BAB I
PENDAHULUAN
Berkembangnya profesi akuntan publik disebabkan oleh kebutuhan akan
pentingnya suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh suatu badan usaha. Pada
hakekatnya laporan keuangan merupakan tolak ukur kemampuan dan
keberhasilan suatu badan usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Oleh
karena itu kesalahan dalam penyajian laporan keuangan akan berdampak pada
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan digunakan oleh
pihak-pihak diluar perusahaan yaitu investor, kreditur, pemegang saham,
pemerintah maupun masyarakat umum, untuk itu diperlukan orang lain yang
dapat dipercaya untuk dapat menilai “kebenaran” laporan keuangan yang telah
dibuat oleh badan usaha tersebut. Dari kebutuhan ini maka muncul profesi
akuntan publik yang dipercaya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan untuk melakukan penilaian atas “kebenaran” laporan keuangan
yang dibuat oleh manajemen.
Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik mempunyai posisi
yang unik dibandingkan profesi yang lain, misalnya pengacara. Mereka bekerja
dan dibayar untuk kepentingan yang memberi fee. Profesi akuntan publik
melaksanakan audit bukan hanya untuk kepentingan klien yang membayar fee,
tetapi juga untuk pihak ketiga atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
terhadap laporan keuangan klien yang diaudit. Pihak ketiga itu adalah pemegang
saham, pemerintah, kreditur, lembaga-lembaga keuangan lain, dan sebagainya.
Sehubungan dengan posisi yang unik tersebut, maka akuntan publik dituntut
dapat mempertahankan kepercayaan yang telah mereka terima dari klien dan
pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya, terutama dalam
memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan yang diaudit.
Independensi merupakan penilaian pihak lain terhadap diri auditor
sehubungan dengan pelaksanaan audit. Mengenai sikap independensi ini, profesi
akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan Indonesia. Memang
independensi ini sulit untuk diuji secara obyektif, namun unsur independensi ini
dimaksudkan sebagai tanggungjawab operasionalnya, sedangkan akuntan publik
yang independen itu sendiri adalah akuntan yang tidak terpengaruh dan
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan.
Independensi akuntan publik terdiri dari dua aspek yaitu independent in
fact (independensi dalam kenyataan) dan independent in appearance
(independensi dalam penampilan). Sikap independensi dalam kenyataan ini ada
keterkaitannya dengan obyektivitas yang merupakan sikap tidak memihak dalam
mempertahankan fakta dan terlepas dari kepentingan pribadi yang berkaitan
dengan kepentingan fakta tersebut. Independensi penampilan ini merupakan
penilaian pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
Penilaian mengenai independent in fact ini sulit untuk diketahui dan tidak ada
ukuran yang jelas, karena independensi ini menyangkut sikap mental auditor,
sehingga masyarakat cenderung untuk menilai independensi dalam penampilan
karena apabila independensi ini rusak atau dilanggar menyebabkan rusaknya
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuantan publik secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini yang dilakukan penulis adalah mereplikasi penelitian
Supriyono (1988) mengenai enam faktor yang mempengaruhi independensi
akuntan publik, yang meliputi:
1. Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien.
2. Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien.
3. Lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien.
4. Persaingan antar kantor akuntan publik.
5. Ukuran kantor akuntan publik.
6. Audit fee.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Supriyono (1988) antara
lain adalah:
1. Lingkup penelitian yang diambil adalah di kota Surakarta, yaitu universitas
swasta Islam di Surakarta.
2. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
FKIP Akuntansi angkatan 2003 yang telah menempuh mata kuliah Auditing,
sedangkan penelitian Supriyono menggunakan responden kantor akuntan
publik, lembaga-lembaga keuangan, dan lembaga non akuntansi.
Alasan pemilihan sampel mahasiswa Fakultas Ekonomi dan FKIP
Akuntansi angkatan 2003 yang telah menempuh mata kuliah Auditing karena
dua fakultas tersebut terdapat suatu perbedaan, yaitu:
1. Antara mahasiswa Fakultas Ekonomi dan FKIP Akuntansi mempunyai tujuan
yang berbeda, yaitu Fakultas Ekonomi Akuntansi bertujuan untuk mencetak
seorang tenaga akuntan yang akan memeriksa kewajaran laporan keuangan
dari klien, sedangkan FKIP Akuntansi bertujuan untuk mencetak seorang
tenaga pendidik atau guru dibidang akuntansi untuk SMU dan SMK.
2. Ilmu Auditing yang diperoleh antara mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi
dan FKIP Akuntansi terdapat perbedaan, yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi
Akuntansi mempelajari ilmu Auditing secara mendetail mulai dari teori-teori
sampai praktik Auditingnya, sedangkan mahasiswa FKIP Akuntansi hanya
mempelajari teori-teorinya saja, ilmu yang diperoleh mahasiswa Fakultas
Ekonomi Akuntansi lebih luas dibandingkan mahasiswa FKIP Akuntansi.
Oleh karena itu dengan adanya perbedaan antara Fakultas Ekonomi
Akuntansi dan FKIP Akuntansi diduga dapat mempengaruhi persepsi mahasiswa
terhadap independensi penampilan akuntan publik, dengan dasar tersebut penulis
mengambil judul: “PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-
FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI INDEPENDENSI AKUNTAN
PUBLIK.”
B. Perumusam Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor independensi
akuntan publik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap independensi
akuntan publik menurut pandangan mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi
dan FKIP Akuntansi di Surakarta?”
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut:
PENDAHULUAN
Berkembangnya profesi akuntan publik disebabkan oleh kebutuhan akan
pentingnya suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh suatu badan usaha. Pada
hakekatnya laporan keuangan merupakan tolak ukur kemampuan dan
keberhasilan suatu badan usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Oleh
karena itu kesalahan dalam penyajian laporan keuangan akan berdampak pada
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan digunakan oleh
pihak-pihak diluar perusahaan yaitu investor, kreditur, pemegang saham,
pemerintah maupun masyarakat umum, untuk itu diperlukan orang lain yang
dapat dipercaya untuk dapat menilai “kebenaran” laporan keuangan yang telah
dibuat oleh badan usaha tersebut. Dari kebutuhan ini maka muncul profesi
akuntan publik yang dipercaya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan untuk melakukan penilaian atas “kebenaran” laporan keuangan
yang dibuat oleh manajemen.
Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik mempunyai posisi
yang unik dibandingkan profesi yang lain, misalnya pengacara. Mereka bekerja
dan dibayar untuk kepentingan yang memberi fee. Profesi akuntan publik
melaksanakan audit bukan hanya untuk kepentingan klien yang membayar fee,
tetapi juga untuk pihak ketiga atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
terhadap laporan keuangan klien yang diaudit. Pihak ketiga itu adalah pemegang
saham, pemerintah, kreditur, lembaga-lembaga keuangan lain, dan sebagainya.
Sehubungan dengan posisi yang unik tersebut, maka akuntan publik dituntut
dapat mempertahankan kepercayaan yang telah mereka terima dari klien dan
pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya, terutama dalam
memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan yang diaudit.
Independensi merupakan penilaian pihak lain terhadap diri auditor
sehubungan dengan pelaksanaan audit. Mengenai sikap independensi ini, profesi
akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan Indonesia. Memang
independensi ini sulit untuk diuji secara obyektif, namun unsur independensi ini
dimaksudkan sebagai tanggungjawab operasionalnya, sedangkan akuntan publik
yang independen itu sendiri adalah akuntan yang tidak terpengaruh dan
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan.
Independensi akuntan publik terdiri dari dua aspek yaitu independent in
fact (independensi dalam kenyataan) dan independent in appearance
(independensi dalam penampilan). Sikap independensi dalam kenyataan ini ada
keterkaitannya dengan obyektivitas yang merupakan sikap tidak memihak dalam
mempertahankan fakta dan terlepas dari kepentingan pribadi yang berkaitan
dengan kepentingan fakta tersebut. Independensi penampilan ini merupakan
penilaian pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
Penilaian mengenai independent in fact ini sulit untuk diketahui dan tidak ada
ukuran yang jelas, karena independensi ini menyangkut sikap mental auditor,
sehingga masyarakat cenderung untuk menilai independensi dalam penampilan
karena apabila independensi ini rusak atau dilanggar menyebabkan rusaknya
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuantan publik secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini yang dilakukan penulis adalah mereplikasi penelitian
Supriyono (1988) mengenai enam faktor yang mempengaruhi independensi
akuntan publik, yang meliputi:
1. Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien.
2. Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien.
3. Lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien.
4. Persaingan antar kantor akuntan publik.
5. Ukuran kantor akuntan publik.
6. Audit fee.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Supriyono (1988) antara
lain adalah:
1. Lingkup penelitian yang diambil adalah di kota Surakarta, yaitu universitas
swasta Islam di Surakarta.
2. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
FKIP Akuntansi angkatan 2003 yang telah menempuh mata kuliah Auditing,
sedangkan penelitian Supriyono menggunakan responden kantor akuntan
publik, lembaga-lembaga keuangan, dan lembaga non akuntansi.
Alasan pemilihan sampel mahasiswa Fakultas Ekonomi dan FKIP
Akuntansi angkatan 2003 yang telah menempuh mata kuliah Auditing karena
dua fakultas tersebut terdapat suatu perbedaan, yaitu:
1. Antara mahasiswa Fakultas Ekonomi dan FKIP Akuntansi mempunyai tujuan
yang berbeda, yaitu Fakultas Ekonomi Akuntansi bertujuan untuk mencetak
seorang tenaga akuntan yang akan memeriksa kewajaran laporan keuangan
dari klien, sedangkan FKIP Akuntansi bertujuan untuk mencetak seorang
tenaga pendidik atau guru dibidang akuntansi untuk SMU dan SMK.
2. Ilmu Auditing yang diperoleh antara mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi
dan FKIP Akuntansi terdapat perbedaan, yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi
Akuntansi mempelajari ilmu Auditing secara mendetail mulai dari teori-teori
sampai praktik Auditingnya, sedangkan mahasiswa FKIP Akuntansi hanya
mempelajari teori-teorinya saja, ilmu yang diperoleh mahasiswa Fakultas
Ekonomi Akuntansi lebih luas dibandingkan mahasiswa FKIP Akuntansi.
Oleh karena itu dengan adanya perbedaan antara Fakultas Ekonomi
Akuntansi dan FKIP Akuntansi diduga dapat mempengaruhi persepsi mahasiswa
terhadap independensi penampilan akuntan publik, dengan dasar tersebut penulis
mengambil judul: “PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-
FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI INDEPENDENSI AKUNTAN
PUBLIK.”
B. Perumusam Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor independensi
akuntan publik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap independensi
akuntan publik menurut pandangan mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi
dan FKIP Akuntansi di Surakarta?”
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut: