ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan yang besar di
Indonesia. Indonesia mencapai urutan ketiga dalam jumlah kasus TB paru sesudah
Cina dan India dengan perkiraan 583.000 kasus baru/tahun dengan angka kematian
sekitar 140.000 penderita.
Beberapa masalah dapat terjadi pada pengobatan TB paru. Salah satu dari
penyakit adalah DM sebagai salah satu penyakit penyerta. Pada peduduk di atas 15
tahun dan apabila didasarkan pravalensi 1,5 % maka jumlah minimal penderita DM
di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 4 juta dan pada tahun 2010 sebanyak 5
juta penderita. Morbiditas infeksi paling sering dialami oleh penderita DM akibat
kerentanan terhadap infeksi.
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan konversi BTA pada penderita TB
paru dengan DM terkontrol dan DM tidak terkontrol.
Penelitian ini bersifat studi eksperimental. Bahan sputum penderita diambil dengan
cara dibatukkan kemudian diperiksa 3 kali (SPS) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
yaitu pada awal penelitian dan minggu ke 8 (terapi fase intensif).
Penderita yang telah didiagnosa dengan TB paru , kemudian dilakukan
pemeriksaan KGD puasa dan KGD post prandial bila penderita dijumpai gejala
klinis DM. Nilai KGD post prandial >= 200 mg/dl penderita diagnosa dengan DM.
Untuk membedakan penderita DM terkontrol dan tidak terkontrol diambil rata-
rata pemeriksaan KGD puasa dan KGD bed time. DM terkontrol bila hasil KGD
puasa 5,0-7,2 mmol/l (90-130 mg/dl), dan rata-rata KGD Bed Time 6,1-8,3 mmol/l
(110-150 mg/dl) hasil ini secara konsisten mencapai tingkat HbA 1C < 7 mg %. Dari hasil penelitian ini didapat sebanyak 46 orang yang memenuhi kriteria penelitian, 35 orang (76,1%) TB paru dengan DM terkontrol dan 11 orang (23,9%) TB paru dengan DM tidak terkontrol. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok TB paru dengan DM terkontroldan TB paru dengan DM tidak terkontrol dalam hal terjadinya konversii dari pemeriksaan BTA awal dengan pemeriksaan BTA minggu ke 8 (terakhir) l (p <0,05) Kata kunci: TB paru, DM, Konversi BTA
Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan yang besar di
Indonesia. Indonesia mencapai urutan ketiga dalam jumlah kasus TB paru sesudah
Cina dan India dengan perkiraan 583.000 kasus baru/tahun dengan angka kematian
sekitar 140.000 penderita.
Beberapa masalah dapat terjadi pada pengobatan TB paru. Salah satu dari
penyakit adalah DM sebagai salah satu penyakit penyerta. Pada peduduk di atas 15
tahun dan apabila didasarkan pravalensi 1,5 % maka jumlah minimal penderita DM
di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 4 juta dan pada tahun 2010 sebanyak 5
juta penderita. Morbiditas infeksi paling sering dialami oleh penderita DM akibat
kerentanan terhadap infeksi.
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan konversi BTA pada penderita TB
paru dengan DM terkontrol dan DM tidak terkontrol.
Penelitian ini bersifat studi eksperimental. Bahan sputum penderita diambil dengan
cara dibatukkan kemudian diperiksa 3 kali (SPS) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
yaitu pada awal penelitian dan minggu ke 8 (terapi fase intensif).
Penderita yang telah didiagnosa dengan TB paru , kemudian dilakukan
pemeriksaan KGD puasa dan KGD post prandial bila penderita dijumpai gejala
klinis DM. Nilai KGD post prandial >= 200 mg/dl penderita diagnosa dengan DM.
Untuk membedakan penderita DM terkontrol dan tidak terkontrol diambil rata-
rata pemeriksaan KGD puasa dan KGD bed time. DM terkontrol bila hasil KGD
puasa 5,0-7,2 mmol/l (90-130 mg/dl), dan rata-rata KGD Bed Time 6,1-8,3 mmol/l
(110-150 mg/dl) hasil ini secara konsisten mencapai tingkat HbA 1C < 7 mg %. Dari hasil penelitian ini didapat sebanyak 46 orang yang memenuhi kriteria penelitian, 35 orang (76,1%) TB paru dengan DM terkontrol dan 11 orang (23,9%) TB paru dengan DM tidak terkontrol. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok TB paru dengan DM terkontroldan TB paru dengan DM tidak terkontrol dalam hal terjadinya konversii dari pemeriksaan BTA awal dengan pemeriksaan BTA minggu ke 8 (terakhir) l (p <0,05) Kata kunci: TB paru, DM, Konversi BTA