BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan
tahun 1997 yang lalu, banyak masalah dan penderitaan yang dialami bangsa
Indonesia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadikan melemahnya kinerja
perusahaan publik yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kesehatan
perusahaan dan dikhawatirkan mengalami kebangkrutan. Ada dua faktor yang
menjadikan melemahnya kinerja perusahaan, yaitu:
1. Produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan publik banyak menggunakan
bahan yang memiliki kandungan impor tinggi.
2. Sebagian besar perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta mempunyai utang luar
negeri dalam bentuk valuta asing. Kondisi ini tentu saja membuat para investor
dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress) yang bisa mengarah ke kebangkrutan.
Perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak
mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo, meskipun total aktiva
melebihi total kewajibannya. Menurut Bank Dunia (Dalam Tarmidi,1999: 3) ada
empat sebab utama yang membuat krisis kearah kebangkrutan, yaitu:
1. Akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga juli 1997.
Pada umumnya perusahaan mempunyai utang luar negeri dalam bentuk valuta
asing. Turunnya nilai rupiah mengakibatkan melambungnya jumlah utang
perusahaan tersebut setelah dikonversikan ke mata uang rupiah.
1
2. Kelemahan pada sistem perbankan yang ada di Indonesia.
3. Masalah pemerintahan, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan
mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan
keengganan donor untuk menawari bantuan financial dengan secepatnya.
4. Ketidakpastian politik menghadapi pemilihan umum. Bagi investor, kebangkrutan
akan mempunyai konsekuensi berkurangnya investasi atau bahkan hilangnya
investasi secara keseluruhan. Bagi kreditor, pernyataan bangkrut akan
mengakibatkan kerugian sebagai akibat hilangnya tagihan (pokok pinjaman
piutang beserta bunganya).
Dalam praktik dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit
untuk didefinisikan. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas
(jangka panjang), yang merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke
pernyataan kebangkrutan, yang merupakan kesulitan yang paling berat. Perhatikan
empat kategori semacam ini, yang ditunjukkan tabel 1.1 (Mamduh M.Hanafi dan
Abdul Halim, 2000: 263):
PENDAHULUAN
Seiring dengan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan
tahun 1997 yang lalu, banyak masalah dan penderitaan yang dialami bangsa
Indonesia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadikan melemahnya kinerja
perusahaan publik yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kesehatan
perusahaan dan dikhawatirkan mengalami kebangkrutan. Ada dua faktor yang
menjadikan melemahnya kinerja perusahaan, yaitu:
1. Produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan publik banyak menggunakan
bahan yang memiliki kandungan impor tinggi.
2. Sebagian besar perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta mempunyai utang luar
negeri dalam bentuk valuta asing. Kondisi ini tentu saja membuat para investor
dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress) yang bisa mengarah ke kebangkrutan.
Perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak
mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo, meskipun total aktiva
melebihi total kewajibannya. Menurut Bank Dunia (Dalam Tarmidi,1999: 3) ada
empat sebab utama yang membuat krisis kearah kebangkrutan, yaitu:
1. Akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga juli 1997.
Pada umumnya perusahaan mempunyai utang luar negeri dalam bentuk valuta
asing. Turunnya nilai rupiah mengakibatkan melambungnya jumlah utang
perusahaan tersebut setelah dikonversikan ke mata uang rupiah.
1
2. Kelemahan pada sistem perbankan yang ada di Indonesia.
3. Masalah pemerintahan, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan
mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan
keengganan donor untuk menawari bantuan financial dengan secepatnya.
4. Ketidakpastian politik menghadapi pemilihan umum. Bagi investor, kebangkrutan
akan mempunyai konsekuensi berkurangnya investasi atau bahkan hilangnya
investasi secara keseluruhan. Bagi kreditor, pernyataan bangkrut akan
mengakibatkan kerugian sebagai akibat hilangnya tagihan (pokok pinjaman
piutang beserta bunganya).
Dalam praktik dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit
untuk didefinisikan. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas
(jangka panjang), yang merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke
pernyataan kebangkrutan, yang merupakan kesulitan yang paling berat. Perhatikan
empat kategori semacam ini, yang ditunjukkan tabel 1.1 (Mamduh M.Hanafi dan
Abdul Halim, 2000: 263):