BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era persaingan pasar global dewasa ini, tuntutan konsumen atas
peningkatan kualitas produk dan jasa bertambah. Terjadi pula peningkatan
penawaran produk dan jasa dengan harga lebih bersaing dari negara dengan biaya
tenaga kerja rendah seperti halnya negara-negara di kawasan timur: China,
Vietnam, dan India (Dale, 2003:2)
Satu hal yang sangat berarti dalam meningkatkan kinerja menghadapi tantangan
persaingan tersebut adalah melalui perbaikan berkelanjutan pada aktivitas bisnis
yang terfokus pada konsumen, meliputi keseluruhan organisasi dan penekanan
pada fleksibilitas dan kualitas.
Oleh karena itu, kualitas dan pengelolaannya dikaitkan dengan perbaikan
berkelanjutan dilakukan oleh banyak perusahaan agar dapat mendorong
peningkatan pasar dan memenangkan persaingan. Perusahaan yang tidak
mengelola perubahan tersebut akan ketinggalan.
Sejalan dengan pergeseran paradigma organisasi dari ‘market oriented’ke
‘resources oriented’, maka salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan
adalah dengan membenahi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dalam
persaingan jangka panjang. Salah satu cara yang tepat adalah dengan
mengimplementasikan Total Quality Management (Muluk, 2003: 3).
Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam
menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui:
fokus pada kepuasan konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan
secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan organisasi (Krajewski, Lee, dan Ritzman (1999: 242).
Hasil upaya-upaya tersebut menjadikan organisasi mampu merespon
permintaan pasar atas kualitas produk, jasa dan proses yang telah dikembangkan
secara meluas selama dua dekade terakhir.
Feigenbaum (dalam Dale, 2003; 2) menggaris bawahi bahwa:
Total Quality is a major factor in the business revolution that has proven itself to
be one of the 20th century’s most powerful creators of sales and revenue growth,
genuinely good new jobs, and soundly based and sustainable business expansion.
Beberapa pakar kualitas mengakui dampak positif implementasi TQM,
diantaranya menurut Hardjosoedarmo (2004) TQM merupakan pendekatan yang
seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya,
menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya. Implementasi TQM
juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Pall
dalam Tunggal, 1993: 6 dan Gaspersz, 2005:3).
Secara empiris Implementasi TQM juga diakui sangat berarti dalam menciptakan
keunggulan perusahaan di seluruh dunia. Beberapa penelitian terdahulu telah
membuktikan bahwa implemetasi TQM secara efektif berpengaruh positif terhadap:
motivasi kerja karyawan (Bey, Nimran, dan Kertahadi, 1998); meningkatkan
kepuasan karyawan dan menurunkan minat untuk pindah kerja (Boselie dan Wiele,
2001); pengurangan biaya dan meningkatkan kinerja bisnis (Huarng dan Yao, 2002);
kinerja manajerial (Laily (2003); dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
(Sularso dan Murdijanto, 2004).
Agak berbeda dengan penelitian sebelumnya, temuan utama penelitian
Terziovski, Samson, dan Dow (2003) menyimpulkan bahwa sertifikasi ISO 9000
tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Hal ini
mendukung pandangan bahwa sertifikasi ISO 9000 sedikit atau tidak menjelaskan
kekuatan kinerja organisasi. Demikian pula dengan temuan Prajogo dan Brown
(2004) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja kualitas yang
signifikan antara organisasi yang menerapkan program TQM secara formal dengan
organisasi yang mengadopsi praktek TQM secara non formal, menunjukkan bahwa
adopsi praktek kualitas adalah hal yang lebih penting daripada sekedar program
formal.
Beberapa pakar berpendapat bahwa keberhasilan maupun kegagalan
implementasi TQM tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh faktor budaya (Kekale,
1999:1; Parncharoen, Girardi, dan Entrekin, 2005:597; Jabnoun dan Sedrani,
2005:8; Kujala dan Ullarank, 2004:1), karena TQM pada hakekatnya adalah program
perubahan organisasi yang memerlukan transformasi budaya organisasi, proses,
dan keyakinan (Parncharoen, Girardi, dan Entrekin, 2005).
Keterkaitan antara implementasi TQM dengan budaya dikemukakan oleh
Cortada (1993:180), Goetsch dan Davis dalam Tjiptono dan Anastasia (2003:75),
dan Hardjosoedarmo (2005:91), bahwa implementasi TQM dapat merubah orientasi
budaya suatu organisasi menuju budaya kualitas yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kompetensi organisasi. Menurut Metri (2005:65) dalam implementasi
TQM, budaya lebih berperan daripada yang lainnya, oleh karena itu budaya kualitas
dipertimbangkan sebagai salah satu hal yang terpenting sebagai indikator
keberhasilan implementasi TQM.
Budaya adalah ‘bagaimana pola pikir kita terhadap lingkungan untuk mencapai
keberhasilan’; Kecenderungan organisasi dalam berperikalu, identitas, pola
hubungan yang dinamis, realitas, atau kode genetik. (Schneider dalam Metri,
2005:65). Definisi budaya kualitas menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono dan
Anastasia (2003:75) adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus
menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi,
prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Litwin dan Stringer (1998),
Kekale (1999), Kujala dan Ullrank (2004) dan Srismith (2005) bahkan membuat
model iklim dan budaya kualitas yang tepat sebagai indikator keberhasilan TQM.
Penelitian yang mengkaitkan implementasi TQM dan budaya organisasi
menyimpulkan bahwa: TQM efektif mengembangkan elemen budaya kualitas dan
budaya tersebut menunjang keberhasilan perbaikan proses (Gore, 1999); dimensi
budaya dan implementasi TQM mempunyai kontribusi nyata dalam meningkatkan
kinerja kualitas dan kinerja bisnis (Jabnoun dan Sedrani, 2005); adanya interaksi
positif antara budaya dominan ‘Clan’, prinsip-prinsip TQM, sikap dan perilaku
komunikasi (Srismith, 2005); desain organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap keberhasilan implementasi TQM (Parncharoen, Girardi, dan Entrekin,
2005); dan gaya manajemen Achievement dan atau Support mendukung efektivitas
implementasi TQM (Sayeh, Dani, Swain, 2005).
Model implementasi TQM berasal dari negara Amerika Serikat (Western society)
dan banyak dikembangkan di negara-negara maju yang harus disesuaikan jika
diimplementasikan di negara lain, karena perbedaan struktur sosial, ekonomi, dan
pandangan hidup khususnya nilai-nilai budaya. Individu yang berasal dari negara
yang berbeda mempunyai perbedaan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap yang
dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Sedangkan hingga saat ini hanya sedikit
literatur tentang implementasi TQM di negara-negara Asia atau negara-negara
berkembang yang memadai sehingga belum dapat membuktikan apakah TQM yang
bekerja baik bagi perusahaan di suatu negara akan juga bekerja baik di negara lain
(Parncharoen, Girardi, and Entrekin, 2005:597).
Studi tentang implementasi TQM terutama jika dikaitkan dengan faktor budaya
organisasi di Indonesia dewasa ini juga masih terbatas, Oleh karena itu menarik
untuk diketahui apakah implementasi TQM mempunyai pengaruh signifikan
terhadap budaya kualitas sebagai bagian dari budaya organisasi (Kujala dan
Ullrank, 2004:48) jika dterapkan organisasi di Indonesia, mengingat karakteristik
budaya yang berbeda.
Persaingan dan perubahan yang menantang juga telah memacu dunia industri
Indonesia untuk bisa beradaptasi dengan mengembangkan program-program yang
dapat meningkatkan kompetensi mereka sehingga mampu bersaing dengan efektif.
Demikian pula PT. Hari Terang Industry, suatu industri manufaktur produsen baterai
dalam negeri (PMDN) telah lama mengimplementasikan TQM. Perusahaan juga
memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar ISO 9002:1994 sejak tahun
1996, diperbarui menjadi ISO 9001:2000 pada tahun 2003, dan Sistem Manajemen
Lingkungan sesuai Standar ISO 14001:2004 sejak tahun 2005.
Sistem Manajemen Mutu di PT. Hari Terang Industry diterapkan sejak awal
proses produksi, yaitu: penentuan supplier, seleksi yang ketat bahan baku dan
bahan penolong, dan proses monitoring pada setiap tahapan produksi sampai
proses akhir produksi. Perusahaan mengutamakan kepuasan konsumen dengan
memproduksi batu baterai berkualitas dengan harga terjangkau.
PT Hari Terang Industry juga menerapkan Safety Environmental Policy yang
ketat dengan tujuan untuk mencegah pencemaran udara, air, maupun tanah sesuai
dengan ambang batas kesehatan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk dapat diterima dengan baik oleh konsumen, baterai sebagai suatu produk
harus memenuhi kebutuhan konsumen seperti halnya: mutu yang prima, harga yang
kompetitif, citra produk yang tinggi, serta mencerminkan nilai etika yang tinggi dari
perusahaan pembuatnya.
Berdasarkan beberapa aspek kualitas tersebut, PT Hari Terang Industry
menerapkan falsafah dan prinsip bisnis operasional perusahaan sebagai berikut:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era persaingan pasar global dewasa ini, tuntutan konsumen atas
peningkatan kualitas produk dan jasa bertambah. Terjadi pula peningkatan
penawaran produk dan jasa dengan harga lebih bersaing dari negara dengan biaya
tenaga kerja rendah seperti halnya negara-negara di kawasan timur: China,
Vietnam, dan India (Dale, 2003:2)
Satu hal yang sangat berarti dalam meningkatkan kinerja menghadapi tantangan
persaingan tersebut adalah melalui perbaikan berkelanjutan pada aktivitas bisnis
yang terfokus pada konsumen, meliputi keseluruhan organisasi dan penekanan
pada fleksibilitas dan kualitas.
Oleh karena itu, kualitas dan pengelolaannya dikaitkan dengan perbaikan
berkelanjutan dilakukan oleh banyak perusahaan agar dapat mendorong
peningkatan pasar dan memenangkan persaingan. Perusahaan yang tidak
mengelola perubahan tersebut akan ketinggalan.
Sejalan dengan pergeseran paradigma organisasi dari ‘market oriented’ke
‘resources oriented’, maka salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan
adalah dengan membenahi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dalam
persaingan jangka panjang. Salah satu cara yang tepat adalah dengan
mengimplementasikan Total Quality Management (Muluk, 2003: 3).
Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam
menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui:
fokus pada kepuasan konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan
secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan organisasi (Krajewski, Lee, dan Ritzman (1999: 242).
Hasil upaya-upaya tersebut menjadikan organisasi mampu merespon
permintaan pasar atas kualitas produk, jasa dan proses yang telah dikembangkan
secara meluas selama dua dekade terakhir.
Feigenbaum (dalam Dale, 2003; 2) menggaris bawahi bahwa:
Total Quality is a major factor in the business revolution that has proven itself to
be one of the 20th century’s most powerful creators of sales and revenue growth,
genuinely good new jobs, and soundly based and sustainable business expansion.
Beberapa pakar kualitas mengakui dampak positif implementasi TQM,
diantaranya menurut Hardjosoedarmo (2004) TQM merupakan pendekatan yang
seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya,
menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya. Implementasi TQM
juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Pall
dalam Tunggal, 1993: 6 dan Gaspersz, 2005:3).
Secara empiris Implementasi TQM juga diakui sangat berarti dalam menciptakan
keunggulan perusahaan di seluruh dunia. Beberapa penelitian terdahulu telah
membuktikan bahwa implemetasi TQM secara efektif berpengaruh positif terhadap:
motivasi kerja karyawan (Bey, Nimran, dan Kertahadi, 1998); meningkatkan
kepuasan karyawan dan menurunkan minat untuk pindah kerja (Boselie dan Wiele,
2001); pengurangan biaya dan meningkatkan kinerja bisnis (Huarng dan Yao, 2002);
kinerja manajerial (Laily (2003); dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
(Sularso dan Murdijanto, 2004).
Agak berbeda dengan penelitian sebelumnya, temuan utama penelitian
Terziovski, Samson, dan Dow (2003) menyimpulkan bahwa sertifikasi ISO 9000
tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Hal ini
mendukung pandangan bahwa sertifikasi ISO 9000 sedikit atau tidak menjelaskan
kekuatan kinerja organisasi. Demikian pula dengan temuan Prajogo dan Brown
(2004) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja kualitas yang
signifikan antara organisasi yang menerapkan program TQM secara formal dengan
organisasi yang mengadopsi praktek TQM secara non formal, menunjukkan bahwa
adopsi praktek kualitas adalah hal yang lebih penting daripada sekedar program
formal.
Beberapa pakar berpendapat bahwa keberhasilan maupun kegagalan
implementasi TQM tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh faktor budaya (Kekale,
1999:1; Parncharoen, Girardi, dan Entrekin, 2005:597; Jabnoun dan Sedrani,
2005:8; Kujala dan Ullarank, 2004:1), karena TQM pada hakekatnya adalah program
perubahan organisasi yang memerlukan transformasi budaya organisasi, proses,
dan keyakinan (Parncharoen, Girardi, dan Entrekin, 2005).
Keterkaitan antara implementasi TQM dengan budaya dikemukakan oleh
Cortada (1993:180), Goetsch dan Davis dalam Tjiptono dan Anastasia (2003:75),
dan Hardjosoedarmo (2005:91), bahwa implementasi TQM dapat merubah orientasi
budaya suatu organisasi menuju budaya kualitas yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kompetensi organisasi. Menurut Metri (2005:65) dalam implementasi
TQM, budaya lebih berperan daripada yang lainnya, oleh karena itu budaya kualitas
dipertimbangkan sebagai salah satu hal yang terpenting sebagai indikator
keberhasilan implementasi TQM.
