BAB I
PENDAHULUAN
Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi. Praktik perataan laba
menjadi hal yang penting terutama karena praktik ini dapat menimbulkan
disfunctional behaviour (perilaku yang tidak semestinya) yang muncul sebagai
akibat dari konflik yang timbul diantara pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dengan laporan keuangan perusahaan.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi (SAK 2002, paragraf : 12). Pemakai laporan keuangan
meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lain, pelanggan, pemerintah, serta
lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan
keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda (SAK
2002, paragraf : 9).
Laporan keuangan terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Perubahan Modal dan Laporan Arus Kas. Pada dasarnya semua
1
2
bagian dari Laporan Keuangan ini diperlukan, namun baik pemegang saham,
pemerintah maupun kreditur cenderung lebih memperhatikan laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Atmini, Sari (2000) menyatakan dalam
menyusun laporan keuangan manajemen diberi fleksibilitas untuk membuat
metode maupun kebijakan akuntansi yang ada, yang dianggap paling sesuai
untuk digunakan pada suatu periode pelaporan. Hal ini dapat mendorong
timbulnya perilaku opportunistik (opportunistic behaviour) atau perilaku yang
tidak semestinya (disfunctional behaviour) dalam bentuk perataan laba
(income smoothing).
Perhatian investor yang terpusat pada informasi laba dalam melakukan
investasi, menarik para manajemen untuk memanipulasi data dengan cara
meratakan laba. Data yang dapat dimanipulasi dari rasio keuangan maupun
kinerja perusahaan.
Pemilik perusahaan atau para pemegang saham sebagai prinsipal,
memberikan kewenangan kepada manajer sebagai agen untuk menjalankan
perusahaan atas nama pemilik. Akan tetapi, para pemegang saham tidak dapat
melakukan observasi terhadap tindakan serta tingkat dan kualitas usaha
manajer dalam menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, ada kemungkinan
manajer tertarik berbuat curang. Apabila kinerja perusahaan buruk, manajer
akan cenderung menyalahkan faktor-faktor yang berada diluar kendali
manajer. Untuk manajemen yang melakukan perataan laba, dibutuhkan
pengetahuan yang baik pada variabel yang digunakan sebagai perata atau
laporan akuntansi (Brayshaw and Eldin, 1989).
3
Adanya perusahaan yang terdaftar di pasar modal utama ASEAN tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan praktik perataan laba seperti yang
dilakukan perusahaan non finansial yang terdaftar di bursa saham negara-
negara ASEAN (Gudono dan Yurianto, 2002). Nasir (2002) juga
mengungkapkan bahwa tindakan perataan laba juga mempengaruhi return
saham perusahaan perata laba.
Foster (1986) dalam Atmini (2000) menyatakan bahwa perataan laba
dilakukan manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak
eksternal yaitu bahwa perusahaan memiliki resiko yang rendah, jika
variabilitas laba diyakini merupakan faktor penting untuk menilai resiko.
Selain itu, perataan laba dilakukan manajemen untuk memberi informasi yang
relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba dimasa yang akan datang.
Perataan laba dilakukan untuk meningkatkan relasi-relasi usaha,
meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan
meningkatkan kompensasi manajemen.
Jin dan Machfoedz (1998) menyediakan bukti bahwa praktik perataan
laba telah terdapat pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan
mengindikasikan faktor-faktor yang dapat mendorong praktik perataan laba,
diantaranya leverage operasi perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas dan
sektor industri.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Herlina
Nasier (2003) dengan perbedaannya adalah periode pengamatannya, yaitu
4
menggunakan periode pengamatan selama lima tahun, yaitu dari tahun 1999 –
2003. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diberi judul :
“PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN
LEVERAGE TERHADAP PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)”
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur go Publik di Bursa Efek Jakarta
Tahun 1999 – 2003).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan pokok dalam
penelitian ini adalah :
PENDAHULUAN
Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang
diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi. Praktik perataan laba
menjadi hal yang penting terutama karena praktik ini dapat menimbulkan
disfunctional behaviour (perilaku yang tidak semestinya) yang muncul sebagai
akibat dari konflik yang timbul diantara pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dengan laporan keuangan perusahaan.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi (SAK 2002, paragraf : 12). Pemakai laporan keuangan
meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lain, pelanggan, pemerintah, serta
lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan
keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda (SAK
2002, paragraf : 9).
Laporan keuangan terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Perubahan Modal dan Laporan Arus Kas. Pada dasarnya semua
1
2
bagian dari Laporan Keuangan ini diperlukan, namun baik pemegang saham,
pemerintah maupun kreditur cenderung lebih memperhatikan laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Atmini, Sari (2000) menyatakan dalam
menyusun laporan keuangan manajemen diberi fleksibilitas untuk membuat
metode maupun kebijakan akuntansi yang ada, yang dianggap paling sesuai
untuk digunakan pada suatu periode pelaporan. Hal ini dapat mendorong
timbulnya perilaku opportunistik (opportunistic behaviour) atau perilaku yang
tidak semestinya (disfunctional behaviour) dalam bentuk perataan laba
(income smoothing).
Perhatian investor yang terpusat pada informasi laba dalam melakukan
investasi, menarik para manajemen untuk memanipulasi data dengan cara
meratakan laba. Data yang dapat dimanipulasi dari rasio keuangan maupun
kinerja perusahaan.
Pemilik perusahaan atau para pemegang saham sebagai prinsipal,
memberikan kewenangan kepada manajer sebagai agen untuk menjalankan
perusahaan atas nama pemilik. Akan tetapi, para pemegang saham tidak dapat
melakukan observasi terhadap tindakan serta tingkat dan kualitas usaha
manajer dalam menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, ada kemungkinan
manajer tertarik berbuat curang. Apabila kinerja perusahaan buruk, manajer
akan cenderung menyalahkan faktor-faktor yang berada diluar kendali
manajer. Untuk manajemen yang melakukan perataan laba, dibutuhkan
pengetahuan yang baik pada variabel yang digunakan sebagai perata atau
laporan akuntansi (Brayshaw and Eldin, 1989).
3
Adanya perusahaan yang terdaftar di pasar modal utama ASEAN tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan praktik perataan laba seperti yang
dilakukan perusahaan non finansial yang terdaftar di bursa saham negara-
negara ASEAN (Gudono dan Yurianto, 2002). Nasir (2002) juga
mengungkapkan bahwa tindakan perataan laba juga mempengaruhi return
saham perusahaan perata laba.
Foster (1986) dalam Atmini (2000) menyatakan bahwa perataan laba
dilakukan manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak
eksternal yaitu bahwa perusahaan memiliki resiko yang rendah, jika
variabilitas laba diyakini merupakan faktor penting untuk menilai resiko.
Selain itu, perataan laba dilakukan manajemen untuk memberi informasi yang
relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba dimasa yang akan datang.
Perataan laba dilakukan untuk meningkatkan relasi-relasi usaha,
meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan
meningkatkan kompensasi manajemen.
Jin dan Machfoedz (1998) menyediakan bukti bahwa praktik perataan
laba telah terdapat pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan
mengindikasikan faktor-faktor yang dapat mendorong praktik perataan laba,
diantaranya leverage operasi perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas dan
sektor industri.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Herlina
Nasier (2003) dengan perbedaannya adalah periode pengamatannya, yaitu
4
menggunakan periode pengamatan selama lima tahun, yaitu dari tahun 1999 –
2003. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diberi judul :
“PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN
LEVERAGE TERHADAP PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)”
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur go Publik di Bursa Efek Jakarta
Tahun 1999 – 2003).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan pokok dalam
penelitian ini adalah :