ABSTRAK
Sayuran merupakan tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap
makanan karena mengandung vitamin dan mineral. Dalam budidaya sayuran tidak
terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Dalam mengatasi masalah tersebut
penggunaan bahan kimia untuk mempertahankan produksi sayuran sudah tak asing
lagi seperti penggunaan asam salisilat. Asam salisilat sukar larut dalam air dan larut
dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 280 0C. Asam salisilat
pada sayuran dosisnya memang kecil, tetapi jika dikomsumsi terus -menerus akan
menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Penelitian ini merupakan penelitian survai yang bersifat deskriptif. Obj ek
penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar Swalayan Carrefour sebanyak 3 sampel
yang kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan untuk mengetahui
berapa residu asam salisilat pada sayuran dan air rebusan sebelum dan sesudah
dimasak dengan metode titrasi. Hasil penelitian mengacu kepada PerMenKes RI
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Sayuran yang mengandung asam salisilat yang dimasak dengan suhu 60 0C-
800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yakni pada sayur ba yam 19,8-16
mg/Kg, sayur daun singkong 34,8- 27,1 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 21,1-16,6
mg/Kg. Sedangkan pada air seduhan terjadi peningkatan kadar asam salisilat dari
suhu 60 0C-800C , yakni pada sayur bayam 24,9- 27,1 mg/Kg, sayur daun singkong
39,2-45,8 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 24,9- 28,2 mg/Kg. Berdasarkan
PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 asam salisilat tidak diperbolehkan ada
pada makanan.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada sedikit penurunan kadar asam
salisilat pada sampel sa yuran sebelum sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan
air rebusannya dan sebagian besar asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari
sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya, hal ini dikarenakan sifat asam
salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih
asam salisilat adalah 280 0C yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan
sayuran. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak
dengan suhu 100 0C yang biasanya digunakan ibu r umah tangga untuk memasak
sayuran.
Sayuran merupakan tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap
makanan karena mengandung vitamin dan mineral. Dalam budidaya sayuran tidak
terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Dalam mengatasi masalah tersebut
penggunaan bahan kimia untuk mempertahankan produksi sayuran sudah tak asing
lagi seperti penggunaan asam salisilat. Asam salisilat sukar larut dalam air dan larut
dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 280 0C. Asam salisilat
pada sayuran dosisnya memang kecil, tetapi jika dikomsumsi terus -menerus akan
menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Penelitian ini merupakan penelitian survai yang bersifat deskriptif. Obj ek
penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar Swalayan Carrefour sebanyak 3 sampel
yang kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan untuk mengetahui
berapa residu asam salisilat pada sayuran dan air rebusan sebelum dan sesudah
dimasak dengan metode titrasi. Hasil penelitian mengacu kepada PerMenKes RI
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Sayuran yang mengandung asam salisilat yang dimasak dengan suhu 60 0C-
800C mengalami penurunan kadar asam salisilat yakni pada sayur ba yam 19,8-16
mg/Kg, sayur daun singkong 34,8- 27,1 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 21,1-16,6
mg/Kg. Sedangkan pada air seduhan terjadi peningkatan kadar asam salisilat dari
suhu 60 0C-800C , yakni pada sayur bayam 24,9- 27,1 mg/Kg, sayur daun singkong
39,2-45,8 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 24,9- 28,2 mg/Kg. Berdasarkan
PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 asam salisilat tidak diperbolehkan ada
pada makanan.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada sedikit penurunan kadar asam
salisilat pada sampel sa yuran sebelum sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan
air rebusannya dan sebagian besar asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari
sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya, hal ini dikarenakan sifat asam
salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih
asam salisilat adalah 280 0C yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan
sayuran. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak
dengan suhu 100 0C yang biasanya digunakan ibu r umah tangga untuk memasak
sayuran.