Budaya adalah ‘bagaimana pola pikir kita terhadap lingkungan untuk mencapai
keberhasilan’; Kecenderungan organisasi dalam berperikalu, identitas, pola
hubungan yang dinamis, realitas, atau kode genetik. (Schneider dalam Metri,
2005:65). Definisi budaya kualitas menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono dan
Anastasia (2003:75) adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus
menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi,
prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Litwin dan Stringer (1998),
Kekale (1999), Kujala dan Ullrank (2004) dan Srismith (2005) bahkan membuat
model iklim dan budaya kualitas yang tepat sebagai indikator keberhasilan TQM.
Penelitian yang mengkaitkan implementasi TQM dan budaya organisasi
menyimpulkan bahwa: TQM efektif mengembangkan elemen budaya kualitas dan
budaya tersebut menunjang keberhasilan perbaikan proses (Gore, 1999); dimensi
budaya dan implementasi TQM mempunyai kontribusi nyata dalam meningkatkan
kinerja kualitas dan kinerja bisnis (Jabnoun dan Sedrani, 2005); adanya interaksi
positif antara budaya dominan ‘Clan’, prinsip-prinsip TQM, sikap dan perilaku
komunikasi (Srismith, 2005); desain organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap keberhasilan implementasi TQM (Parncharoen, Girardi, dan Entrekin,
2005); dan gaya manajemen Achievement dan atau Support mendukung efektivitas
implementasi TQM (Sayeh, Dani, Swain, 2005).
Model implementasi TQM berasal dari negara Amerika Serikat (Western society)
dan banyak dikembangkan di negara-negara maju yang harus disesuaikan jika
diimplementasikan di negara lain, karena perbedaan struktur sosial, ekonomi, dan
pandangan hidup khususnya nilai-nilai budaya. Individu yang berasal dari negara
yang berbeda mempunyai perbedaan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap yang
dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Sedangkan hingga saat ini hanya sedikit
literatur tentang implementasi TQM di negara-negara Asia atau negara-negara
berkembang yang memadai sehingga belum dapat membuktikan apakah TQM yang
bekerja baik bagi perusahaan di suatu negara akan juga bekerja baik di negara lain
(Parncharoen, Girardi, and Entrekin, 2005:597).
Studi tentang implementasi TQM terutama jika dikaitkan dengan faktor budaya
organisasi di Indonesia dewasa ini juga masih terbatas, Oleh karena itu menarik
untuk diketahui apakah implementasi TQM mempunyai pengaruh signifikan
terhadap budaya kualitas sebagai bagian dari budaya organisasi (Kujala dan
Ullrank, 2004:48) jika dterapkan organisasi di Indonesia, mengingat karakteristik
budaya yang berbeda.
Persaingan dan perubahan yang menantang juga telah memacu dunia industri
Indonesia untuk bisa beradaptasi dengan mengembangkan program-program yang
dapat meningkatkan kompetensi mereka sehingga mampu bersaing dengan efektif.
Demikian pula PT. Hari Terang Industry, suatu industri manufaktur produsen baterai
dalam negeri (PMDN) telah lama mengimplementasikan TQM. Perusahaan juga
memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar ISO 9002:1994 sejak tahun
1996, diperbarui menjadi ISO 9001:2000 pada tahun 2003, dan Sistem Manajemen
Lingkungan sesuai Standar ISO 14001:2004 sejak tahun 2005.
Sistem Manajemen Mutu di PT. Hari Terang Industry diterapkan sejak awal
proses produksi, yaitu: penentuan supplier, seleksi yang ketat bahan baku dan
bahan penolong, dan proses monitoring pada setiap tahapan produksi sampai
proses akhir produksi. Perusahaan mengutamakan kepuasan konsumen dengan
memproduksi batu baterai berkualitas dengan harga terjangkau.
PT Hari Terang Industry juga menerapkan Safety Environmental Policy yang
ketat dengan tujuan untuk mencegah pencemaran udara, air, maupun tanah sesuai
dengan ambang batas kesehatan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk dapat diterima dengan baik oleh konsumen, baterai sebagai suatu produk
harus memenuhi kebutuhan konsumen seperti halnya: mutu yang prima, harga yang
kompetitif, citra produk yang tinggi, serta mencerminkan nilai etika yang tinggi dari
perusahaan pembuatnya.
Berdasarkan beberapa aspek kualitas tersebut, PT Hari Terang Industry
menerapkan falsafah dan prinsip bisnis operasional perusahaan sebagai berikut: