BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Pasar modal merupakan salah satu bentuk pasar keuangan, dimana
para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai
kelebihan dana (surplus fund) melakukan investasi dalam surat berharga
yang ditawarkan emiten. Selain itu juga pasar modal juga merupakan tempat
bagi perusahaan (entitas) membutuhkan dan menawarkan surat berrharga
dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas dipasar modal
sebagai emiten.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, sekarang ini sedang
melaksanakan pembangunan diberbagai bidang kehidupan. Untuk
pembangunan dibidang perekonomian, Indonesia membutuhkan modal
dalam jumlah yang sangat besar, sebanding dengan pertumbuhan yang
ditargetkan. Dalam hal ini perusahaan mempunyai andil yang cukup besar
sebagai sumber dan pengelola modal yang dibutuhkan tersebut.
Perusahaan yang membutuhkan dana dapat memperolehnya dari
dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari
dalam perusahaan biasanya dengan menggunakan laba yang ditahan,
sedangkan pendanaan dari luar perusahaan bisa berasal dari kreditur yang
berupa utang atau penerbitan obligasi, maupun pendanaan yang bersifat
penyertaan yang berbentuk saham (equity). Pendanaan dalam bentuk seperti
1
ini, umumnya dilakukan dengan menjual saham kepada masyarakat(go
public) melalui pasar modal.
Melalui pasar modal, dunia usaha diharapkan dapat memperoleh
sebagian atau bahkan seluruh pembiayaan jangka panjang yang
dibutuhkannya. Disamping itu, salah satu peran pasar modal adalah sebagai
sarana pemerataan hasil pembangunan melalui kepemilikan saham-saham
perusahaan oleh masyarakat luas.
Ini dibuktikan dengan keluarnya kebijakan pemerintah mengenai
peraturan pasar modal. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
45 tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan dibidang pasar modal dan
Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan
dibidang pasar modal untuk mendukung pengembangan investasi di
Indonesia.
Pemerintah selanjutnya mengeluarkan sebuah Undang-Undang
khusus, yaitu Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal yang
berlaku sejak 1 Januari 1996, antara lain :
1. Bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi
dunia dan wahana investasi bagi masyarakat.
2. Bahwa pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan
hukum yang kokoh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak
yang melakukan kegiaatan dipasar modal serta melindungi kepentingan
masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan.
2
Dari Undang –Undang No. 8 tahun 1995 tersebut pemerintah
mengharapkan pasar modal di Indonesia berkembang dengan pesat dan
dapat meningkatkan harga saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) maupun di Bursa Efek Surabaya (BES), sehingga
dapat mendukung penbangunan nasional.
Namun pasar modal Indonesia sejak akhir kuartal kedua 1997
mengalami tantangan yang cukup berat bersamaan dengan terguncangnya
sendi-sendi perekonomian Indonesia oleh hantaman krisis ekonomi yang
melanda hampir seluruh negara di kawasan Asia. Selama kira-kira setahun
masa krisis yang kita alami, mengakibatkan kondisi pasar modal begitu
terpuruk, terkoreksinya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kedua
bursa, penurunan laba yang dialami sebagian besar emiten, penurunan
aktivitas dan nilai transaksi, serta kesulitan finansial yang dialami beberapa
perusahaan efek dapat dikatakan sebagai konsekuensi lanjutan dari krisis
yang terjadi.
Setelah masa krisis, pasar modal mengalami perkembangan yang
cukup pesat, kegiatan go public di bursa efek dan aktivitas perdagangan
efek semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari 145 perusahaan menjadi
288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar
sebanyak 1.090,41 triliyun saham. Namun kondisi tersebut kembali
memburuk diakhir tahun 2000 hingga awal tahun 2001.
Goncangan ekonomi yang paling menonjol untuk tahun 1997 adalah
krisis moneter dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Pada bulan Agustus
3
1997 kurs rupiah terhadap Dollar AS sebesar Rp. 2.600 per Dollar AS.
Sementara pada bulan Desember 1997 kurs rupiah sudah menembus Rp.
6000 per Dollar AS.
Dengan kondisi perekonomian seperti sekarang ini, seorang investor akan
melakukan investasi dalam saham dengan mempertimbangkan berbagai faktor
yang akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Faktor-faktor tersebut seperti: suku bunga, nilai tukar valuta asing, dan inflasi.
Untuk menghasilkan keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan
para investor perlu melakukan peramalan terhadap perubahan pasar
modal.Dalam melakukan proses peramalan tersebut,investor perlu
menganalisis perubahan ekonomi makro yang sedang dan yang akan terjadi.
Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel ekonomi makro seperti
inflasi , tingkat suku bunga, dan kurs mata uang dipercayakan bias membantu
investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi dipasar modal. Fluktuasi
yang terjadi dipasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada
berbagai variabel ekonomi makro (Tandelilin,2001:211).
Inflasi berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor
produksi terutama harga bahan baku akan terus meningkat. Inflasi yang tinggi
jika tidak diikuti dengan penigkatan efisiensi terhadap biaya produksi akan
meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli masyarakat
melemah, yang akan menyebabkan harga produk semakin tidak kompetitif.
4
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika
peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat
dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun
Sementara itu untuk investor yang berasal luar negeri dia akan
menanamkan modalnya dengan melihat kurs mata uang negara tempat dia
menawarkan modalnya. Jika kurs mata uang suatu negara stabil, maka ia akan
menanamkan modalnya, karena resiko kegagalannnya rendah, begitu pula
sebaliknya.
Heru Heriyanto (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh kurs
mata uang asing terhadap harga saham sektor keuangan di Bursa Efek Jakarta
(BEJ), periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulan Oktober
sampai Nopember 2000. Kurs mata uang asing yang digunakan meliputi
Dollar AS, Deutsche Mark, Yen, Poundsterling, dan Dollar Singapura. Hasil
dari penelitian ini adalah secara serentak (Uji –F) kurs mata uang asing
berpengaruh terhadap harga saham sektor keuangan. Sedangkan hasil
penelitian secara parsial (Uji –t) kurs mata uang asing tidak berpengaruh
terhadap indek harga saham sektor keuangan.
Daryono Soebagyo dan Endah Heni (2003) telah melakukan penelitian
tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi indeks harga saham di
Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian mereka adalah IHSG
(sebagai variabel depeden ), jumlah uang beredar, suku bunga deposito, kurs
valuta asing, dan inflasi (sebagai variabel independen). Hasil penelitian
5
tersebut adalah variabel independen berpengaruh pada =0,05, kecuali untuk
kurs valuta asing.
Berdasarkan uraian diatas dan dari hasil penelitian sebelumnya, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan memperkecil cakupan
masalah, yaitu hanya pada kurs valuta asing (DollarAS), inflasi, dan tingkat
suku bunga sebagai variabel independen periode 3 tahun, yaitu 2002 sampai
2004. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
Sedangkan untuk variabel dependen dipakai Indek Harga Saham Sektor
Keuangan. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Kurs Valuta
Asing (Dollar AS), Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Indeks Harga
Saham Sektor Keuangan”.
B.PERUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang masalah yang dinyatakan diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh kurs
valuta asing (Dollar AS), Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Indeks
Harga Saham Sektor Keuangan ?”
C.PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah dalam penelitian ini meliputi pembatasan
masalah pada variabel penelitian dan bulan yang digunakan. Indeks harga
saham yang digunakan adalah indeks harga saham sektor keuangan tahunan
yang tercatat di BEJ untuk periode 2002 sampai 2004, sedangkan kurs valas
6
yang digunakan adalah kurs jual uang kertas asing yaitu Dollar AS. Sedang
tingkat suku bunga dan inflasi yang semuanya diperoleh dari Bank
Indonesia untuk periode tahun 2002 sampai 2004.
Alasan penulis memilih mata uang Dollar AS tersebut karena Dollar
AS merupakan mata uang utama di dunia. Sebagian besar mata uang di
dunia menggunakan Dollar AS sebagai acuan dalam menentukan nilai
tukarnya. Sedangkan inflasi dan tingkat suku bunga sangat berpengaruh
terhadap perekonomian Indonesia. Inflasi dan tingkat suku bunga antar
negara juga menentukan nilai tukar mata uang, dan ini akan brpengaruh
terhadap kegiatan perdagangan luar negeri. Dalam keadaan inflasi tinggi
suku bunga di dalam negeri harus dinaikkan untuk menekan terjadinya
pelarian modal ke luar negeri.
Sedangkan untuk indek harga saham penulis menggunakan indek
harga saham sektor keuangan.
D.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui atau mendapatkan bukti empiris. Bukti yang ingin didapat yaitu
tentang ada tidaknya pengaruh kurs valas (Dollar AS ), inflasi, dan tingkat
suku bunga terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan.
7
E.MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, yaitu:
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Pasar modal merupakan salah satu bentuk pasar keuangan, dimana
para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai
kelebihan dana (surplus fund) melakukan investasi dalam surat berharga
yang ditawarkan emiten. Selain itu juga pasar modal juga merupakan tempat
bagi perusahaan (entitas) membutuhkan dan menawarkan surat berrharga
dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas dipasar modal
sebagai emiten.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, sekarang ini sedang
melaksanakan pembangunan diberbagai bidang kehidupan. Untuk
pembangunan dibidang perekonomian, Indonesia membutuhkan modal
dalam jumlah yang sangat besar, sebanding dengan pertumbuhan yang
ditargetkan. Dalam hal ini perusahaan mempunyai andil yang cukup besar
sebagai sumber dan pengelola modal yang dibutuhkan tersebut.
Perusahaan yang membutuhkan dana dapat memperolehnya dari
dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari
dalam perusahaan biasanya dengan menggunakan laba yang ditahan,
sedangkan pendanaan dari luar perusahaan bisa berasal dari kreditur yang
berupa utang atau penerbitan obligasi, maupun pendanaan yang bersifat
penyertaan yang berbentuk saham (equity). Pendanaan dalam bentuk seperti
1
ini, umumnya dilakukan dengan menjual saham kepada masyarakat(go
public) melalui pasar modal.
Melalui pasar modal, dunia usaha diharapkan dapat memperoleh
sebagian atau bahkan seluruh pembiayaan jangka panjang yang
dibutuhkannya. Disamping itu, salah satu peran pasar modal adalah sebagai
sarana pemerataan hasil pembangunan melalui kepemilikan saham-saham
perusahaan oleh masyarakat luas.
Ini dibuktikan dengan keluarnya kebijakan pemerintah mengenai
peraturan pasar modal. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
45 tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan dibidang pasar modal dan
Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan
dibidang pasar modal untuk mendukung pengembangan investasi di
Indonesia.
Pemerintah selanjutnya mengeluarkan sebuah Undang-Undang
khusus, yaitu Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal yang
berlaku sejak 1 Januari 1996, antara lain :
1. Bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi
dunia dan wahana investasi bagi masyarakat.
2. Bahwa pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan
hukum yang kokoh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak
yang melakukan kegiaatan dipasar modal serta melindungi kepentingan
masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan.
2
Dari Undang –Undang No. 8 tahun 1995 tersebut pemerintah
mengharapkan pasar modal di Indonesia berkembang dengan pesat dan
dapat meningkatkan harga saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) maupun di Bursa Efek Surabaya (BES), sehingga
dapat mendukung penbangunan nasional.
Namun pasar modal Indonesia sejak akhir kuartal kedua 1997
mengalami tantangan yang cukup berat bersamaan dengan terguncangnya
sendi-sendi perekonomian Indonesia oleh hantaman krisis ekonomi yang
melanda hampir seluruh negara di kawasan Asia. Selama kira-kira setahun
masa krisis yang kita alami, mengakibatkan kondisi pasar modal begitu
terpuruk, terkoreksinya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kedua
bursa, penurunan laba yang dialami sebagian besar emiten, penurunan
aktivitas dan nilai transaksi, serta kesulitan finansial yang dialami beberapa
perusahaan efek dapat dikatakan sebagai konsekuensi lanjutan dari krisis
yang terjadi.
Setelah masa krisis, pasar modal mengalami perkembangan yang
cukup pesat, kegiatan go public di bursa efek dan aktivitas perdagangan
efek semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari 145 perusahaan menjadi
288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar
sebanyak 1.090,41 triliyun saham. Namun kondisi tersebut kembali
memburuk diakhir tahun 2000 hingga awal tahun 2001.
Goncangan ekonomi yang paling menonjol untuk tahun 1997 adalah
krisis moneter dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Pada bulan Agustus
3
1997 kurs rupiah terhadap Dollar AS sebesar Rp. 2.600 per Dollar AS.
Sementara pada bulan Desember 1997 kurs rupiah sudah menembus Rp.
6000 per Dollar AS.
Dengan kondisi perekonomian seperti sekarang ini, seorang investor akan
melakukan investasi dalam saham dengan mempertimbangkan berbagai faktor
yang akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Faktor-faktor tersebut seperti: suku bunga, nilai tukar valuta asing, dan inflasi.
Untuk menghasilkan keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan
para investor perlu melakukan peramalan terhadap perubahan pasar
modal.Dalam melakukan proses peramalan tersebut,investor perlu
menganalisis perubahan ekonomi makro yang sedang dan yang akan terjadi.
Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel ekonomi makro seperti
inflasi , tingkat suku bunga, dan kurs mata uang dipercayakan bias membantu
investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi dipasar modal. Fluktuasi
yang terjadi dipasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada
berbagai variabel ekonomi makro (Tandelilin,2001:211).
Inflasi berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor
produksi terutama harga bahan baku akan terus meningkat. Inflasi yang tinggi
jika tidak diikuti dengan penigkatan efisiensi terhadap biaya produksi akan
meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli masyarakat
melemah, yang akan menyebabkan harga produk semakin tidak kompetitif.
4
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika
peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat
dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun
Sementara itu untuk investor yang berasal luar negeri dia akan
menanamkan modalnya dengan melihat kurs mata uang negara tempat dia
menawarkan modalnya. Jika kurs mata uang suatu negara stabil, maka ia akan
menanamkan modalnya, karena resiko kegagalannnya rendah, begitu pula
sebaliknya.
Heru Heriyanto (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh kurs
mata uang asing terhadap harga saham sektor keuangan di Bursa Efek Jakarta
(BEJ), periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulan Oktober
sampai Nopember 2000. Kurs mata uang asing yang digunakan meliputi
Dollar AS, Deutsche Mark, Yen, Poundsterling, dan Dollar Singapura. Hasil
dari penelitian ini adalah secara serentak (Uji –F) kurs mata uang asing
berpengaruh terhadap harga saham sektor keuangan. Sedangkan hasil
penelitian secara parsial (Uji –t) kurs mata uang asing tidak berpengaruh
terhadap indek harga saham sektor keuangan.
Daryono Soebagyo dan Endah Heni (2003) telah melakukan penelitian
tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi indeks harga saham di
Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian mereka adalah IHSG
(sebagai variabel depeden ), jumlah uang beredar, suku bunga deposito, kurs
valuta asing, dan inflasi (sebagai variabel independen). Hasil penelitian
5
tersebut adalah variabel independen berpengaruh pada =0,05, kecuali untuk
kurs valuta asing.
Berdasarkan uraian diatas dan dari hasil penelitian sebelumnya, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan memperkecil cakupan
masalah, yaitu hanya pada kurs valuta asing (DollarAS), inflasi, dan tingkat
suku bunga sebagai variabel independen periode 3 tahun, yaitu 2002 sampai
2004. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
Sedangkan untuk variabel dependen dipakai Indek Harga Saham Sektor
Keuangan. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Kurs Valuta
Asing (Dollar AS), Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Indeks Harga
Saham Sektor Keuangan”.
B.PERUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang masalah yang dinyatakan diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh kurs
valuta asing (Dollar AS), Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Indeks
Harga Saham Sektor Keuangan ?”
C.PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah dalam penelitian ini meliputi pembatasan
masalah pada variabel penelitian dan bulan yang digunakan. Indeks harga
saham yang digunakan adalah indeks harga saham sektor keuangan tahunan
yang tercatat di BEJ untuk periode 2002 sampai 2004, sedangkan kurs valas
6
yang digunakan adalah kurs jual uang kertas asing yaitu Dollar AS. Sedang
tingkat suku bunga dan inflasi yang semuanya diperoleh dari Bank
Indonesia untuk periode tahun 2002 sampai 2004.
Alasan penulis memilih mata uang Dollar AS tersebut karena Dollar
AS merupakan mata uang utama di dunia. Sebagian besar mata uang di
dunia menggunakan Dollar AS sebagai acuan dalam menentukan nilai
tukarnya. Sedangkan inflasi dan tingkat suku bunga sangat berpengaruh
terhadap perekonomian Indonesia. Inflasi dan tingkat suku bunga antar
negara juga menentukan nilai tukar mata uang, dan ini akan brpengaruh
terhadap kegiatan perdagangan luar negeri. Dalam keadaan inflasi tinggi
suku bunga di dalam negeri harus dinaikkan untuk menekan terjadinya
pelarian modal ke luar negeri.
Sedangkan untuk indek harga saham penulis menggunakan indek
harga saham sektor keuangan.
D.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui atau mendapatkan bukti empiris. Bukti yang ingin didapat yaitu
tentang ada tidaknya pengaruh kurs valas (Dollar AS ), inflasi, dan tingkat
suku bunga terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan.
7
E.MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, yaitu: