkaitan dengan solvency termasuk rasio CAMEL yang
dimilikinya. Thomson juga menemukan rasio CAMEL sebagai proxy variabel.
Kondisi keuangan bank merupakan faktor signifikan yang berkaitan dengan
kemungkinan kebangkrutan bank untuk periode empat tahun sebelum bank bangkrut
(Zainudin dan Hartono, 1999:69).
Penelitian lain yang menggunakan rasio-rasio yang merefleksikan CAMEL
dilakukan juga oleh Whelen dan Thomson (1988). Data keuangan digunakan untuk
mengklasifikasikan bank bermasalah dan bank yang tidak bermasalah. Sampel terdiri
dari 50 perusahaan perbankan. Metode yang digunakan adalah logit regression dan
construct dari modal yang digunakan untuk memprediksi perubahan rating CAMEL
atau kondisi keuangan dari sampel bank. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rasio
keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank (Aryati dan Manao,
2002:140).
Di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL sesuai SE.BI
5
No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997. Sampel terdiri dari 26 bank yang
bangkrut dan 26 bank tidak bangkrut. Rasio CAMEL dikelompokkan menjadi kapital
(tujuh rasio), kualitas aktiva produktif (dua rasio), manajemen (sembilan rasio),
rentabilitas (lima rasio), likuiditas (lima rasio) dengan periode pengamatan 1993-
1997. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata rasio CAMEL bank tidak gagal lebih
besar dibandingkan rasio CAMEL bank yang gagal pada tahun-tahun sebelum
mengalami kegagalan maupun ketidakgagalan, selain itu rasio keuangan dapat
digunakan sebagai alat prediksi kegagalan suatu bank (Wilopo, 2001:188).
Selain dengan menggunakan model CAMEL untuk memprediksi
kebangkrutan suatu usaha dapat juga digunakan model Altman yang dikenal dengan
Z-Score model yaitu skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah
keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Formulanya adalah sebagai berikut (Wilopo, 2001:186):
Z-Score = 0,717WC/TA+0,847RE/TA+3,107EBIT/TA+0,420MVE/BVD+0,998 S/TA
Di mana:
PENDAHULUAN
1
Di Indonesia bank yang mengalami kebangkrutan pada awalnya disebabkan
oleh krisis moneter. Seiring berjalannya krisis tersebut, industri perbankan juga
mengalami krisis kepercayaan yang mengakibatkan praktik-praktik perbankan yang
tidak jujur. Salah satunya adalah dengan memanipulasi laporan keuangan yang
disajikan kepada publik.
Walaupun hanya Bank Indonesia (BI) yang secara pasti mengetahui kondisi
suatu bank, namun dari laporan keuangan bank, masyarakat memperoleh informasi
secara menyeluruh dan dapat menilai kondisi suatu bank dengan panduan penilaian
kesehatan bank yang telah diatur oleh BI melalui Surat Edaran BI No.26/5/BPPP
tanggal 29 Mei 1993 dan Surat Keputusan BI No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April
1997.
Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan
kepercayaan masyarakat sehingga kesehatan bank perlu dipelihara. Pemeliharaan
kesehatan bank dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas, sehingga bank dapat
memenuhi kewajibannya. Ketika semua pihak menarik atau mencairkan
simpanannya sewaktu-waktu kesiapan untuk memenuhi kewajiban setiap saat
semakin penting, artinya mengingat peranan bank sebagai lembaga yang berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran.
Dalam pengelolaannya, bank dituntut untuk selalu senantiasa menjaga
keseimbangan antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dengan pencapaian
1
2
rentabilitas yang wajar dan pemenuhan modal yang memadai sesuai dengan jenis
investasinya. Sistem dan metode yang diterapkan harus dapat memacu produktivitas
nasabah sehingga pengelola bank mampu melihat ke depan dan ikut serta dalam
pengembangan ekonomi negaranya.
Untuk mengelola bank dengan baik dapat ditempuh dengan berbagai macam
cara, salah satu sarananya yaitu analisa terhadap laporan keuangan bank yang
bersangkutan untuk menilai prestasi yang telah dicapai dengan cara membandingkan
berbagai rasio (likuiditas, rentabilitas) dan mengadakan analisis komparatif selama
beberapa periode yang diinginkan. Analisis rasio keuangan bermanfaat untuk
mengetahui perkembangan perbankan dalam mengumpulkan dana dari masyarakat
yang disalurkan melalui kredit. Kemampuan bank dalam mengelola perkreditan
harus mempertimbangkan resiko kegagalan dan besarnya jaminan yang digunakan
untuk menutupi utang apabila terjadi kredit macet. Dengan analisa rasio akan
diperoleh gambaran mengenai baik atau buruknya kondisi bank.
Jadi dengan melakukan analisa hubungan dari berbagai pos-pos dalam suatu
laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar penilaian kondisi keuangan dari hasil
operasi (bank) kemudian dengan membandingkan laporan keuangan dari suatu
periode dengan periode sebelumnya, dapat diketahui perubahan-perubahan yang
terjadi dalam jumlah rupiah, prosentase, dan trend yang akan datang.
Namun pada saat sekarang, dunia usaha telah banyak menghadapi
ketidakpastian tentang trend yang akan datang. Deregulasi perbankan telah
menyebabkan kompetensi antar bank semakin ketat dan memacu sektor-sektor
perbankan agar bekerja lebih efektif dalam menginvestasikan dana dan
mengalokasikan modal usaha untuk terus meningkatkan pengelolaannya.
3
Laporan keuangan menjadi sangat penting karena mengandung informasi
yang penting bagi sejumlah pemakai untuk mengambil keputusan ekonomi terutama
bagi perusahaan yang telah go public dan memasuki pasar modal. Untuk itu laporan
keuangan yang telah diharapkan adalah yang mampu memberikan gambaran keadaan
perusahaan secara wajar. Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat juga perlu
menyampaikan laporan keuangan yang memberikan gambaran mengenai keadaan
bank secara wajar. Tanpa ada kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan juga
sebaliknya tanpa kepercayaan perbankan terhadap masyarakat, maka kegiatan
perbankan tidak akan berjalan dengan baik.
Pemeliharaan kesehatan bank menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait baik pemilik, pengelola bank, maupun pengguna jasa bank dan pengawas
bank, meskipun setiap bank di Indonesia selalu diawasi oleh BI dengan penilaian
yang menggunakan ukuran rasio keuangan model CAMEL yaitu Capital, Asset,
Management, Earnings, dan liquidity. Namun demikian masih terdapat beberapa
bank yang kinerjanya buruk sehingga harus dilikuidasi.
Berdasarkan ketentuan SK. DIR. BI No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April
1997 penilaian kesehatan bank diukur melalui faktor-faktor permodalan, kualitas
aktiva produktif, manajemen, earning, dan likuiditas, di mana penilaian kesehatan
tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor,
kemudian diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank
(permodalan sebesar 25%, KAP sebesar 30%, manajemen sebesar 25%, rentabilitas
sebesar 10%, dan likuiditas sebesar 10%) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0
sampai dengan 100. Sementara itu atas dasar nilai kredit dari faktor-faktor yang
dinilai, maka dapat diperoleh hasil penilaian tingkat kesehatan dengan menetapkan
empat golongan predikat tingkat kesehatan bank sebagai berikut:
1. Nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat sehat
2. Nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat cukup sehat
3. Nilai kredit 51 sampai dengan kurang dari 66 diberi predikat kurang sehat
4. Nilai kredit 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat tidak sehat
4
Penelitian Thomson (1991), menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank. Pengambilan sampel dengan logit regression yang
terdiri dari 1736 perusahaan tidak bangkrut dan 770 perusahaan bangkrut selama
periode 1984-1989. Thomson menyimpulkan bank akan bangkrut merupakan fungsi
dari variabel yang berkaitan dengan solvency termasuk rasio CAMEL yang
dimilikinya. Thomson juga menemukan rasio CAMEL sebagai proxy variabel.
Kondisi keuangan bank merupakan faktor signifikan yang berkaitan dengan
kemungkinan kebangkrutan bank untuk periode empat tahun sebelum bank bangkrut
(Zainudin dan Hartono, 1999:69).
Penelitian lain yang menggunakan rasio-rasio yang merefleksikan CAMEL
dilakukan juga oleh Whelen dan Thomson (1988). Data keuangan digunakan untuk
mengklasifikasikan bank bermasalah dan bank yang tidak bermasalah. Sampel terdiri
dari 50 perusahaan perbankan. Metode yang digunakan adalah logit regression dan
construct dari modal yang digunakan untuk memprediksi perubahan rating CAMEL
atau kondisi keuangan dari sampel bank. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rasio
keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank (Aryati dan Manao,
2002:140).
Di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL sesuai SE.BI
5
No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997. Sampel terdiri dari 26 bank yang
bangkrut dan 26 bank tidak bangkrut. Rasio CAMEL dikelompokkan menjadi kapital
(tujuh rasio), kualitas aktiva produktif (dua rasio), manajemen (sembilan rasio),
rentabilitas (lima rasio), likuiditas (lima rasio) dengan periode pengamatan 1993-
1997. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata rasio CAMEL bank tidak gagal lebih
besar dibandingkan rasio CAMEL bank yang gagal pada tahun-tahun sebelum
mengalami kegagalan maupun ketidakgagalan, selain itu rasio keuangan dapat
digunakan sebagai alat prediksi kegagalan suatu bank (Wilopo, 2001:188).
Selain dengan menggunakan model CAMEL untuk memprediksi
kebangkrutan suatu usaha dapat juga digunakan model Altman yang dikenal dengan
Z-Score model yaitu skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah
keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Formulanya adalah sebagai berikut (Wilopo, 2001:186):
Z-Score = 0,717WC/TA+0,847RE/TA+3,107EBIT/TA+0,420MVE/BVD+0,998 S/TA
Di mana: