ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di Indonesia dan dunia . Pada tahun 1992 WHO mencanangkan tuberkul osis
sebagai “Global Emergency.” Pada tahun 2002 WHO menyebutkan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis.
Merokok juga merupakan suatu masalah besar bagi kesehatan. Konsumsi
tembakau yang terus-menerus dapat menjadi penyebab utama kematian di dunia
yang sebenarnya dapat dicegah . Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok, perokok pasif, dan polusi udara dari kayu bakar dan batu bara terhadap
risiko infeksi, penyakit, dan kematian akibat TB.
Untuk mengetahui pengaruh merokok pada konversi sputum penderita TB
paru, dilakukan penelitian kohort dengan kelompok kontrol selama dua bulan
pengobatan dengan OAT kategori I . Sputum BTA dinilai pada bulan ke -0, ke-1,
dan ke-2 pengobatan. Sampel berjumlah 77 orang diambil dengan menggunakan
teknik consecutive sampling.
Dari 77 orang penderita TB paru, 62 orang (80,5%) adalah pria. Rerata
usia penderita TB paru 37,42 + 13,62 tahun. Rerata berat badan adalah
50,18 + 11,03 kg.
Uji chi square menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
konversi sputum baik dalam pengobatan bulan ke -0 sa mpai ke -1 maupun
pengobatan bulan ke-1 sampai ke -2 antara penderita TB paru yang merokok dan
yang tidak merokok (ρ<0,05). Namun, secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang signifikan pada konversi sputum setelah dua bulan pengobatan antara penderita TB paru yang merokok dan yang tidak merokok (ρ >0,05). Oleh karena
itu, disimpulkan bahwa penderita TB paru yang merokok memerlukan waktu
pengobatan lebih lama untuk mencapai konversi sputum yang setara dengan
penderita TB paru yang tidak merokok.
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di Indonesia dan dunia . Pada tahun 1992 WHO mencanangkan tuberkul osis
sebagai “Global Emergency.” Pada tahun 2002 WHO menyebutkan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis.
Merokok juga merupakan suatu masalah besar bagi kesehatan. Konsumsi
tembakau yang terus-menerus dapat menjadi penyebab utama kematian di dunia
yang sebenarnya dapat dicegah . Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok, perokok pasif, dan polusi udara dari kayu bakar dan batu bara terhadap
risiko infeksi, penyakit, dan kematian akibat TB.
Untuk mengetahui pengaruh merokok pada konversi sputum penderita TB
paru, dilakukan penelitian kohort dengan kelompok kontrol selama dua bulan
pengobatan dengan OAT kategori I . Sputum BTA dinilai pada bulan ke -0, ke-1,
dan ke-2 pengobatan. Sampel berjumlah 77 orang diambil dengan menggunakan
teknik consecutive sampling.
Dari 77 orang penderita TB paru, 62 orang (80,5%) adalah pria. Rerata
usia penderita TB paru 37,42 + 13,62 tahun. Rerata berat badan adalah
50,18 + 11,03 kg.
Uji chi square menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
konversi sputum baik dalam pengobatan bulan ke -0 sa mpai ke -1 maupun
pengobatan bulan ke-1 sampai ke -2 antara penderita TB paru yang merokok dan
yang tidak merokok (ρ<0,05). Namun, secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang signifikan pada konversi sputum setelah dua bulan pengobatan antara penderita TB paru yang merokok dan yang tidak merokok (ρ >0,05). Oleh karena
itu, disimpulkan bahwa penderita TB paru yang merokok memerlukan waktu
pengobatan lebih lama untuk mencapai konversi sputum yang setara dengan
penderita TB paru yang tidak merokok.