BAB I
PENDAHULUAN
1
Pada hakekatnya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia adalah pembangunan nasional seutuhnya yang
mempunyai tujuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Hal ini digariskan dalam GBHN bahwa tujuan pembangunan nasional adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat serta
dalam Negara yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan sarana yang
memadai, salah satu sarana yang penting adalah tersediannya dana yang cukup
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu
penggalian dana harus dilakukan terus-menerus. Salah satu usaha penggalian
dana adalah dengan melakukan penarikan pajak yang sesuai dengan Undang-
Undang perpajakan (UU No. 17 tahun 2000, tentang perubahan ketiga atas UU
No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan).
Dari segi ekonomi pajak merupakan perpindahan sumber daya dari
sektor privat ke sektor publik. Bagi sektor privat, pajak akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Peranan pajak dirasakan semakin penting sehingga setiap tahun
1
2
target penerimaan pajak semakin ditingkatkan. Sedang bagi sektor publik,
pajak dipandang sebagai beban.
Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, maka pemerintah
dalam hal ini Dirjen pajak melakukan berbagi cara antara lain dengan
memperluas obyek pajak, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pendapatan dari sektor pajak dengan meningkatkan akan hak dan
kewajibannya dalam pembayaran pajak, menyempurnakan sistem perpajakan
di Indonesia dengan memperbaiki dan memulihkan sistem perpajakan serta
melakukan pembebanan pelayanan pada masyarakat. Di samping
meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak (WP), terutama dalam setiap
hubungannya dengan pemenuhan kewajiban membayar pajak.
Setiap tahun setelah tahun pajak, wajib pajak akan memenuhi
kewajibannya mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (SPT PPh) ke kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan
pajak, baik diserahkan secara langsung, datang sendiri atau lewat pos.
Dalam sistem Self Assesment yang dianut oleh Negara Indonesia
besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak. Wajib pajak diwajibkan untuk
menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang sebenarnya
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak
sendiri, agar sistem perpajakan tersebut berjalan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 1983 jo Undang-Undang
No. 9 tahun 1994 jo Undang-Undang No. 16 tahun 2000 pasal 4 bahwa
3
sebelum wajib pajak menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor
Pelayanan Pajak, wajib pajak harus sudah mengisi SPT dengan lengkap,
benar, jelas, ditandatangani dan menyerahkannya sesuai dengan batas waktu
penyampaian SPT yang telah ditetapkan. SPT Masa selambat-lambatnya 20
(dua puluh) hari setelah masa pajak. SPT tahunan 3 (tiga) bulan setelah akhir
tahun pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya) sesuai dengan pasal
3 UU No. 16 tahun 2000. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib
pajak terlambat atau tidak menyampaikan SPT atau tidak menyampaikan SPT
atau menyampaikan tapi tidak tepat waktu, maka wajib pajak akan dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 50.000, untuk SPT masa dan
100.000 untuk SPT tahunan.
Dari harapan yang diinginkan dengan diberlakukannya sistem self
assesment tersebut, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh
mana keberhasilan sistem tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan
tanggungjawab wajib pajak sehingga penerimaan pajak dapat meningkat dari
tahun ke tahun. Selain masalah yang menyangkut masalah keberhasilan
pemungutan pajak, dalam hal ini dipandang dari aspek efektifitas
pemungutannya, struktur perekonomian dan perilaku wajib pajak juga
merupakan faktor yang penting diperhatikan, karena wajib pajak pada
kenyataanya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan bertindak secara
rasional. Pertimbangan wajib pajak tersebut perlu diperhatikan, demikian pula
dalam penilaian sistem pemungutan pajak yang diterapkan.
4
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen, baik
berdasar pendidikan maupun penghasilan. Pada umumnya masyarakat belum
menyadari benar arti dan pentingnya membayar pajak dan belum memahami
sepenuhnya peraturan-peraturan dalam perpajakan. Masyarakat masih
memandang pajak sebagai sesuatu yang bersifat membebani dan memaksa,
belum memandang pajak sebagai bentuk perwujudan pengabdian serta peran
serta warga negara dalam pembangunan.
Untuk membuktikan persepsi yang obyektif mengenai cara pandang
peran pajak bagi pembangunan, perlu diadakan suatu penelitian untuk
mengetahui sejauh mana efektifitas diterapkannya sistem pemungutan pajak
self assessment.
Penelitian ini pernah dilakukan oleh Anik Sukoretno (2002). Dalam
penelitian tersebut disimpulkan bahwa wajib pajak mempunyai persepsi yang
negatif atau tingkat pemahaman yang rendah terhadap system self assessment.
Perbedaan dengan peneliti sebelumnya adalah periode waktu
penelitian. Periode waktu peneliti sebelumnya pada tahun 2002, sedangkan
peneliti sekarang pada tahun 2004. Perbedaan yang kedua adalah pada
obyeknya, yaitu peneliti sebelumnya berobyek pada wajib pajak di Kabupaten
Magelang, sedangkan peneliti sekarang mengambil obyek pada wajib pajak di
Kotamadya Madiun.
5
Bertolak dari pemikiran diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul: “PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESMENT PAJAK
PENGHASILAN (Suatu survei di Kota Madiun)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi
pokok masalah adalah: Bagaimanakah persepsi wajib pajak orang pribadi
terhadap pelaksanaan sistem self assesment pajak penghasilan di Kota
Madiun?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dalam pajak penghasilan dan juga
terbatasnya data yang diperoleh, maka penulis memberikan batasan masalah
sebagai berikut:
PENDAHULUAN
1
Pada hakekatnya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia adalah pembangunan nasional seutuhnya yang
mempunyai tujuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Hal ini digariskan dalam GBHN bahwa tujuan pembangunan nasional adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat serta
dalam Negara yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan sarana yang
memadai, salah satu sarana yang penting adalah tersediannya dana yang cukup
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu
penggalian dana harus dilakukan terus-menerus. Salah satu usaha penggalian
dana adalah dengan melakukan penarikan pajak yang sesuai dengan Undang-
Undang perpajakan (UU No. 17 tahun 2000, tentang perubahan ketiga atas UU
No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan).
Dari segi ekonomi pajak merupakan perpindahan sumber daya dari
sektor privat ke sektor publik. Bagi sektor privat, pajak akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Peranan pajak dirasakan semakin penting sehingga setiap tahun
1
2
target penerimaan pajak semakin ditingkatkan. Sedang bagi sektor publik,
pajak dipandang sebagai beban.
Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, maka pemerintah
dalam hal ini Dirjen pajak melakukan berbagi cara antara lain dengan
memperluas obyek pajak, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pendapatan dari sektor pajak dengan meningkatkan akan hak dan
kewajibannya dalam pembayaran pajak, menyempurnakan sistem perpajakan
di Indonesia dengan memperbaiki dan memulihkan sistem perpajakan serta
melakukan pembebanan pelayanan pada masyarakat. Di samping
meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak (WP), terutama dalam setiap
hubungannya dengan pemenuhan kewajiban membayar pajak.
Setiap tahun setelah tahun pajak, wajib pajak akan memenuhi
kewajibannya mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (SPT PPh) ke kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan
pajak, baik diserahkan secara langsung, datang sendiri atau lewat pos.
Dalam sistem Self Assesment yang dianut oleh Negara Indonesia
besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak. Wajib pajak diwajibkan untuk
menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang sebenarnya
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak
sendiri, agar sistem perpajakan tersebut berjalan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 1983 jo Undang-Undang
No. 9 tahun 1994 jo Undang-Undang No. 16 tahun 2000 pasal 4 bahwa
3
sebelum wajib pajak menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor
Pelayanan Pajak, wajib pajak harus sudah mengisi SPT dengan lengkap,
benar, jelas, ditandatangani dan menyerahkannya sesuai dengan batas waktu
penyampaian SPT yang telah ditetapkan. SPT Masa selambat-lambatnya 20
(dua puluh) hari setelah masa pajak. SPT tahunan 3 (tiga) bulan setelah akhir
tahun pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya) sesuai dengan pasal
3 UU No. 16 tahun 2000. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib
pajak terlambat atau tidak menyampaikan SPT atau tidak menyampaikan SPT
atau menyampaikan tapi tidak tepat waktu, maka wajib pajak akan dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 50.000, untuk SPT masa dan
100.000 untuk SPT tahunan.
Dari harapan yang diinginkan dengan diberlakukannya sistem self
assesment tersebut, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh
mana keberhasilan sistem tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan
tanggungjawab wajib pajak sehingga penerimaan pajak dapat meningkat dari
tahun ke tahun. Selain masalah yang menyangkut masalah keberhasilan
pemungutan pajak, dalam hal ini dipandang dari aspek efektifitas
pemungutannya, struktur perekonomian dan perilaku wajib pajak juga
merupakan faktor yang penting diperhatikan, karena wajib pajak pada
kenyataanya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan bertindak secara
rasional. Pertimbangan wajib pajak tersebut perlu diperhatikan, demikian pula
dalam penilaian sistem pemungutan pajak yang diterapkan.
4
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen, baik
berdasar pendidikan maupun penghasilan. Pada umumnya masyarakat belum
menyadari benar arti dan pentingnya membayar pajak dan belum memahami
sepenuhnya peraturan-peraturan dalam perpajakan. Masyarakat masih
memandang pajak sebagai sesuatu yang bersifat membebani dan memaksa,
belum memandang pajak sebagai bentuk perwujudan pengabdian serta peran
serta warga negara dalam pembangunan.
Untuk membuktikan persepsi yang obyektif mengenai cara pandang
peran pajak bagi pembangunan, perlu diadakan suatu penelitian untuk
mengetahui sejauh mana efektifitas diterapkannya sistem pemungutan pajak
self assessment.
Penelitian ini pernah dilakukan oleh Anik Sukoretno (2002). Dalam
penelitian tersebut disimpulkan bahwa wajib pajak mempunyai persepsi yang
negatif atau tingkat pemahaman yang rendah terhadap system self assessment.
Perbedaan dengan peneliti sebelumnya adalah periode waktu
penelitian. Periode waktu peneliti sebelumnya pada tahun 2002, sedangkan
peneliti sekarang pada tahun 2004. Perbedaan yang kedua adalah pada
obyeknya, yaitu peneliti sebelumnya berobyek pada wajib pajak di Kabupaten
Magelang, sedangkan peneliti sekarang mengambil obyek pada wajib pajak di
Kotamadya Madiun.
5
Bertolak dari pemikiran diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul: “PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESMENT PAJAK
PENGHASILAN (Suatu survei di Kota Madiun)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi
pokok masalah adalah: Bagaimanakah persepsi wajib pajak orang pribadi
terhadap pelaksanaan sistem self assesment pajak penghasilan di Kota
Madiun?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dalam pajak penghasilan dan juga
terbatasnya data yang diperoleh, maka penulis memberikan batasan masalah
sebagai berikut: