BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, semakin meningkat pula
upaya berbagai kegiatan dalam rangka meraih dana untuk ekspansi bisnis. Untuk
memenuhi kebutuhan ekspansi tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit. Oleh
karena itu perusahaan melakukan penawaran sahamnya ke masyarakat umum,
yang disebut go public.
Transaksi penawaran umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di
pasar perdana (Primary Market). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penawaran umum saham perdana disebut IPO (Initial Public Offering).
Selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar
sekunder (Secondary Market). Dalam melakukan penjualan saham pertama
kalinya, perusahaan biasanya menggunakan banker investasi (investment banker)
sebagai perantara dan pemberi saran, banker investasi juga berfungsi sebagai
pembeli saham (underwriting function) dan juga sebagai pemasar saham ke
investor di pasar sekunder. Banker yang melakukan proses underwriting ini
disebut sebagai underwriter.
Harga saham penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan
perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek). Walaupun emiten
dan underwriter secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam
menentukan harga perdana saham, namun sebenarnya mereka masing-masing
1
mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak yang membutuhkan dana,
emiten menginginkan harga perdana yang tinggi, karena dengan harga perdana
yang tinggi emiten berharap akan segera merealisasikan rencana proyeknya.
Dilain pihak, underwriter
sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan
resiko yang ditanggungnya. Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering
berhubungan dengan pasar daripada emiten. Maka disini pihak underwriting
dimungkinkan mempunyai informasi yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan pihak emiten. Sehingga dengan kondisi asimetri informasi inilah yang
menyebabkan terjadinya underpricing, dimana pihak underwriter merupakan
pihak yang memiliki kelebihan informasi, dan menggunakan ketidaktahuan
emiten untuk memperkecil resiko (Hanafi dan Husnan, 1991).
Underpricing
terjadi karena perusahaan dinilai lebih rendah dari kondisi
sesungguhnya oleh underwriter
dalam rangka untuk mengurangi tingkat resiko
yang harus dihadapi karena fungsi penjaminannya. Ada beberapa penjelasan
mengenai sebab-sebab yang mempengaruhi terjadinya underpricing. Menurut
Nurhidayati dan Indriantoro (1998) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
underpricing antara lain auditor, underwriter, persentase saham yang ditahan oleh
pemegang saham lama, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Sedangkan
Baron dalam Ernyan dan Husnan (2002) menawarkan hipotesis asimetri informasi
yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat
pemodal. Semakin besar informasi asimetri yang dihadapi oleh para calon
pemodal semakin besar pula mereka akan mempenalty penawaran harga di pasar
perdana yang akan memaksa penjamin emisi menawarkan saham tersebut dengan
underpriced.
Ada 4 tipe penjamin emisi, yaitu full commitment, best effort, standby
commitment, dan all or none commitment, namun di Indonesia tipe penjamin
(underwriter) yang ada hanya full commitment , dalam tipe ini underwriter akan
membeli saham yang tidak terjual di pasar perdana, tipe penjamin tersebut adalah
paling beresiko dibandingkan dengan tipe best effort, standby commitment, dan
all or none commitment (Ghozali dan Mansur, 2002).
Menurut Ernyan dan Husnan (2002) peraturan pemerintah yang
diberlakukan biasanya dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi
pemodal. Berkaitan dengan hal ini, Tinic dalam Ernyan dan Husnan (2002)
menjelaskan bahwa perusahaan yang beroperasi pada sektor yang diatur
(regulated firms) seharusnya kurang underpriced dibandingkan dengan
perusahaan yang beroperasi di sektor yang tidak diatur (non regulated firms).
Perusahaan-perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak
menghadapi berbagai regulasi yang diterbitkan oleh (berbagai) lembaga yang
mengatur sektor keuangan. Di Indonesia lembaga yang mengatur adalah
Departemen Keuangan dan / atau Bank Indonesia. Pengawasan oleh Lembaga
Pengawas tersebut diharapkan akan memperkecil ex-ante uncertainty
(ketidakpastian dimasa yang akan datang) perusahaan keuangan dibandingkan
dengan perusahaan non keuangan. Perusahaan keuangan antara lain terdiri dari
bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan sekuritas. Sedangkan perusahaan non
keuangan dikelompokkan menjadi perusahaan manufaktur, perusahaan real estate,
perusahaan pertambangan, dan lain-lain.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan
oleh Ernyan dan Husnan (2002) yaitu untuk melihat seberapa signifikan tingkat
underpricing
yang akan dialami oleh perusahaan keuangan dan perusahaan non
keuangan dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain jenis
perusahaan, informasi asimetri atau standar deviasi perubahan harga, umur
perusahaan, dan ukuran perusahaan, selain itu penelitian ini juga menguji
signifikansi perbedaan rata-rata tingkat underpricing atau abnormal return antara
kedua kelompok yang diuji.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, semakin meningkat pula
upaya berbagai kegiatan dalam rangka meraih dana untuk ekspansi bisnis. Untuk
memenuhi kebutuhan ekspansi tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit. Oleh
karena itu perusahaan melakukan penawaran sahamnya ke masyarakat umum,
yang disebut go public.
Transaksi penawaran umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di
pasar perdana (Primary Market). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penawaran umum saham perdana disebut IPO (Initial Public Offering).
Selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar
sekunder (Secondary Market). Dalam melakukan penjualan saham pertama
kalinya, perusahaan biasanya menggunakan banker investasi (investment banker)
sebagai perantara dan pemberi saran, banker investasi juga berfungsi sebagai
pembeli saham (underwriting function) dan juga sebagai pemasar saham ke
investor di pasar sekunder. Banker yang melakukan proses underwriting ini
disebut sebagai underwriter.
Harga saham penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan
perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek). Walaupun emiten
dan underwriter secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam
menentukan harga perdana saham, namun sebenarnya mereka masing-masing
1
mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak yang membutuhkan dana,
emiten menginginkan harga perdana yang tinggi, karena dengan harga perdana
yang tinggi emiten berharap akan segera merealisasikan rencana proyeknya.
Dilain pihak, underwriter
sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan
resiko yang ditanggungnya. Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering
berhubungan dengan pasar daripada emiten. Maka disini pihak underwriting
dimungkinkan mempunyai informasi yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan pihak emiten. Sehingga dengan kondisi asimetri informasi inilah yang
menyebabkan terjadinya underpricing, dimana pihak underwriter merupakan
pihak yang memiliki kelebihan informasi, dan menggunakan ketidaktahuan
emiten untuk memperkecil resiko (Hanafi dan Husnan, 1991).
Underpricing
terjadi karena perusahaan dinilai lebih rendah dari kondisi
sesungguhnya oleh underwriter
dalam rangka untuk mengurangi tingkat resiko
yang harus dihadapi karena fungsi penjaminannya. Ada beberapa penjelasan
mengenai sebab-sebab yang mempengaruhi terjadinya underpricing. Menurut
Nurhidayati dan Indriantoro (1998) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
underpricing antara lain auditor, underwriter, persentase saham yang ditahan oleh
pemegang saham lama, umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Sedangkan
Baron dalam Ernyan dan Husnan (2002) menawarkan hipotesis asimetri informasi
yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat
pemodal. Semakin besar informasi asimetri yang dihadapi oleh para calon
pemodal semakin besar pula mereka akan mempenalty penawaran harga di pasar
perdana yang akan memaksa penjamin emisi menawarkan saham tersebut dengan
underpriced.
Ada 4 tipe penjamin emisi, yaitu full commitment, best effort, standby
commitment, dan all or none commitment, namun di Indonesia tipe penjamin
(underwriter) yang ada hanya full commitment , dalam tipe ini underwriter akan
membeli saham yang tidak terjual di pasar perdana, tipe penjamin tersebut adalah
paling beresiko dibandingkan dengan tipe best effort, standby commitment, dan
all or none commitment (Ghozali dan Mansur, 2002).
Menurut Ernyan dan Husnan (2002) peraturan pemerintah yang
diberlakukan biasanya dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi
pemodal. Berkaitan dengan hal ini, Tinic dalam Ernyan dan Husnan (2002)
menjelaskan bahwa perusahaan yang beroperasi pada sektor yang diatur
(regulated firms) seharusnya kurang underpriced dibandingkan dengan
perusahaan yang beroperasi di sektor yang tidak diatur (non regulated firms).
Perusahaan-perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak
menghadapi berbagai regulasi yang diterbitkan oleh (berbagai) lembaga yang
mengatur sektor keuangan. Di Indonesia lembaga yang mengatur adalah
Departemen Keuangan dan / atau Bank Indonesia. Pengawasan oleh Lembaga
Pengawas tersebut diharapkan akan memperkecil ex-ante uncertainty
(ketidakpastian dimasa yang akan datang) perusahaan keuangan dibandingkan
dengan perusahaan non keuangan. Perusahaan keuangan antara lain terdiri dari
bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan sekuritas. Sedangkan perusahaan non
keuangan dikelompokkan menjadi perusahaan manufaktur, perusahaan real estate,
perusahaan pertambangan, dan lain-lain.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan
oleh Ernyan dan Husnan (2002) yaitu untuk melihat seberapa signifikan tingkat
underpricing
yang akan dialami oleh perusahaan keuangan dan perusahaan non
keuangan dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain jenis
perusahaan, informasi asimetri atau standar deviasi perubahan harga, umur
perusahaan, dan ukuran perusahaan, selain itu penelitian ini juga menguji
signifikansi perbedaan rata-rata tingkat underpricing atau abnormal return antara
kedua kelompok yang diuji.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: