BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wajah secara topografis merupakan bagian tubuh yang tidak terlindungi dan mudah
terpapar trauma, sehingga cedera wajah merupakan merupakan cedera yang sangat sering
dijumpai. Fraktur tulang wajah paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalulintas dan
perkelahian, sehingga umumnya merupakan kasus multiple trauma. Meskipun fraktur tulang
wajah sendiri jarang membutuhkan tindakan bedah segera, namun cedera yang menyertai sering
merupakan kasus bedah emergensi.(Schwartz, 2003)
Trauma maxillofacial merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia. Hal ini berhubungan dengan tinggi nya insidensi fraktur tulang wajah dengan
berbagai kombinasi, dengan fraktur mandibula sa bagai salah satu yang paling sering didapati.
Kecelakaan lalulintas dilaporkan sebagai penyebab tersering dari fraktur mandibula di negara-
negera berkembang, sedangkan di negara-negar a maju penyebab te rseringnya adalah
perkelahian (Ajmal, 2007).
Rai (2006) menyebutkan tulang wajah yang pa ling sering mengalami fraktur adalah
mandibula (61%), diikuti zygoma (27%) dan tulang hidung (19,5%).
Penelitian di RSCM menyebutkan sejumlah 494 kasus fraktur tulang muka dalam 4
tahun, setara dengan 10,3 kasus perbulan (Moenadjat, 2002). Pasien-pasien dengan fraktur tulang
wajah sering memiliki cedera penyerta, tersering adalah trauma kepala (Sukasah, 1998)
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository © 2009
Penelitian oleh Fawzy dan Sudjatmi ko (2007) di RSCM Jakarta menemukan
rata-rata 14,3 kasus fraktur tulang muka setiap bulannya, 31,4% diantaranya disertai cedera
otak serius. Penelitian tersebut menemukan fr aktur mandibula sebagai yang tersering (31,30%),
diikuti oleh fraktur maksila (23,48%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya fraktur tulang
muka 1/3 tengah mengurangi re siko terjadinya cedera otak traumatika yang lebih berat,
sementara fraktur mandibula menambah resiko terjad inya cedera otak yang lebih berat, dimana
keparahan cedera otak dinilai berdasarkan SKG.
Berdasarkan SKG cedera otak dibagi atas :
1. cedara otak ringan SKG 14 – 15
2. cedera otak sedang SKG 9 – 13
3. cedera otak berat SKG < 9 Di lain pihak, penelitian Hung (2005) terhad ap 225 pasien fraktur mandibula menemukan bahwa pasien dengan fraktur mandibula yang le bih berat, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami penurunan kesadaran dibanding dengan pasien dengan fraktur mandibula yang lebih ringan. Pada kelompok pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran, 46% mengalami fraktur mandibula dengan satu garis fraktur, 46 % dengan dua garis fraktur dan 8 % dengan tiga garis fraktur, sedangkan pada kelompok pa sien yang mengalami penurunan kesadaran, 73% mengalami fraktur mandibula dengan satu garis fr aktur, 27% dengan dua garis fraktur dan tidak ada yang dengan tiga garis fraktur. Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009 Di Medan belum pernah dilaporkan baga imana hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan berat ringannya cedera otak yang menyertai. 1.2. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan keparahan cedera kepala yang menyertai. Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009 BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2.1. Tujuan Penelitian Untuk menentukan bagaimana hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan berat ringannya cedera kepala pada kasus- kasus trauma. 2.2. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat menjadi penelitian awal untuk dilanjutkan sebagai penelitian berkesinambungan dalam rangka menamb ah pengetahuan calon ahli bedah tentang hubungan antara pola fraktur mandibula dengan derajat cedera kepala pada pasien trauma, untuk
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wajah secara topografis merupakan bagian tubuh yang tidak terlindungi dan mudah
terpapar trauma, sehingga cedera wajah merupakan merupakan cedera yang sangat sering
dijumpai. Fraktur tulang wajah paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalulintas dan
perkelahian, sehingga umumnya merupakan kasus multiple trauma. Meskipun fraktur tulang
wajah sendiri jarang membutuhkan tindakan bedah segera, namun cedera yang menyertai sering
merupakan kasus bedah emergensi.(Schwartz, 2003)
Trauma maxillofacial merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia. Hal ini berhubungan dengan tinggi nya insidensi fraktur tulang wajah dengan
berbagai kombinasi, dengan fraktur mandibula sa bagai salah satu yang paling sering didapati.
Kecelakaan lalulintas dilaporkan sebagai penyebab tersering dari fraktur mandibula di negara-
negera berkembang, sedangkan di negara-negar a maju penyebab te rseringnya adalah
perkelahian (Ajmal, 2007).
Rai (2006) menyebutkan tulang wajah yang pa ling sering mengalami fraktur adalah
mandibula (61%), diikuti zygoma (27%) dan tulang hidung (19,5%).
Penelitian di RSCM menyebutkan sejumlah 494 kasus fraktur tulang muka dalam 4
tahun, setara dengan 10,3 kasus perbulan (Moenadjat, 2002). Pasien-pasien dengan fraktur tulang
wajah sering memiliki cedera penyerta, tersering adalah trauma kepala (Sukasah, 1998)
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository © 2009
Penelitian oleh Fawzy dan Sudjatmi ko (2007) di RSCM Jakarta menemukan
rata-rata 14,3 kasus fraktur tulang muka setiap bulannya, 31,4% diantaranya disertai cedera
otak serius. Penelitian tersebut menemukan fr aktur mandibula sebagai yang tersering (31,30%),
diikuti oleh fraktur maksila (23,48%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya fraktur tulang
muka 1/3 tengah mengurangi re siko terjadinya cedera otak traumatika yang lebih berat,
sementara fraktur mandibula menambah resiko terjad inya cedera otak yang lebih berat, dimana
keparahan cedera otak dinilai berdasarkan SKG.
Berdasarkan SKG cedera otak dibagi atas :
1. cedara otak ringan SKG 14 – 15
2. cedera otak sedang SKG 9 – 13
3. cedera otak berat SKG < 9 Di lain pihak, penelitian Hung (2005) terhad ap 225 pasien fraktur mandibula menemukan bahwa pasien dengan fraktur mandibula yang le bih berat, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami penurunan kesadaran dibanding dengan pasien dengan fraktur mandibula yang lebih ringan. Pada kelompok pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran, 46% mengalami fraktur mandibula dengan satu garis fraktur, 46 % dengan dua garis fraktur dan 8 % dengan tiga garis fraktur, sedangkan pada kelompok pa sien yang mengalami penurunan kesadaran, 73% mengalami fraktur mandibula dengan satu garis fr aktur, 27% dengan dua garis fraktur dan tidak ada yang dengan tiga garis fraktur. Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009 Di Medan belum pernah dilaporkan baga imana hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan berat ringannya cedera otak yang menyertai. 1.2. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan keparahan cedera kepala yang menyertai. Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009 BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2.1. Tujuan Penelitian Untuk menentukan bagaimana hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan berat ringannya cedera kepala pada kasus- kasus trauma. 2.2. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat menjadi penelitian awal untuk dilanjutkan sebagai penelitian berkesinambungan dalam rangka menamb ah pengetahuan calon ahli bedah tentang hubungan antara pola fraktur mandibula dengan derajat cedera kepala pada pasien trauma, untuk