BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang Masalah
Dewasa ini dunia memasuki era baru yang sangat spektakuler, dan sering
kita dengar dengan sebutan globalisasi. Era baru tersebut ialah ditandai dengan
adanya sebuah ketergantungan secara global. Bertambah pesatnya perkembangan
kemajuan teknologi, transportasi, sosial, dan budaya.
Implikasi terhadap berbagai bidang adalah terlampauinya batas-batas
negara dan semakin kaburnya batas itu. Atas kondisi tersebut tentu saja segala
bidang yang beroperasi secara global itu akan mengalami perkembangan dan
perubahan itu adalah dunia bisnis.
Dunia bisnis sebagai salah satu bidang yang tersentuh oleh
perkembangan dan perubahan pesat akibat era global ini, menginginkan agar tetap
survive di tengah ganasnya persaingan di era tersebut. Oleh karena itu dunia bisnis
memerlukan suatu perencanaan strategi yang matang untuk tercapainya tujuan yang
diinginkan yaitu tetap survive di bidangnya. Selain itu dunia bisnis juga
membutuhkan suatu informasi yang berupa data yang terolah sehingga dapat
digunakan untuk membuat kesimpulan, argumen, ramalan, keputusan, dan tindakan.
Salah satu data informasi yang diperlukan ialah informasi akuntansi yang dapat
digunakan sebagai bahasa bisnis dan sebagai alat bagi manajer guna
mengkomunikasikan pikiran-pikiran bisnis kepada atasan, bawahan, manajer lain,
maupun pihak luar (publik). Untuk penanganan permasalahan informasi akuntansi
ini, dunia bisnis dan publik menyandarkan pada peran maksimal akuntan
2
independen. Porter (1993:49) mengemukakan betapa banyaknya peran tentu saja
menimbulkan konsekuensi berupa tanggung jawab bagi auditor. Hal ini
menimbulkan audit expectation gap antara auditor dengan pengguna jasa akuntansi.
Audit expectation gap dikemukakan pertama kali oleh Ligio (1974:26)
yang mendefinisikan bahwa audit expectation gap merupakan perbedaan pandangan
mengenai tingkatan kinerja yang diharapkan antara akuntan independen dengan
pengguna laporan keuangan, seperti direktur keuangan, analis keuangan, analis
investasi, dan jurnalis investasi. Definisi tersebut muncul akibat terjadinya suatu
fenomena pada tahun 1970-an, pada saat di Amerika Serikat terjadi banyak klaim
dari para pengguna jasa auditor terhadap kelalaian auditor independen dalam
mendeteksi tindak kecurangan pada perusahaan yang diauditnya. Kritik-kritik dan
klaim tersebut mengindikasikan adanya gap antara harapan dan tuntutan. Guy dan
Sullivan (1988:36-37) menggambarkan beberapa pandangan publik atau pengguna
jasa laporan keuangan terhadap akuntan publik atau auditor bahwa seharusnya
auditor harus mampu memenuhi harapan dan tuntutan di bawah ini:
a. Lebih bertanggung jawab dalam mendeteksi kecurangan.
b. Meningkatkan efektivitas audit yaitu meningkatkan deteksi terhadap
kasalahsajian material.
c. Mengkomunikasikan kepada pengguna laporan keuangan mengenai informasi
yang lebih berguna tentang sifat-sifat dan hasil-hasil dari proses audit,
termasuk peringatan awal atas kemungkinan kebangkrutan.
d. Mengkomunikasikan lebih jelas dengan komite audit dan pihak-pihak lain
yang berkaitan erat dengan laporan keuangan auditan.
3
Bertolak dari pandangan publik terhadap apa yang seharusnya diharapkan
dari auditor, maka dapat kita tangkap bahwa publik atau pengguna laporan keuangan
mengharapkan suatu jaminan mutlak. Sedangkan menurut auditor tanggung jawab
yang mereka emban bukanlah jaminan mutlak tetapi jaminan yang wajar. Tanggung
jawab jawab yang wajar itu maksudnya adalah auditor bukan mencari kebenaran
absolut, tetapi mencari data untuk meyakinkan kelayakan laporan keuangan
(Ruchyat, 1984:3). Perbedaan pandangan dari kedua belah pihak inilah yang disebut
expectation gap.
