BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun sub tropis dan menyerang ne gara dengan penduduk padat. Malaria
terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan,
India, Asia selatan, Indo Cina dan pulau-pulau di Pasi fik Selatan. Diperkirakan
prevalence malaria diseluruh dunia berkis ar antara 160-400 juta jumlah kasus.
Di Indonesia, malaria sampai saat in i masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan malaria ma sih cukup tinggi, terutama di luar
Jawa dan Bali. Di daerah itu terdapat campuran p enduduk yang berasal dari
daerah endemis dan non endemi s malaria. Angka Annua l Parasite Incidence
(API) malaria di Pulau Jawa dan Ba li pada tahun 1997 ia lah 0,120 per 1000
penduduk, sedangkan di luar Jawa - Bali angka Parasite Rate tetap tinggi yaitu
4,78 % pada tahun 1997, tidak berbeda dengan angka tahun 1990 (4,78 %).1
Menurut Data Stratifikasi Malari a Propinsi Sumatera Utara tahun
1999/2000, Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata high prevalence
area (HPA) dengan tertinggi yaitu 10,65%. 2
Kabupaten Mandailing Natal ini terletak di antara 00 0.10’-100.50’ Lintang
Utara dan 98 0.50’-100010’ Bujur Timur dengan luas daerah sebesar 662.070
Ha. Terbagi atas 8 kecamatan dan 277 desa dengan kondisi geografis yang
luas terdiri dari hutan lebat, rawa -rawa, sungai-sungai dan persawahan.
Kabupaten ini berbatasan di sebel ah utara dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan, sebelah selatan dengan Propi nsi Sumatera Barat, sebelah barat
dengan Samudera Hindia, dan sebel ah timur dengan propinsi Riau. 3 Jumlah
penduduk di kabupaten ini adalah 343.715 jiwa dengan mata pencarian
mayoritas sebagai petani dan nelayan. Je nis penyakit yang terbanyak adalah
malaria sebesar 17,53%.4
Gambar1. Peta Kabupaten Mandailing Natal.4
Infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang
menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Resistensi obat
sering terjadi pada pengobatan malaria falsiparum ini.5
Malaria adalah penyakit akut d an kronik protozoa dengan gejala dan
demam paroksismal, kedinginan, berkeringat, lelah, ane mia, dan splenomegali.
Pada anak lebih tua, gejala yang se ring tampak adalah muntah, sakit
punggung, kedinginan, myalgia, dan kelelahan.6
Diagnosa malaria dengan pemeriksaan mikroskopis mengidentifikasi
organisme tersebut pada hapusan darah tipis dan tebal. 7
Obat-obat yang digunakan untuk pengobat an malaria ini adalah derivat
kuinolon (kinin, klorokuin, meflokuin, primakuin, amodiakuin, dll), antifolat
(pyrimethamin, proguanil, trimetoprim), artemisin (artemisin, artemether,
artesunat), antibiotik (sulphonamid, tetrasiklin, makrolid).8
Saat ini pengobatan yang paling se ring dipakai adalah gabungan
artesunat - amodiakuin, tetapi obat ini hargany a cukup mahal. Doksisiklin
adalah antibiotik turunan tetrasiklin yang cukup baik pada pengobatan malaria
falsiparum. Obat ini sering digabungkan dengan kinin. 9
Alecrim GM, dkk (2006) melaporkan bahwa kombinasi kinin-doksisiklin
dapat menurunkan angka plasmodium fals iparum setelah 7 hari pengobatan. 10
Newton NP, dkk (2004) mengatakan bahwa doksisiklin oral ditambah dengan
obat lain (kinin atau golongan artemisin) diperlukan dalam menurunkan
parasitemia untuk pengobatan malaria falsiparum.11
Penelitian serupa oleh Tarigan ( 2003) yaitu menunjukkan perbandingan
kina dan tetrasiklin pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di
daerah resisten multidrug malaria di Mandailing Natal Sumatera Utara dengan
p=0,91.12
Penelitian yang serupa belum banyak dila kukan di Indonesia, oleh sebab itu
kami melakukan penelitian uji klinis ac ak terbuka untuk melihat efikasi Kinin-
doksisiklin pada pengobatan malaria fa lsiparum tanpa komplikasi pada anak
usia di atas 8 tahun.13
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan penelitian untuk
mengetahui apakah gabungan kinin-doksisi klin dapat dijadikan sebagai
alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mem bandingkan efikasi ga bungan artesunat-
amodiakuin dengan kinin – doksisklin seba gai pengobatan malaria falsiparum
tanpa komplikasi pada anak.
1.4. Hipotesis Nol
Hipotesis penelitian ini adalah tidak ada perbedaan efikasi gabungan artesunat-
amodiakuin dengan kinin – doksisklin pa da anak dengan malaria falsiparum
tanpa komplikasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh obat alternatif pada malaria
falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria Falsiparum
Malaria berasal dari kata mala artinya buruk dan aria atau air artinya udara,
dikatakan udara buruk karena tingginya pr evalensi malaria di seluruh dunia
pada daerah tropis berair payau, prevalensi juga tinggi didaerah yang hangat
dan basah. 12
Ada 140 spesies plasmodium, tetapi di Indonesia ada 4 spesies yang
dikenal
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun sub tropis dan menyerang ne gara dengan penduduk padat. Malaria
terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan,
India, Asia selatan, Indo Cina dan pulau-pulau di Pasi fik Selatan. Diperkirakan
prevalence malaria diseluruh dunia berkis ar antara 160-400 juta jumlah kasus.
Di Indonesia, malaria sampai saat in i masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan malaria ma sih cukup tinggi, terutama di luar
Jawa dan Bali. Di daerah itu terdapat campuran p enduduk yang berasal dari
daerah endemis dan non endemi s malaria. Angka Annua l Parasite Incidence
(API) malaria di Pulau Jawa dan Ba li pada tahun 1997 ia lah 0,120 per 1000
penduduk, sedangkan di luar Jawa - Bali angka Parasite Rate tetap tinggi yaitu
4,78 % pada tahun 1997, tidak berbeda dengan angka tahun 1990 (4,78 %).1
Menurut Data Stratifikasi Malari a Propinsi Sumatera Utara tahun
1999/2000, Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata high prevalence
area (HPA) dengan tertinggi yaitu 10,65%. 2
Kabupaten Mandailing Natal ini terletak di antara 00 0.10’-100.50’ Lintang
Utara dan 98 0.50’-100010’ Bujur Timur dengan luas daerah sebesar 662.070
Ha. Terbagi atas 8 kecamatan dan 277 desa dengan kondisi geografis yang
luas terdiri dari hutan lebat, rawa -rawa, sungai-sungai dan persawahan.
Kabupaten ini berbatasan di sebel ah utara dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan, sebelah selatan dengan Propi nsi Sumatera Barat, sebelah barat
dengan Samudera Hindia, dan sebel ah timur dengan propinsi Riau. 3 Jumlah
penduduk di kabupaten ini adalah 343.715 jiwa dengan mata pencarian
mayoritas sebagai petani dan nelayan. Je nis penyakit yang terbanyak adalah
malaria sebesar 17,53%.4
Gambar1. Peta Kabupaten Mandailing Natal.4
Infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang
menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Resistensi obat
sering terjadi pada pengobatan malaria falsiparum ini.5
Malaria adalah penyakit akut d an kronik protozoa dengan gejala dan
demam paroksismal, kedinginan, berkeringat, lelah, ane mia, dan splenomegali.
Pada anak lebih tua, gejala yang se ring tampak adalah muntah, sakit
punggung, kedinginan, myalgia, dan kelelahan.6
Diagnosa malaria dengan pemeriksaan mikroskopis mengidentifikasi
organisme tersebut pada hapusan darah tipis dan tebal. 7
Obat-obat yang digunakan untuk pengobat an malaria ini adalah derivat
kuinolon (kinin, klorokuin, meflokuin, primakuin, amodiakuin, dll), antifolat
(pyrimethamin, proguanil, trimetoprim), artemisin (artemisin, artemether,
artesunat), antibiotik (sulphonamid, tetrasiklin, makrolid).8
Saat ini pengobatan yang paling se ring dipakai adalah gabungan
artesunat - amodiakuin, tetapi obat ini hargany a cukup mahal. Doksisiklin
adalah antibiotik turunan tetrasiklin yang cukup baik pada pengobatan malaria
falsiparum. Obat ini sering digabungkan dengan kinin. 9
Alecrim GM, dkk (2006) melaporkan bahwa kombinasi kinin-doksisiklin
dapat menurunkan angka plasmodium fals iparum setelah 7 hari pengobatan. 10
Newton NP, dkk (2004) mengatakan bahwa doksisiklin oral ditambah dengan
obat lain (kinin atau golongan artemisin) diperlukan dalam menurunkan
parasitemia untuk pengobatan malaria falsiparum.11
Penelitian serupa oleh Tarigan ( 2003) yaitu menunjukkan perbandingan
kina dan tetrasiklin pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di
daerah resisten multidrug malaria di Mandailing Natal Sumatera Utara dengan
p=0,91.12
Penelitian yang serupa belum banyak dila kukan di Indonesia, oleh sebab itu
kami melakukan penelitian uji klinis ac ak terbuka untuk melihat efikasi Kinin-
doksisiklin pada pengobatan malaria fa lsiparum tanpa komplikasi pada anak
usia di atas 8 tahun.13
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan penelitian untuk
mengetahui apakah gabungan kinin-doksisi klin dapat dijadikan sebagai
alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mem bandingkan efikasi ga bungan artesunat-
amodiakuin dengan kinin – doksisklin seba gai pengobatan malaria falsiparum
tanpa komplikasi pada anak.
1.4. Hipotesis Nol
Hipotesis penelitian ini adalah tidak ada perbedaan efikasi gabungan artesunat-
amodiakuin dengan kinin – doksisklin pa da anak dengan malaria falsiparum
tanpa komplikasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh obat alternatif pada malaria
falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria Falsiparum
Malaria berasal dari kata mala artinya buruk dan aria atau air artinya udara,
dikatakan udara buruk karena tingginya pr evalensi malaria di seluruh dunia
pada daerah tropis berair payau, prevalensi juga tinggi didaerah yang hangat
dan basah. 12
Ada 140 spesies plasmodium, tetapi di Indonesia ada 4 spesies yang
dikenal