BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan
pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraa n sosial ekonomi
pada masyarakat. Masyarakat memiliki kemudahan untuk memperoleh dan
memanfaatkan hasil-hasil industri baik produksi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun disamping itu terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak kulit
manusia de ngan produk -produk industri atau pekerjaan yang dilakukannya.
Diantaranya adalah penyakit dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan
terhadap bahan eksternal yang kontak pada kulit. Dikenal dua macam jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kon tak iritan yang merupakan respon non
imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan
kimia yang terkandung dalam alat -alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris,
pakaian, sepatu, kosmetika, obat topikal dll), atau yang berhubungan dengan
pekerjaan atau hobi (semen, sabun cuci, pestisida, bahan pelarut, bahan cat,
tanaman dll) dapat pula oleh bahan yang berada disekitarnya (debu semen, bulu
binatang atau polutan yang lain). Disamping bahan penyebab ada faktor penunjang
yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara,
kelembaban, gesekan dan oklusi.
Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja terjadi lebih sedikit dari pada
dermatitis kontak iritan, namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini
dapat menyesatkan karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang
tidak terdiagnosis sehingga tidak dilap orkan. Salah satu penyebab utamanya adalah
tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik.
Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Antigen penyeb ab utamanya adalah nikel,
potasium dikromat dan parafenilendiamin. Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4 -7%
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi
dan 20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak -anak
dengan dermatitis kontak 60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang
telah lama memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya
lebih tinggi dari pada di Amerika.
Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat konta k dengan bahan-bahan di
tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang
mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak
akibat kerja mencapai 90% dari dermatosis akibat kerja (DAK). Prevalensi DKAAK
berbeda-beda di tiap negara tergantung macam serta derajat industrialisasi negara
tersebut.
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat
Manado dari tahun 1988 -1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di
©2003 Digitized by USU digital library 2
RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991 -1992 dijumpai
insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan
insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak
34,74% dan tahun 1994 seba nyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS
Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi
dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. Dari bulan
Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasie n alergi dengan 645 pasien (30,40%)
menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000
terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita
dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapa t 270 pasien dengan
64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak.
Penelitian di RS Dr. Pirngadi tersebut menunjukan penyebab terbanyak
dermatitis kontak tidak diketahui (41,86% tahun 1992 dan 28,57% tahun 1994).
Pada tahun 1993 penyebab terbanyak adalah krim topikal ( salep penisilin, sulfa,
salep salisil dan salep nosip) sebanyak 33,73%. Angka ini hampir sama dengan
yang dilaporkan dari Lab/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM/RSUP Dr.
Sarjito Yogyakarta yaitu 31,17% disebabkan oleh obat topikal. Dari catatan medis
poliklinik alergi di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39%
disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masing -masing oleh obat tradisional dan krim
topikal penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak diketahui.
Untuk menegakkan diag nosis dermatitis kontak alergik perlu dilakukan uji
tempel. Uji tempel bila memungkinkan dilakukan 2 minggu setelah dermatitisnya
sembuh. Oleh karena bila baru saja sembuh, apalagi masih aktif, maka ambang
rangsang kulit terhadap iritasi maupu n sensitasi menurun. Tujuan uji tempel selain
untuk membuktikan bahwa dermatitis yang terjadi adalah dermatitis kontak alergik,
juga untuk menemukan jenis bahan alergen kontak. Kecuali ini dapat pula sebagai
tes prediksi untuk menentukan bahan ap a saja yang dapat ditoleransi oleh penderita.
Supaya hasilnya dapat dipercaya uji tempel harus selalu disesuaikan dengan riwayat
penyakit dan pemeriksaan klinis serta dilakukan dengan prosedur baku.
Dalam penelitian ini akan dibahas secara rinci tentang hasil uji tempel pada
penderita yang secara klinis didiagnosis sebagai dermatitis kontak yang dilakukan di
RSUP H. Adam Malik Medan.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan
pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraa n sosial ekonomi
pada masyarakat. Masyarakat memiliki kemudahan untuk memperoleh dan
memanfaatkan hasil-hasil industri baik produksi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun disamping itu terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak kulit
manusia de ngan produk -produk industri atau pekerjaan yang dilakukannya.
Diantaranya adalah penyakit dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan
terhadap bahan eksternal yang kontak pada kulit. Dikenal dua macam jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kon tak iritan yang merupakan respon non
imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan
kimia yang terkandung dalam alat -alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris,
pakaian, sepatu, kosmetika, obat topikal dll), atau yang berhubungan dengan
pekerjaan atau hobi (semen, sabun cuci, pestisida, bahan pelarut, bahan cat,
tanaman dll) dapat pula oleh bahan yang berada disekitarnya (debu semen, bulu
binatang atau polutan yang lain). Disamping bahan penyebab ada faktor penunjang
yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara,
kelembaban, gesekan dan oklusi.
Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja terjadi lebih sedikit dari pada
dermatitis kontak iritan, namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini
dapat menyesatkan karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang
tidak terdiagnosis sehingga tidak dilap orkan. Salah satu penyebab utamanya adalah
tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik.
Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Antigen penyeb ab utamanya adalah nikel,
potasium dikromat dan parafenilendiamin. Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4 -7%
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi
dan 20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak -anak
dengan dermatitis kontak 60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang
telah lama memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya
lebih tinggi dari pada di Amerika.
Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat konta k dengan bahan-bahan di
tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang
mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak
akibat kerja mencapai 90% dari dermatosis akibat kerja (DAK). Prevalensi DKAAK
berbeda-beda di tiap negara tergantung macam serta derajat industrialisasi negara
tersebut.
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat
Manado dari tahun 1988 -1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di
©2003 Digitized by USU digital library 2
RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991 -1992 dijumpai
insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan
insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak
34,74% dan tahun 1994 seba nyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS
Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi
dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. Dari bulan
Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasie n alergi dengan 645 pasien (30,40%)
menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000
terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita
dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapa t 270 pasien dengan
64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak.
Penelitian di RS Dr. Pirngadi tersebut menunjukan penyebab terbanyak
dermatitis kontak tidak diketahui (41,86% tahun 1992 dan 28,57% tahun 1994).
Pada tahun 1993 penyebab terbanyak adalah krim topikal ( salep penisilin, sulfa,
salep salisil dan salep nosip) sebanyak 33,73%. Angka ini hampir sama dengan
yang dilaporkan dari Lab/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM/RSUP Dr.
Sarjito Yogyakarta yaitu 31,17% disebabkan oleh obat topikal. Dari catatan medis
poliklinik alergi di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39%
disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masing -masing oleh obat tradisional dan krim
topikal penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak diketahui.
Untuk menegakkan diag nosis dermatitis kontak alergik perlu dilakukan uji
tempel. Uji tempel bila memungkinkan dilakukan 2 minggu setelah dermatitisnya
sembuh. Oleh karena bila baru saja sembuh, apalagi masih aktif, maka ambang
rangsang kulit terhadap iritasi maupu n sensitasi menurun. Tujuan uji tempel selain
untuk membuktikan bahwa dermatitis yang terjadi adalah dermatitis kontak alergik,
juga untuk menemukan jenis bahan alergen kontak. Kecuali ini dapat pula sebagai
tes prediksi untuk menentukan bahan ap a saja yang dapat ditoleransi oleh penderita.
Supaya hasilnya dapat dipercaya uji tempel harus selalu disesuaikan dengan riwayat
penyakit dan pemeriksaan klinis serta dilakukan dengan prosedur baku.
Dalam penelitian ini akan dibahas secara rinci tentang hasil uji tempel pada
penderita yang secara klinis didiagnosis sebagai dermatitis kontak yang dilakukan di
RSUP H. Adam Malik Medan.