BAB I
PENDAHULUAN
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal yaitu: risiko dan
return. Risiko mempunyai hubungan positif dan linier terhadap return yang
diharapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar risiko, semakin besar
pula return yang diharapkan oleh investor. Dalam melakukan keputusan investasi
khususnya pada saham, return yang diperoleh dari dua sumber: yaitu yield dan
capital gain (loss); sedangkan risiko investasi saham tercermin pada variabilitas
pendapatan yang diperoleh (Jones, 1999). Dalam pembuatan keputusan investasi,
investor akan selalu mencari portofolio optimum yang menawarkan risiko
minimum pada tingkat expected return tertentu (Tandelilin dan Lantara 2001).
Hubungan antara risiko dan return yang disyaratkan juga bisa dijelaskan melalui
Capital Asset Pricing Model (CAPM), yang menyatakan bahwa semakin besar
risiko suatu investasi, semakin besar pula return yang disyaratkan investor.
Dengan demikian hubungan antara risiko dan return yang diharapkan investor
bersifat positif dan linier.
Risiko dalam teori portofolio dibagi menjadi dua bagian yaitu risiko tidak
sistematis dan risiko sistematis (β) (Hartono, 2000, Jones, 1999). Risiko tidak
sistematis adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor unik pada suatu
2
sekuritas, dan dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Faktor-faktor
tersebut antara lain; kemampuan manajemen, kebijakan investasi, kondisi dan
lingkungan kerja. Sedangkan beta adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-
faktor makro yang mempengaruhi semua sekuritas sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan diversifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi
perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan kebijakan pajak.
Ukuran relatif risiko sistematis juga dikenal sebagai koefesien beta. Beta
merupakan koefisien yang menunjukkan ukuran risiko relatif suatu saham
terhadap portofolio pasar (Jones,1999). Beta juga merupakan ukuran votalitas
return saham terhadap return pasar. Semakin besar fluktuasi return saham
terhadap return pasar, semakin besar pula beta saham tersebut. demikian pula
sebaliknya,semakin kecil fluktuasi return saham terhadap return pasar, semakin
kecil pula beta saham tersebut.
Jones (1999), dan Hartono (2000), menyatakan bahwa pengukuran beta
saham bisa dilakukan dengan menggunakan Single Index Model, yaitu sebagai
berikut; Ri = αi + βiRm + εi. Model ini berasumsikan bahwa return saham
berkorelasi dengan perubahan pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa
dilakukan dengan menghubungkan return indeks pasar. Suatu saham yang
memiliki beta sama dengan satu (=1) menunjukkan bahwa perubahan tingkat
keuntungan saham berubah secara proporsional dengan perubahan tingkat
keuntungan pasar. Untuk saham yang mempunyai beta lebih dari satu(>1) disebut
3
saham yang lebih berisiko (more volatile), karena merupakan saham yang relatif
lebih peka terhadap perubahan tingkat keuntungan pasar. Sedangkan saham yang
mempunyai nilai kurang dari satu (<1) disebut sebagai saham yang kurang beresiko (less volatile) (Jones, 1999). Keadaan ini merupakan kebalikan dari keadaan saham yang lebih beresiko. Konsep beta hingga saat ini merupakan konsep yang sangat penting dalam manajemen portofolio pada dasarnya dibagi menjadi tiga peran utama,yaitu : (1) meramalkan resiko sistematis portofolio, (2) ukuran risiko sistematis yang terjadi (realized market risk), (3) meramalkan return yang diharapkan dari suatu portofolio (Tandelilin dan Lantara, 2001). Estimasi beta yang akurat sangat diperlukan investor untuk membuat keputusan investasi yang tepat. Jika estimasi beta saham mengandung bias, maka informasi yang bias tersebut akan bisa menjerumuskan investor pada keputusan investasi yang salah. Pengukuran beta kelihatannya sederhana, namun pengukuran beta merupakan pengukuran yang kompleks, disebabkan oleh dua hal utama yaitu : (1).Periode saat beta tersebut dihitung, dan (2). Frekuensi perdagangan yang tidak sinkron (non synchronous trading). Sebab pertama berkaitan dengan isu stabilitas beta saham, sedangkan sebab kedua berkaitan dengan isu bias beta saham (Tandelilin dan Lantara, 2001). 4 Murray (1995) menguji estimasi beta dengan menggunakan data harian Irlandia, dengan mengevaluasi sejumlah metode design untuk mengembangkan kualitas dari estimasi beta dengan mengetes kestabilan dari tahun ketahun. Data yang digunakan yaitu data dari Dublin Stock Exchange dari bulan januari 1987 sampai dengan Desember 1990. Estimasi beta tahunan dengan menggunakan koefisien Agregat Cohen, Hawawini, Mayer, Schartz, dan Whitcomb atau CHMSW dan estimasi Bayesian dengan menggunakan Vasicek. Hasilnya mengindikasikan bahwa beta vasicek lebih dapat diprediksi dari pada estimasi CHMSW. Vasicek merupakan metode yang lebih bermanfaat dalam hubungannya dengan bias beta pada perdagangan yang tipis. Penelitian tentang beta telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Diantaranya adalah Beaver, Kettler dan Scholes (1970) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi beta. Faktor- faktor tersebut adalah leaverage, liquidity, earning variability, dividend payout, asset size, asset growth, dan accounting beta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asset growth, leverage, earning variabilitiy, dan accounting beta menunjukkan hubungan yang positif dengan beta. Sedangkan ketiga variabel lainya yaitu asset size, dividend payout, dan liquidity mempunyai hubungan yang negatif terhadap beta. Tandelilin (1997) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi beta di Bursa Efek Jakarta. Adapun faktor-faktor yang digunakan dalam 5 penelitian adalah faktor ekonomi makro dan variabel keuangan. Faktor ekonomi makro yang digunakan adalah pendapatan daerah bruto, tingat inflasi dan tingkat suku bunga. Sedangkan variabel keuangan yang digunakan adalah terdiri dari rasio yang mencakup liquidity ratio, leverage ratio, probabiliy ratio, capital market ratio dan firm size. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian dari variabel keuangan saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap beta saham. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Budarti (1996), Sufiayati (1997), Retnaningdiah (1998), Satoto (1998), Elly (1998), Suherman (1998) dan Indriastuti (1999) dengan hasil yang tidak konsisten. Pada penelitian ini peneliti akan memakai variabel-variabel yang digunakan oleh Beaver Et. Al (1970) dan Tandelilin (1997) yang oleh mereka dianggap merupakan variabel-variabel yang berhubungan dengan risiko. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan lima macam variabel tersebut yang merupakan variabel fundamental. Kelima variabel tersebut adalah asset growth, liquidity, financial leaverage, total aset turn over dan return on investment. Penelitian ini menarik karena pada penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan diluar negeri maupun di Indonesia, pengaruh data akuntansi yang digunakan sebagai variabel-variabel penelitian terhadap beta saham berbeda untuk masing-masing peneliti. Melihat fakta tersebut, penulis tertarik meneliti data-data akuntansi yang mempengaruhi beta saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. ` B. Perumusan Masalah 6 “Apakah variabel-variabel keuangan yang meliputi asset growth, liquidity, financial leverage, total asset turn over dan return on investment mempengaruhi beta saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta?” C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan memahami variabel-variabel keuangan yang akan mempengaruhi beta saham serta sejauh mana pengaruh variabel-variabel keuangan tersebut terhadap beta saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta selama tahun 1998-2002. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang berkepentingan, antara lain
PENDAHULUAN
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal yaitu: risiko dan
return. Risiko mempunyai hubungan positif dan linier terhadap return yang
diharapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar risiko, semakin besar
pula return yang diharapkan oleh investor. Dalam melakukan keputusan investasi
khususnya pada saham, return yang diperoleh dari dua sumber: yaitu yield dan
capital gain (loss); sedangkan risiko investasi saham tercermin pada variabilitas
pendapatan yang diperoleh (Jones, 1999). Dalam pembuatan keputusan investasi,
investor akan selalu mencari portofolio optimum yang menawarkan risiko
minimum pada tingkat expected return tertentu (Tandelilin dan Lantara 2001).
Hubungan antara risiko dan return yang disyaratkan juga bisa dijelaskan melalui
Capital Asset Pricing Model (CAPM), yang menyatakan bahwa semakin besar
risiko suatu investasi, semakin besar pula return yang disyaratkan investor.
Dengan demikian hubungan antara risiko dan return yang diharapkan investor
bersifat positif dan linier.
Risiko dalam teori portofolio dibagi menjadi dua bagian yaitu risiko tidak
sistematis dan risiko sistematis (β) (Hartono, 2000, Jones, 1999). Risiko tidak
sistematis adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor unik pada suatu
2
sekuritas, dan dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Faktor-faktor
tersebut antara lain; kemampuan manajemen, kebijakan investasi, kondisi dan
lingkungan kerja. Sedangkan beta adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-
faktor makro yang mempengaruhi semua sekuritas sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan diversifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi
perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan kebijakan pajak.
Ukuran relatif risiko sistematis juga dikenal sebagai koefesien beta. Beta
merupakan koefisien yang menunjukkan ukuran risiko relatif suatu saham
terhadap portofolio pasar (Jones,1999). Beta juga merupakan ukuran votalitas
return saham terhadap return pasar. Semakin besar fluktuasi return saham
terhadap return pasar, semakin besar pula beta saham tersebut. demikian pula
sebaliknya,semakin kecil fluktuasi return saham terhadap return pasar, semakin
kecil pula beta saham tersebut.
Jones (1999), dan Hartono (2000), menyatakan bahwa pengukuran beta
saham bisa dilakukan dengan menggunakan Single Index Model, yaitu sebagai
berikut; Ri = αi + βiRm + εi. Model ini berasumsikan bahwa return saham
berkorelasi dengan perubahan pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa
dilakukan dengan menghubungkan return indeks pasar. Suatu saham yang
memiliki beta sama dengan satu (=1) menunjukkan bahwa perubahan tingkat
keuntungan saham berubah secara proporsional dengan perubahan tingkat
keuntungan pasar. Untuk saham yang mempunyai beta lebih dari satu(>1) disebut
3
saham yang lebih berisiko (more volatile), karena merupakan saham yang relatif
lebih peka terhadap perubahan tingkat keuntungan pasar. Sedangkan saham yang
mempunyai nilai kurang dari satu (<1) disebut sebagai saham yang kurang beresiko (less volatile) (Jones, 1999). Keadaan ini merupakan kebalikan dari keadaan saham yang lebih beresiko. Konsep beta hingga saat ini merupakan konsep yang sangat penting dalam manajemen portofolio pada dasarnya dibagi menjadi tiga peran utama,yaitu : (1) meramalkan resiko sistematis portofolio, (2) ukuran risiko sistematis yang terjadi (realized market risk), (3) meramalkan return yang diharapkan dari suatu portofolio (Tandelilin dan Lantara, 2001). Estimasi beta yang akurat sangat diperlukan investor untuk membuat keputusan investasi yang tepat. Jika estimasi beta saham mengandung bias, maka informasi yang bias tersebut akan bisa menjerumuskan investor pada keputusan investasi yang salah. Pengukuran beta kelihatannya sederhana, namun pengukuran beta merupakan pengukuran yang kompleks, disebabkan oleh dua hal utama yaitu : (1).Periode saat beta tersebut dihitung, dan (2). Frekuensi perdagangan yang tidak sinkron (non synchronous trading). Sebab pertama berkaitan dengan isu stabilitas beta saham, sedangkan sebab kedua berkaitan dengan isu bias beta saham (Tandelilin dan Lantara, 2001). 4 Murray (1995) menguji estimasi beta dengan menggunakan data harian Irlandia, dengan mengevaluasi sejumlah metode design untuk mengembangkan kualitas dari estimasi beta dengan mengetes kestabilan dari tahun ketahun. Data yang digunakan yaitu data dari Dublin Stock Exchange dari bulan januari 1987 sampai dengan Desember 1990. Estimasi beta tahunan dengan menggunakan koefisien Agregat Cohen, Hawawini, Mayer, Schartz, dan Whitcomb atau CHMSW dan estimasi Bayesian dengan menggunakan Vasicek. Hasilnya mengindikasikan bahwa beta vasicek lebih dapat diprediksi dari pada estimasi CHMSW. Vasicek merupakan metode yang lebih bermanfaat dalam hubungannya dengan bias beta pada perdagangan yang tipis. Penelitian tentang beta telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Diantaranya adalah Beaver, Kettler dan Scholes (1970) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi beta. Faktor- faktor tersebut adalah leaverage, liquidity, earning variability, dividend payout, asset size, asset growth, dan accounting beta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asset growth, leverage, earning variabilitiy, dan accounting beta menunjukkan hubungan yang positif dengan beta. Sedangkan ketiga variabel lainya yaitu asset size, dividend payout, dan liquidity mempunyai hubungan yang negatif terhadap beta. Tandelilin (1997) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi beta di Bursa Efek Jakarta. Adapun faktor-faktor yang digunakan dalam 5 penelitian adalah faktor ekonomi makro dan variabel keuangan. Faktor ekonomi makro yang digunakan adalah pendapatan daerah bruto, tingat inflasi dan tingkat suku bunga. Sedangkan variabel keuangan yang digunakan adalah terdiri dari rasio yang mencakup liquidity ratio, leverage ratio, probabiliy ratio, capital market ratio dan firm size. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian dari variabel keuangan saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap beta saham. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Budarti (1996), Sufiayati (1997), Retnaningdiah (1998), Satoto (1998), Elly (1998), Suherman (1998) dan Indriastuti (1999) dengan hasil yang tidak konsisten. Pada penelitian ini peneliti akan memakai variabel-variabel yang digunakan oleh Beaver Et. Al (1970) dan Tandelilin (1997) yang oleh mereka dianggap merupakan variabel-variabel yang berhubungan dengan risiko. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan lima macam variabel tersebut yang merupakan variabel fundamental. Kelima variabel tersebut adalah asset growth, liquidity, financial leaverage, total aset turn over dan return on investment. Penelitian ini menarik karena pada penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan diluar negeri maupun di Indonesia, pengaruh data akuntansi yang digunakan sebagai variabel-variabel penelitian terhadap beta saham berbeda untuk masing-masing peneliti. Melihat fakta tersebut, penulis tertarik meneliti data-data akuntansi yang mempengaruhi beta saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. ` B. Perumusan Masalah 6 “Apakah variabel-variabel keuangan yang meliputi asset growth, liquidity, financial leverage, total asset turn over dan return on investment mempengaruhi beta saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta?” C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan memahami variabel-variabel keuangan yang akan mempengaruhi beta saham serta sejauh mana pengaruh variabel-variabel keuangan tersebut terhadap beta saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta selama tahun 1998-2002. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang berkepentingan, antara lain