Penelitian sebelumnya mengenai audit expectation gap ini telah banyak
dilakukan oleh para peneliti. Penelitian itu umumnya meneliti apakah ada perbedaan
persepsi mengenai peran dan tanggung jawab auditor. Peneliti itu diantaranya
dilakukan oleh Guy dan Sullivan (1988) yang meneliti mengenai pengaruh
pembuatan standar auditing terhadap tingkat expectation gap. Dari hasil penelitian
itu menunjukkan bahwa pembuatan standar auditing mampu memperkecil tingkat
expectation gap, meskipun belum bisa menghilangkan sama sekali.
Selanjutnya penelitian-penelitian lain juga dilakukan untuk mengetahui
fenomena-fenomena yang terjadi di berbagai negara yang berkaitan dengan audit
expectation gap ini. Humphrey, dkk (1993) menganalisa secara komparatif antara
profesi akuntan publik dengan pengguna di Inggris berkaitan dengan fungsi dan
kinerja auditor di negara itu.
Jalan keluar untuk mengatasi tingkat expectation gap tidak lepas dari
bidang pendidikan. Mengingat arti penting pendidikan dalam mengatasi tingkat
expectation gap tersebut maka disarankan perlu diadakan penelitian mengenai
masalah itu dalam dunia pendidikan. Penelitian-penelitian yang mengkaji masalah
4
expectation gap di dunia pendidikan sebelumnya telah dilakukan juga oleh para
peneliti diantaranya dilakukan oleh (Epstein dan Geiger, 1994) dalam Gramling et al.
(1996) merekomendasikan pendidikan sebagai salah satu alat untuk mengurangi
expectation gap. Kemudian penelitiannya dilanjutkan oleh Gramling et al. dengan
melibatkan mahasiswa sebagai sampel. Sampel mahasiswa yang digunakan sebagai
responden merupakan responden mahasiswa yang sama, yaitu mahasiswa sebelum
kuliah auditing pada awal semester dan setelah mahasiswa tersebut menyelesaikan
kuliah auditing. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
pendidikan, khususnya pengajaran auditing, berperan dalam mengurangi expectation
gap.
Penelitian mengenai audit expectation gap di dunia pendidikan meskipun
telah dilakukan, akan tetapi dirasa penelitian tersebut masih dirasakan sangat sedikit.
Untuk itu dipelukan penelitian yang lebih banyak lagi berkaitan dengan masalah
audit expectation gap di dunia pendidikan mengingat jalur pendidikan dapat
mengurangi tingkat expectation gap. Penelitian ini berbeda dari penelitian
sebelumnya, karena dalam penelitian ini akan menyoroti persepsi antara mahasiswa
akuntansi dengan mahasiswa non- akuntansi dengan background pendidikan
ekonomi. Pertimbangan pemilihan mahasiswa non- akuntansi dengan latar belakang
pendidikan ekonomi ini adalah bahwa mereka dirasakan bisa mempersepsikan peran
dan tanggung jawab auditor karena paling tidak mereka sudah diberikan suatu
pengenalan gambaran tentang auditor dalam tingkat awal perkuliahan seperti dalam
mata kuliah pengantar akuntansi, dan mata kuliah akuntansi manajemen.
Mahasiswa akuntansi diproyeksikan akan menjadi seorang auditor,
sedangkan mahasiswa non-akuntansi dengan latar belakang pendidikan ekonomi
5
sebagai pengguna laporan keuangan. Berdasarkan anggapan tentang adanya interaksi
antara pengguna informasi akuntansi sebagai disiplin ilmu dan auditor, maka
penelitian dengan judul “PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI
DAN MAHASISWA JURUSAN NON-AKUNTANSI YANG BERLATAR
BELAKANG PENDIDIKAN EKONOMI TERHADAP PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB AUDITOR” dilakukan.
Selanjutnya dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan suatu
hasil yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, pelaku bisnis, dan para pembuat
kebijakan. Adapun hasilnya sebuah rekomendasi yang menyatakan bahwa apakah
perlu dilakukan pemberian pemahaman serta pembekalan kepada publik calon
pengguna laporan keuangan, baik secara formal (misalnya melalui kurikulum)
maupun secara informal (misalnya, melalui kursus-kursus).
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan pola pemikiran di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan antara lain :
PENDAHULUAN
1. Latar belakang Masalah
Dewasa ini dunia memasuki era baru yang sangat spektakuler, dan sering
kita dengar dengan sebutan globalisasi. Era baru tersebut ialah ditandai dengan
adanya sebuah ketergantungan secara global. Bertambah pesatnya perkembangan
kemajuan teknologi, transportasi, sosial, dan budaya.
Implikasi terhadap berbagai bidang adalah terlampauinya batas-batas
negara dan semakin kaburnya batas itu. Atas kondisi tersebut tentu saja segala
bidang yang beroperasi secara global itu akan mengalami perkembangan dan
perubahan itu adalah dunia bisnis.
Dunia bisnis sebagai salah satu bidang yang tersentuh oleh
perkembangan dan perubahan pesat akibat era global ini, menginginkan agar tetap
survive di tengah ganasnya persaingan di era tersebut. Oleh karena itu dunia bisnis
memerlukan suatu perencanaan strategi yang matang untuk tercapainya tujuan yang
diinginkan yaitu tetap survive di bidangnya. Selain itu dunia bisnis juga
membutuhkan suatu informasi yang berupa data yang terolah sehingga dapat
digunakan untuk membuat kesimpulan, argumen, ramalan, keputusan, dan tindakan.
Salah satu data informasi yang diperlukan ialah informasi akuntansi yang dapat
digunakan sebagai bahasa bisnis dan sebagai alat bagi manajer guna
mengkomunikasikan pikiran-pikiran bisnis kepada atasan, bawahan, manajer lain,
maupun pihak luar (publik). Untuk penanganan permasalahan informasi akuntansi
ini, dunia bisnis dan publik menyandarkan pada peran maksimal akuntan
2
independen. Porter (1993:49) mengemukakan betapa banyaknya peran tentu saja
menimbulkan konsekuensi berupa tanggung jawab bagi auditor. Hal ini
menimbulkan audit expectation gap antara auditor dengan pengguna jasa akuntansi.
Audit expectation gap dikemukakan pertama kali oleh Ligio (1974:26)
yang mendefinisikan bahwa audit expectation gap merupakan perbedaan pandangan
mengenai tingkatan kinerja yang diharapkan antara akuntan independen dengan
pengguna laporan keuangan, seperti direktur keuangan, analis keuangan, analis
investasi, dan jurnalis investasi. Definisi tersebut muncul akibat terjadinya suatu
fenomena pada tahun 1970-an, pada saat di Amerika Serikat terjadi banyak klaim
dari para pengguna jasa auditor terhadap kelalaian auditor independen dalam
mendeteksi tindak kecurangan pada perusahaan yang diauditnya. Kritik-kritik dan
klaim tersebut mengindikasikan adanya gap antara harapan dan tuntutan. Guy dan
Sullivan (1988:36-37) menggambarkan beberapa pandangan publik atau pengguna
jasa laporan keuangan terhadap akuntan publik atau auditor bahwa seharusnya
auditor harus mampu memenuhi harapan dan tuntutan di bawah ini:
a. Lebih bertanggung jawab dalam mendeteksi kecurangan.
b. Meningkatkan efektivitas audit yaitu meningkatkan deteksi terhadap
kasalahsajian material.
c. Mengkomunikasikan kepada pengguna laporan keuangan mengenai informasi
yang lebih berguna tentang sifat-sifat dan hasil-hasil dari proses audit,
termasuk peringatan awal atas kemungkinan kebangkrutan.
d. Mengkomunikasikan lebih jelas dengan komite audit dan pihak-pihak lain
yang berkaitan erat dengan laporan keuangan auditan.
3
Bertolak dari pandangan publik terhadap apa yang seharusnya diharapkan
dari auditor, maka dapat kita tangkap bahwa publik atau pengguna laporan keuangan
mengharapkan suatu jaminan mutlak. Sedangkan menurut auditor tanggung jawab
yang mereka emban bukanlah jaminan mutlak tetapi jaminan yang wajar. Tanggung
jawab jawab yang wajar itu maksudnya adalah auditor bukan mencari kebenaran
absolut, tetapi mencari data untuk meyakinkan kelayakan laporan keuangan
(Ruchyat, 1984:3). Perbedaan pandangan dari kedua belah pihak inilah yang disebut
expectation gap.
Penelitian sebelumnya mengenai audit expectation gap ini telah banyak
dilakukan oleh para peneliti. Penelitian itu umumnya meneliti apakah ada perbedaan
persepsi mengenai peran dan tanggung jawab auditor. Peneliti itu diantaranya
dilakukan oleh Guy dan Sullivan (1988) yang meneliti mengenai pengaruh
pembuatan standar auditing terhadap tingkat expectation gap. Dari hasil penelitian
itu menunjukkan bahwa pembuatan standar auditing mampu memperkecil tingkat
expectation gap, meskipun belum bisa menghilangkan sama sekali.
Selanjutnya penelitian-penelitian lain juga dilakukan untuk mengetahui
fenomena-fenomena yang terjadi di berbagai negara yang berkaitan dengan audit
expectation gap ini. Humphrey, dkk (1993) menganalisa secara komparatif antara
profesi akuntan publik dengan pengguna di Inggris berkaitan dengan fungsi dan
kinerja auditor di negara itu.
Jalan keluar untuk mengatasi tingkat expectation gap tidak lepas dari
bidang pendidikan. Mengingat arti penting pendidikan dalam mengatasi tingkat
expectation gap tersebut maka disarankan perlu diadakan penelitian mengenai
masalah itu dalam dunia pendidikan. Penelitian-penelitian yang mengkaji masalah
4
expectation gap di dunia pendidikan sebelumnya telah dilakukan juga oleh para
peneliti diantaranya dilakukan oleh (Epstein dan Geiger, 1994) dalam Gramling et al.
(1996) merekomendasikan pendidikan sebagai salah satu alat untuk mengurangi
expectation gap. Kemudian penelitiannya dilanjutkan oleh Gramling et al. dengan
melibatkan mahasiswa sebagai sampel. Sampel mahasiswa yang digunakan sebagai
responden merupakan responden mahasiswa yang sama, yaitu mahasiswa sebelum
kuliah auditing pada awal semester dan setelah mahasiswa tersebut menyelesaikan
kuliah auditing. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
pendidikan, khususnya pengajaran auditing, berperan dalam mengurangi expectation
gap.
Penelitian mengenai audit expectation gap di dunia pendidikan meskipun
telah dilakukan, akan tetapi dirasa penelitian tersebut masih dirasakan sangat sedikit.
Untuk itu dipelukan penelitian yang lebih banyak lagi berkaitan dengan masalah
audit expectation gap di dunia pendidikan mengingat jalur pendidikan dapat
mengurangi tingkat expectation gap. Penelitian ini berbeda dari penelitian
sebelumnya, karena dalam penelitian ini akan menyoroti persepsi antara mahasiswa
akuntansi dengan mahasiswa non- akuntansi dengan background pendidikan
ekonomi. Pertimbangan pemilihan mahasiswa non- akuntansi dengan latar belakang
pendidikan ekonomi ini adalah bahwa mereka dirasakan bisa mempersepsikan peran
dan tanggung jawab auditor karena paling tidak mereka sudah diberikan suatu
pengenalan gambaran tentang auditor dalam tingkat awal perkuliahan seperti dalam
mata kuliah pengantar akuntansi, dan mata kuliah akuntansi manajemen.
Mahasiswa akuntansi diproyeksikan akan menjadi seorang auditor,
sedangkan mahasiswa non-akuntansi dengan latar belakang pendidikan ekonomi
5
sebagai pengguna laporan keuangan. Berdasarkan anggapan tentang adanya interaksi
antara pengguna informasi akuntansi sebagai disiplin ilmu dan auditor, maka
penelitian dengan judul “PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI
DAN MAHASISWA JURUSAN NON-AKUNTANSI YANG BERLATAR
BELAKANG PENDIDIKAN EKONOMI TERHADAP PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB AUDITOR” dilakukan.
Selanjutnya dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan suatu
hasil yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, pelaku bisnis, dan para pembuat
kebijakan. Adapun hasilnya sebuah rekomendasi yang menyatakan bahwa apakah
perlu dilakukan pemberian pemahaman serta pembekalan kepada publik calon
pengguna laporan keuangan, baik secara formal (misalnya melalui kurikulum)
maupun secara informal (misalnya, melalui kursus-kursus).
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan pola pemikiran di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan antara lain :