BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan
manusia adalah gizi. Gizi merupakan fa ktor penting yang memegang peranan dalam
siklus kehidupan manusia terutama bayi dan anak yang nantinya akan menjadi
generasi penerus bangsa (Depkes, 2002).
ASI berperan sebagai sumber zat gizi yang ideal dan seimbang serta memiliki
komposisi zat gizi yang sesuai untuk kebutuhan masa pertumbuhan dan merupakan
makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitas dapat memenuhi
kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Menyusui secara murni oleh ibu dengan hanya
memberikan ASI selama 6 bulan dapat membuat praktek memuaskan bagi bayi baru
lahir dengan memberi air masak, madu atau air gula untuk bayi baru lahir tidak
dlakukan lagi (Roesli, 2000).
Pemberian makanan bayi yang terbaik adalah memberikan ASI sesegera
mungkin dalam 30 menit setelah bayi lahir. Kolostrum atau ASI yang pertama kali
keluar berwarna kekuning-kuningan dan transp aran sangat baik bagi bayi karena
kolostrum mengandung 15% pr otein yang terdiri dari laktaalbumin, laktaaglobulin
dan kasein yang semuanya sangat bermanfaat bagi bayi. Pemberian ASI secara
ekslusif kemudian dilanjutkan dengan memberikan makanan pendamping ASI sejak
bayi berusia 6-24 bulan dan tetap meneruskan pemberian ASI sampai berusia 24
bulan (Depkes, 2003).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Ada kalanya ASI yang keluar sedikit, j uga dapat berpengaruh pada bayi yang
akan menyusui, karena itu kepada bayi dapat pula diberikan susu tambahan atau
sering pula disebut susu botol karena susu diberikan di dalam botol. Harus
diusahakan jangan sampai susu tambahan ini berfungsi menggantikan ASI, tetapi
hanya sebagai suplementasi saat ASI benar-benar tidak mencukupi (Husaini, 1999).
Di beberapa negara, pemberian ASI me nurun drastis. Di Bangladesh ibu yang
menyusui anaknya sejak lahir sebesar 75% . Di Indonesia persentase ibu yang
menyusui anaknya sejak lahir sebesar 96,9% pada tahun 2000. Penelitian yang
dilakukan oleh Soedirjo tahun 1995, di Jakarta ditemukan kira-kira 25% ibu
menyusui anaknya kurang dari 3 bulan, sedangkan di Malaysia lebih tinggi yaitu
47% (Rustika, 1992).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997
diketahui bahwa hampir semua bayi ( 96,3%) di Indonesia pernah mendapat ASI
tetapi rata-rata pemberian ASI ekslusif hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian MP-ASI mulai diberikan pada usia dini. Data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 juga menunjukkan konsumsi MP-ASI secara
dini cukup besar, yaitu sebanyak 35 % pada bayi kurang dari 2 bulan dan sebanyak
37% pada usia 2-3 bulan ( Anonimous, 2005).
Pada usia > 6 bulan harus sudah diperk enalkan dan diberi makanan pendamping
ASI karena produksi ASI mulai menurun dan tidak lagi mencukupi kebutuhan
fisiologis untuk tumbuh kembang anak . MP-ASI yang diberikan harus
memperhatikan kebutuhan gizi bayi, waktu pemberian, frekuensi, porsi, pemilihan
bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberiannya (Moehji, 1988).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu
pemberian ASI ekslusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu,
tidak ditemukan bukti yang menyokong bahw a pemberian makanan padat atau
tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini
akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak
positif untuk perkembangan pertumbuhannya (Pudjiadi, 2000).
Pada masa bayi rentan dengan berbagai penyakit seperti kasus gizi buruk yang
saat ini terjadi di Indonesia. Keadaan gizi buruk tingkat berat ditandai dengan dua
macam sindrom yang jelas yaitu kwashiorko r dan marasmus. Kwashiorkor diderita
oleh bayi dan anak kecil pada usia 6 sa mpai 3 tahun, sesudah bayi disapih dan ibu
sudah mengandung lagi. Bayi dan ibu dalam keadaan normal mempunyai hubungan
yang sangat dekat atau sangat intim. Bayi tersebut bebas mendapatkan ASI bila ia
inginkan. Pemutusan hubungan (disapih) yang intim itu secara tiba-tiba akan
mengakibatkan bayi akan kehilangan nafs u makan, dan hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya kwashiorkor (Roesli, 2000).
Memburuknya gizi bayi dapat saja terj adi akibat ketidaktahuan ibu mengenai
tata cara pemberian ASI kepada bayinya. Penghentian pemberian ASI dengan alasan
ASI tidak keluar mengakibatkan bayi belum siap untuk menerima makanan
pendamping ASI. Keadaan gizi bayi ak an memburuk karena tidak memperoleh
berbagai zat gizi dalam keadaan yang cukup, selain itu bayi dapat dengan mudah
terserang berbagai penyakit. Salah satunya adalah diare yang te rjadi karena keadaan
gizi yang buruk. (Roesli, 2000).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Masyarakat Desa Limau Manis Dusun IIIA Kec. Tanjung Morawa Kabupaten
Deli Serdang khususnya ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan masih berpegang pada
prinsip bahwa makanan pendamping ASI biasa nya sudah diberikan sangat dini yang
justru menyebabkan banyak penyakit infe ksi pada bayi. Mereka memberikan
makanan pendamping pada bulan pertama setelah lahir yang berupa nasi yang
dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, cam puran bubur beras dan pisang yang diulek,
madu dan sebagainya.
Sehubungan dengan permasalahan diatas , peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu dalam pola pemberian ASI, MP-ASI
dan pola penyakit pada bayi usia 0-12 bulan di dusun III Desa Limau Manis
Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan
manusia adalah gizi. Gizi merupakan fa ktor penting yang memegang peranan dalam
siklus kehidupan manusia terutama bayi dan anak yang nantinya akan menjadi
generasi penerus bangsa (Depkes, 2002).
ASI berperan sebagai sumber zat gizi yang ideal dan seimbang serta memiliki
komposisi zat gizi yang sesuai untuk kebutuhan masa pertumbuhan dan merupakan
makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitas dapat memenuhi
kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Menyusui secara murni oleh ibu dengan hanya
memberikan ASI selama 6 bulan dapat membuat praktek memuaskan bagi bayi baru
lahir dengan memberi air masak, madu atau air gula untuk bayi baru lahir tidak
dlakukan lagi (Roesli, 2000).
Pemberian makanan bayi yang terbaik adalah memberikan ASI sesegera
mungkin dalam 30 menit setelah bayi lahir. Kolostrum atau ASI yang pertama kali
keluar berwarna kekuning-kuningan dan transp aran sangat baik bagi bayi karena
kolostrum mengandung 15% pr otein yang terdiri dari laktaalbumin, laktaaglobulin
dan kasein yang semuanya sangat bermanfaat bagi bayi. Pemberian ASI secara
ekslusif kemudian dilanjutkan dengan memberikan makanan pendamping ASI sejak
bayi berusia 6-24 bulan dan tetap meneruskan pemberian ASI sampai berusia 24
bulan (Depkes, 2003).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Ada kalanya ASI yang keluar sedikit, j uga dapat berpengaruh pada bayi yang
akan menyusui, karena itu kepada bayi dapat pula diberikan susu tambahan atau
sering pula disebut susu botol karena susu diberikan di dalam botol. Harus
diusahakan jangan sampai susu tambahan ini berfungsi menggantikan ASI, tetapi
hanya sebagai suplementasi saat ASI benar-benar tidak mencukupi (Husaini, 1999).
Di beberapa negara, pemberian ASI me nurun drastis. Di Bangladesh ibu yang
menyusui anaknya sejak lahir sebesar 75% . Di Indonesia persentase ibu yang
menyusui anaknya sejak lahir sebesar 96,9% pada tahun 2000. Penelitian yang
dilakukan oleh Soedirjo tahun 1995, di Jakarta ditemukan kira-kira 25% ibu
menyusui anaknya kurang dari 3 bulan, sedangkan di Malaysia lebih tinggi yaitu
47% (Rustika, 1992).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997
diketahui bahwa hampir semua bayi ( 96,3%) di Indonesia pernah mendapat ASI
tetapi rata-rata pemberian ASI ekslusif hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian MP-ASI mulai diberikan pada usia dini. Data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 juga menunjukkan konsumsi MP-ASI secara
dini cukup besar, yaitu sebanyak 35 % pada bayi kurang dari 2 bulan dan sebanyak
37% pada usia 2-3 bulan ( Anonimous, 2005).
Pada usia > 6 bulan harus sudah diperk enalkan dan diberi makanan pendamping
ASI karena produksi ASI mulai menurun dan tidak lagi mencukupi kebutuhan
fisiologis untuk tumbuh kembang anak . MP-ASI yang diberikan harus
memperhatikan kebutuhan gizi bayi, waktu pemberian, frekuensi, porsi, pemilihan
bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberiannya (Moehji, 1988).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu
pemberian ASI ekslusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu,
tidak ditemukan bukti yang menyokong bahw a pemberian makanan padat atau
tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini
akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak
positif untuk perkembangan pertumbuhannya (Pudjiadi, 2000).
Pada masa bayi rentan dengan berbagai penyakit seperti kasus gizi buruk yang
saat ini terjadi di Indonesia. Keadaan gizi buruk tingkat berat ditandai dengan dua
macam sindrom yang jelas yaitu kwashiorko r dan marasmus. Kwashiorkor diderita
oleh bayi dan anak kecil pada usia 6 sa mpai 3 tahun, sesudah bayi disapih dan ibu
sudah mengandung lagi. Bayi dan ibu dalam keadaan normal mempunyai hubungan
yang sangat dekat atau sangat intim. Bayi tersebut bebas mendapatkan ASI bila ia
inginkan. Pemutusan hubungan (disapih) yang intim itu secara tiba-tiba akan
mengakibatkan bayi akan kehilangan nafs u makan, dan hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya kwashiorkor (Roesli, 2000).
Memburuknya gizi bayi dapat saja terj adi akibat ketidaktahuan ibu mengenai
tata cara pemberian ASI kepada bayinya. Penghentian pemberian ASI dengan alasan
ASI tidak keluar mengakibatkan bayi belum siap untuk menerima makanan
pendamping ASI. Keadaan gizi bayi ak an memburuk karena tidak memperoleh
berbagai zat gizi dalam keadaan yang cukup, selain itu bayi dapat dengan mudah
terserang berbagai penyakit. Salah satunya adalah diare yang te rjadi karena keadaan
gizi yang buruk. (Roesli, 2000).
Elvi N Simanjuntak : Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI Dan Pola Penyakit…, 2007
USU Repository © 2009
Masyarakat Desa Limau Manis Dusun IIIA Kec. Tanjung Morawa Kabupaten
Deli Serdang khususnya ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan masih berpegang pada
prinsip bahwa makanan pendamping ASI biasa nya sudah diberikan sangat dini yang
justru menyebabkan banyak penyakit infe ksi pada bayi. Mereka memberikan
makanan pendamping pada bulan pertama setelah lahir yang berupa nasi yang
dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, cam puran bubur beras dan pisang yang diulek,
madu dan sebagainya.
Sehubungan dengan permasalahan diatas , peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu dalam pola pemberian ASI, MP-ASI
dan pola penyakit pada bayi usia 0-12 bulan di dusun III Desa Limau Manis
Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka