BAB I
PENDAHULUAN
Semenjak krisis moneter melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998
terjadi pesimisme sebagian besar masyarakat terhadap masa depan
perekonomian Indonesia. Namun sesaaat kemudian muncul harapan dan
antusiasme baru terhadap kemungkinan ditetapkannya sistem ekonomi
syariah. Masyarakat menganggap bahwa penerapan ekonomi syariah
dipandang sebagai salah satu solusi dan resep mujarab bagi pulihnya
perekonomian nasional. Alasannya, bahwa sistem ekonomi syariah sangat
jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalistik yang selama ini dianut oleh
pemerintah. Jika dalam perekonomian kapitalistik, perekonomian dijalankan
atas hubungan penguasaan satu pihak terhadap pihak yang lain yang didasari
oleh kekuatan capital. Dalam ekonomi syariah, perekonomian dijalankan atas
dasar saling menguntungkan (bagi hasil)
Perkembangan menggembirakan yang dialami bank syariah
sebenarnya tidaklah mengherankan. Hal itu tidak terlepas dari keunggulan
yang ditawarkan Bank syariah kepada para peminjam yakni tidak
diberlakukannya beban bunga-berbunga yang mengandung unsur penindasan
(Perpetual Interest Safe Effect).
Ini jelas sangat jauh berbeda dengan Bank konvensional setiap aliran
pinjam peminjaman harus dikenai kewajiban pembayaran bunga. Akibatnya
1
2
setiap aliran dana keluar dari bank tidak lebih dari alat pancing yang menyedot
alidan dana berikutnya dari masyarakat yang jumlahnya lebih besar karena
adanya faktor bunga. Ujung- ujungnya terjadilah pemusatan kekayaan satu
pihak, sedangkan pada pihak lain terjadi penggerogotan kekayaan. Disamping
itu bank syariah lebih mendorong invertasi uang produktif dan menyentuh
sektor riil mewujudkan kerjasama investasi yang harmonis dan lebih
memeratakan aspek kepercayaan dan moralitas.
Pertumbuhan Bank syariah sendiri telah dimulai sejak tahun 1992
dengan berdirinya Bank Mu’amalat Indonesia yang menggunakan prinsip
syariah pada perbankan di Indonesia untuk pertama kalinya. Namun semenjak
MUI mengeluarkan fatwanya pada tanggal 16 Desember 2003 yang
menyatakan dengan tegas bahwa bunga bank adalah haram serta diikuti
munculnya Undang- Undang Nomer 10 tahun 1998 yang merupakan revisi
dari Undang- Undang Nomer 7 Tahun 1992 yang mengatur bahwa Bank
Syariah tidak lagi berada dibawah peraturan pemerintah, melainkan sudah
diatur berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang menunjukan sudah adanya
pengakuan secara tegas mengenai posisi Bank syariah, yang seakan
memberikan angin sejuk kepada perkembangan Bank syariah di Indonesia.
Penyebutan Bank syariah yang dibentuk oleh Bank Konvensional pun
sebenarnya kurang tepat. Karena banyak yang awam terhadap pengertian dari
Bank- bank Syariah yang sekarang telah banyak berdiri. Bank Syariah yang
dibentuk oleh Bank Konvensional, lebih tepat disebut sebagai unit usaha yang
tidak terlepas dari peran Bank Konvensional yang melakukan kegiatan usaha
3
dengan prinsip Syariah. Sedangkan pada Bank Syariah, segala bentuk usaha
dan hal-hal yang menyangkut intern, seperti laporan keuangan Bank Syariah
tersebut, terlepas dari pengaruh Bank Konvensionalnya. Maka dapat
disebutkan bahwa hanya beberapa saja Bank-bank yang bisa disebut sebagai
Bank Syariah.
Berdasarkan uraian yang telah disebut diatas, muncul suatu
pertanyaan, apakah Bank-bank/unit usaha Syariah dapat mempengaruhi
pendapatan bank-bank konvensional secara berarti yang nantinya dapat
menentukan arah perkembangan bank tersebut kearah yang lebih baik atau
bahkan sebaliknya, kearah yang lebih buruk pada saat sebelum bank
konvensinal tersebut membuka unit usaha syariah.
Maka dengan melihat permasalahan diatas, pada skripsi ini penulis
mengambil judul “ PENGARUH SISTEM BAGI HASIL PADA UNIT
USAHA SYARIAH TERHADAP PERKEMBANGAN
KONVENSIONAL “
B. POKOK MASALAH
BANK
Permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah
PENDAHULUAN
Semenjak krisis moneter melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998
terjadi pesimisme sebagian besar masyarakat terhadap masa depan
perekonomian Indonesia. Namun sesaaat kemudian muncul harapan dan
antusiasme baru terhadap kemungkinan ditetapkannya sistem ekonomi
syariah. Masyarakat menganggap bahwa penerapan ekonomi syariah
dipandang sebagai salah satu solusi dan resep mujarab bagi pulihnya
perekonomian nasional. Alasannya, bahwa sistem ekonomi syariah sangat
jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalistik yang selama ini dianut oleh
pemerintah. Jika dalam perekonomian kapitalistik, perekonomian dijalankan
atas hubungan penguasaan satu pihak terhadap pihak yang lain yang didasari
oleh kekuatan capital. Dalam ekonomi syariah, perekonomian dijalankan atas
dasar saling menguntungkan (bagi hasil)
Perkembangan menggembirakan yang dialami bank syariah
sebenarnya tidaklah mengherankan. Hal itu tidak terlepas dari keunggulan
yang ditawarkan Bank syariah kepada para peminjam yakni tidak
diberlakukannya beban bunga-berbunga yang mengandung unsur penindasan
(Perpetual Interest Safe Effect).
Ini jelas sangat jauh berbeda dengan Bank konvensional setiap aliran
pinjam peminjaman harus dikenai kewajiban pembayaran bunga. Akibatnya
1
2
setiap aliran dana keluar dari bank tidak lebih dari alat pancing yang menyedot
alidan dana berikutnya dari masyarakat yang jumlahnya lebih besar karena
adanya faktor bunga. Ujung- ujungnya terjadilah pemusatan kekayaan satu
pihak, sedangkan pada pihak lain terjadi penggerogotan kekayaan. Disamping
itu bank syariah lebih mendorong invertasi uang produktif dan menyentuh
sektor riil mewujudkan kerjasama investasi yang harmonis dan lebih
memeratakan aspek kepercayaan dan moralitas.
Pertumbuhan Bank syariah sendiri telah dimulai sejak tahun 1992
dengan berdirinya Bank Mu’amalat Indonesia yang menggunakan prinsip
syariah pada perbankan di Indonesia untuk pertama kalinya. Namun semenjak
MUI mengeluarkan fatwanya pada tanggal 16 Desember 2003 yang
menyatakan dengan tegas bahwa bunga bank adalah haram serta diikuti
munculnya Undang- Undang Nomer 10 tahun 1998 yang merupakan revisi
dari Undang- Undang Nomer 7 Tahun 1992 yang mengatur bahwa Bank
Syariah tidak lagi berada dibawah peraturan pemerintah, melainkan sudah
diatur berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang menunjukan sudah adanya
pengakuan secara tegas mengenai posisi Bank syariah, yang seakan
memberikan angin sejuk kepada perkembangan Bank syariah di Indonesia.
Penyebutan Bank syariah yang dibentuk oleh Bank Konvensional pun
sebenarnya kurang tepat. Karena banyak yang awam terhadap pengertian dari
Bank- bank Syariah yang sekarang telah banyak berdiri. Bank Syariah yang
dibentuk oleh Bank Konvensional, lebih tepat disebut sebagai unit usaha yang
tidak terlepas dari peran Bank Konvensional yang melakukan kegiatan usaha
3
dengan prinsip Syariah. Sedangkan pada Bank Syariah, segala bentuk usaha
dan hal-hal yang menyangkut intern, seperti laporan keuangan Bank Syariah
tersebut, terlepas dari pengaruh Bank Konvensionalnya. Maka dapat
disebutkan bahwa hanya beberapa saja Bank-bank yang bisa disebut sebagai
Bank Syariah.
Berdasarkan uraian yang telah disebut diatas, muncul suatu
pertanyaan, apakah Bank-bank/unit usaha Syariah dapat mempengaruhi
pendapatan bank-bank konvensional secara berarti yang nantinya dapat
menentukan arah perkembangan bank tersebut kearah yang lebih baik atau
bahkan sebaliknya, kearah yang lebih buruk pada saat sebelum bank
konvensinal tersebut membuka unit usaha syariah.
Maka dengan melihat permasalahan diatas, pada skripsi ini penulis
mengambil judul “ PENGARUH SISTEM BAGI HASIL PADA UNIT
USAHA SYARIAH TERHADAP PERKEMBANGAN
KONVENSIONAL “
B. POKOK MASALAH
BANK
Permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah